Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia Tahun Anggaran 2018
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2018 (disingkat APBN 2018) adalah rencana keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk tahun 2018.[2] Pokok-Pokok KebijakanPendapatan NegaraDalam postur APBN 2018, pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp1.894,7 triliun. Jumlah ini berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp275,4 triliun dan Hibah sebesar Rp1,2 triliun. Untuk mencapai target tersebut, Pemerintah akan melakukan berbagai upaya penguatan reformasi di bidang perpajakan serta Kepabeanan dan Cukai, antara lain melalui:
Sedangkan di bidang PNBP, pencapaian target didukung dengan langkah efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya alam, peningkatan kinerja BUMN, perbaikan regulasi PNBP serta perbaikan pengelolaan PNBP di Kementerian/Lembaga.[3] Belanja NegaraBelanja negara dalam APBN 2018, pemerintah dan DPR RI menyepakati belanja sebesar Rp2.220,7 triliun. Besaran ini meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454,5 triliun, serta transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp766,2 triliun. Anggaran infrastruktur diarahkan untuk mengejar ketertinggalan (gap) Indonesia terhadap penyediaan infrastruktur, baik diperkotaan dan daerah, maupun di perbatasan dan daerah terluar. Adapun sasaran pembangunan (sementara) antara lain jalan baru sepanjang 865 km, jalan tol sepanjang 25 km, jembatan sepanjang 8.695 m, dan pembangunan rumah susun sebanyak 13.405 unit. Pemerintah juga melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan dengan memenuhi belanja dalam APBN 2018 (mandatory spending), seperti anggaran pendidikan dalam APBN 2018 tetap dijaga sebesar 20%. Bidang pendidikan diarahkan untuk meningkatkan akses, distribusi, dan kualitas pendidikan, diantaranya melalui peningkatan akses program Indonesia Pintar yang menjangkau 19,7 juta siswa, dan pemberian beasiswa bidik misi kepada 401,5 ribu mahasiswa dalam rangka sustainable education. Mandatory spending lainnya ialah anggaran bidang kesehatan tetap dijaga sebesar 5%. Dalam APBN 2018, anggaran kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, baik dari sisi supply side maupun layanan, upaya kesehatan promotif preventif, serta menjaga dan meningkatkan kualitas program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN) bagi penerima bantuan iuran (PBI) hingga menjangkau 92,4 juta jiwa. Sementara itu, transfer ke daerah dan dana desa dalam APBN 2018 dialokasikan sebesar Rp766,2 triliun. Alokasi ini diarahkan untuk meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah, meningkatkan kualitas dan mengurangi ketimpangan layanan publik antardaerah, serta mendukung upaya percepatan pengentasan kemiskinan di daerah. Adapun kebijakan dan output yang menjadi sasaran alokasi transfer ke daerah dan dana desa sebagai berikut:
Pengelolaan PembiayaanBerdasarkan perkiraan pendapatan negara dan rencana belanja negara, maka defisit anggaran pada APBN tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp325,9 triliun (2,19 persen PDB). Besaran ini lebih rendah dibandingkan outlook APBN Perubahan tahun 2017 sebesar 2,67% terhadap PDB. Keseimbangan primer juga turun menjadi negatif Rp87,3 triliun dari outlook tahun 2017 sebesar negatif Rp144,3 triliun. Defisit anggaran tersebut akan ditutup dengan sumber-sumber pembiayaan anggaran yang mengacu pada kebijakan untuk mengendalikan rasio utang terhadap PDB dalam batas aman dan efisiensi pembiayaan anggaran agar tercapai fiscal sustainability. Selain itu, pembiayaan anggaran tahun 2018 juga diarahkan untuk pembiayaan investasi dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur, perbaikan kualitas pendidikan, dan UMKM.[3] Asumsi Dasar Ekonomi Makro
Ringkasan Postur APBNBerikut ringkasan postur APBN tahun 2018 dalam miliar rupiah:
APBN 2018 Tanpa PerubahanAPBN 2018 tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara dan belanja negara, serta defisit anggaran juga lebih dari yang direncanakan. Sehingga diputuskan oleh presiden Joko Widodo bahwa APBN 2018 tidak diadakan perubahan.[6] KritikFraksi Partai Gerindra menolak pengesahan RAPBN 2018 menjadi undang-undang dengan alasan pertumbuhan ekonomi yang gagal dicapai, rasio pendapatan negara terhadap PDB yang masih tinggi, hingga besaran utang pemerintah.[7] Sementara itu, Ekonom dari INDEF, Bhima Yudhistira, mengakui APBN 2018 yang telah disahkan oleh DPR belum ideal, lantaran sejumlah komponen yang ditetapkannya terbilang terlalu ambisius.[8] Referensi
|