Kongahyan

Kongahyan adalah alat musik gesek mirip rebab yang dapat ditemukan di Jawa, Bali, dan Sunda, tetapi ukurannya lebih kecil.[1] Alat musik ini digunakan dalam pementasan kebudayaan suku-suku di daerah tersebut.[1] Alat musik ini berukuran lebih kecil dibandingkan tehyan dan sukong.[1]

Sejarah

Kongahyan sekarang ini merupakan adaptasi dari alat musik gesek yang berasal dari Tiongkok.[2] Bangsa Tiongkok sendiri memiliki alat musik yang dinamakan erhu.[3] Erhu merupakan alat musik gesek yang terdiri dari dua buah senar.[4] Erhu tersebar luas ke daerah Eurasia melalui jalur sutra yang merupakan jalur perdagangan dari bangsa Tiongkok.[5] Alat musik erhu diketahu memiliki kemiripan dengan kongahyan, lalu terdapat sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa alat musik erhu telah banyak mengalami perkembangan, sedangkan kongahyan yang berada di Tangerang tidak mengalami perkembangan.[3] Penggunaan alat musik ini dalam banyak acara kebudayaan masyarakat Betawi menunjukkan terjadinya akulturasi antara masyarakat Betawi dan bangsa Tiongkok.[2]

Bahan

Pada zaman dahulu, alat musik ini terbuat dari bambu, bukan dari batok kelapa, dan baru tahun 1950-an tabung bambu diganti menjadi tabung batok kelapa.[2] Penggantian tersebut bertujuan untuk menghasilkan bunyi suara gesek yang lebih keras.[2]

Penggunaan

Alat musik ini biasanya digunakan untuk acara-acara budaya seperti:

Gambang keromong merupakan salah satu kesenian musik yang berasal dari daerah pinggiran Jakarta. Kesenian ini bermula dari kelompok musik para pekerja yang bekerja pada perkebunan tebu pengusaha Tionghoa di Tangerang.[2] Mereka memainkan alat musik dari Tiongkok yaitu tehyan, kongahyan, dan sukong. Ketiga alat gesek ini dipadukan dengan bunyi-bunyiaan gambang, kromong, gong, kenong, kendang, kecrek, dan suling.[2] Selanjutnya, kelompok ini berkembang untuk mengiringi tarian cokek, tarian lenong, dan topeng Betawi.[2]
Lenong merupakan kesenian teater dari masyakarat Betawi.[6] Lenong dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu lenong denes dan lenong preman.[6] Lenong denes menceritakan tentang kehidupan bangsawan atau kerajaan, sedangkan lenong preman menceritakan mengenai kehidupan masyarakat Betawi atau cerita mengenai jagoan-jagoan Betawi.[6]
Ondel-ondel dipercaya memiliki nilai luhur yang baik yaitu menjaga anak cucu dan penduduk di suatu desa.[7] Boneka raksasa tersebut awalnya digunakan untuk menolak bala, atau gangguan roh halus.[7]
Topeng Betawi mirip dengan lenong dalam hal penyampaian cerita moral yaitu dengan cerita lucu.[6] Pertunjukan topeng Betawi terbagi atas topeng blantek dan topeng jantuk.[6] Pertunjukkan ini menceritakan kritik sosial atau menyampaikan nasihat-nasihat tertentu untuk masyarakat.[6]

Referensi

  1. ^ a b c (Indonesia) Nurhayati E, Suherman Y, Suryana A, Laelasari E. 2013. Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Bandung: Grafindo Media Pratama.
  2. ^ a b c d e f g (Indonesia) Adi W. 2010. Batavia, 1970: Menyisir Jejak Betawi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  3. ^ a b (Indonesia) Kusuma, Joel, Wijaya J. 2009. Analisis perbandingan erhu dengan sukong, tehyan dan konghayan. [skripsi]. Jakarta: Universitas Bina Nusantara.
  4. ^ (Indonesia) Philmultic Management and Production. 2009. Erhu - Chinese violin or fiddle Chinese two-stringed bowed instrument [terhubung berkala]. http://www.philmultic.com/home/instruments/erhu.html [27 Apr 2014].
  5. ^ (Inggris) Studymode. 2011. Erhu [terhubung berkala]. http://www.studymode.com/essays/Erhu-698294.html [27 Apr 2014].
  6. ^ a b c d e f (Indonesia) Taendiftia ER, Mustafa S, Atmanani R. 1996. Gado-gado Betawi: Masyarakat Betawi dan Ragam Budayanya. Jakarta: Grasindo.
  7. ^ a b (Indonesia) Mulyadi, Royani, Novita D, Shahrabi D, Suminarsih, Hidayat S, Yunara. 2008. Pendidikan Lingkungan dan Budaya Jakarta untuk Sekolah Dasar Kelas 4. Jakarta: Grasindo.
Kembali kehalaman sebelumnya