Tionghoa Bangka-Belitung
Tionghoa Bangka-Belitung adalah etnis Tionghoa yang tinggal di wilayah Babel (Bangka Belitung), Indonesia.[4][5] Bangka Belitung merupakan salah satu daerah dengan konsentrasi etnis Tionghoa yang besar di Indonesia selain di Jawa, Riau, Sumatra Timur dan Kalimantan Barat.[6] SejarahAwal kedatangan dengan skala besar orang Tionghoa di Bangka Belitung terjadi antara tahun 1700-1800-an. Orang Hakka (客家) awalnya didatangkan dari berbagai wilayah di Provinsi Guangdong seperti Meixian, Prefektur Huizhou, Prefektur Chaozhou menjadi tenaga penambang timah. Sebagian besar etnis Tionghoa di Bangka Belitung didominasi Orang Hakka dengan minoritas Orang Minnan (Hokkian). Berdasarkan sensus pada tahun 1920, Total populasi orang Tionghoa Bangka mencapai 44% dari keseluruhan 154.141 jiwa. Demografi dan agamaSuku Tionghoa di Bangka-Belitung secara historis merupakan yang terbesar kedua setelah suku Melayu. Namun, seiring waktu komposisi tersebut berubah karena banyaknya perpindahan etnis Tionghoa keluar Bangka-Belitung. Menurut Sensus Penduduk Indonesia 2010, jumlah suku Jawa di provinsi ini telah sedikit melebihi suku Tionghoa. Dari perhitungan kasar berdasarkan penganut agama Buddha dan Konghucu pada tahun 2023, dua agama terbesar yang dianut masyarakat Tionghoa di Bangka-Belitung, jumlah penduduk etnis Tionghoa dihitung sekitar 92.000 jiwa. Agama lain yang banyak dianut oleh masyarakat Tionghoa di daerah ini adalah Kristen Protestan dan Katolik. Namun tidak ada data mengenai persentase etnis Tionghoa Bangka-Belitung yang menganut kedua agama tersebut. BudayaBudaya Tionghoa di Bangka agak sedikit berbeda dengan Tionghoa di Belitung.[4] Orang Tionghoa di Bangka didatangkan pada awal abad ke-18 ketika pertambangan resmi dibuka. Mereka umumnya tidak membawa istri sehingga menikahi penduduk bumiputera, sehingga Tionghoa di Bangka sebagian besar merupakan peranakan yang berbicara Bahasa Hakka yang bercampur Bahasa Melayu.[4] Tionghoa Belitung dianggap "totok" karena datang pada abad ke-19 membawa istri.[4] Mereka beradaptasi dengan kebudayaan Nusantara antara lain dengan mengganti pakaian mereka dengan pakaian suku Nusantara seperti baju kurung dengan kebaya, celana dengan sarung.[4] Mereka masih berbicara dengan Bahasa Hakka yang asli.[4] Tokoh-tokoh Tionghoa Bangka-belitung
Pranala luarReferensi
|