Soang teritip
Branta leucopsis atau soang teritip (secara keliru disebut angsa teritip) termasuk dalam genus Branta dari soang hitam, yang mana meliputi spesies-spesies dengan bulu dan corak dominan hitam, membedakan mereka dengan spesies-spesies Anser abu-abu. Meski ada sedikit kesamaan dengan soang gosong, analisis genetika telah menunjukkan bahwa soang ini merupakan turunan timur dari silsilah soang pengoak (Branta hutchinsii). Taksonomi dan penamaanSoang teritip pertama kali diklasifikasikan secara taksonomi oleh Johann Matthäus Bechstein pada tahun 1803. Julukan spesifiknya berasal dari bahasa Yunani Kuno leuko- (putih) dan opsis (berwajah): "berwajah putih". Dalam bahasa Inggris, istilah "teritip" awalnya hanya untuk menyebut spesies soang ini dan baru kemudian juga untuk teritip krustasea. Terkadang diklaim bahwa kata tersebut berasal dari kata Keltik untuk "limpet" (semacam siput laut), tetapi pengertian sejarah tampaknya menunjukkan sebaliknya.[2] DeskripsiSoang teritip termasuk soang berukuran sedang, panjangnya 55–70 cm,[3] dengan lebar sayap 130–145 cm and massa tubuh 1,21–2,23 kg.[4][5] Mukanya berwarna putih; dada bagian atas, leher, dan kepala (bagian atas) berwarna hitam. Perutnya berwarna putih. Sayap dan punggungnya berwarna abu-abu perak dengan garis hitam-putih yang membuatnya terlihat bersinar ketika terpantul cahaya. PenyebaranSoang teritip berkembang biak sebagian besar di pulau-pulau Arktik di Samudra Atlantik. Ada tiga populasi utama, dengan penyebaran saat masa musim dingin dan pemuliaan (secara alamiah) yang berbeda; dari barat ke timur:
Sejumlah kecil burung-burung liar, yang melarikan diri dari kebun binatang, juga berkembang biak di negara-negara Eropa utara lainnya. Terkadang seekor burung liar akan muncul di timur laut Amerika Serikat atau Kanada, tetapi perlu dibedakan antara burung-burung liar dengan peliharaan yang lepas, sebab soang teritip merupakan unggas air yang populer di kalangan kolektor. Ekologi dan perilakuSoang teritip secara berkala membangun sarang di tebing gunung; jauh dari pemangsa (terutama rubah Arktik dan beruang kutub), tapi juga jauh dari makanan mereka. Seperti semua soang, anak-anak soang teritip tidak diberi makan oleh induknya. Makanan tidak dibawakan oleh induk soang teritip, tetapi anak-anak tersebut diarahkan oleh sang induk untuk meninggalkan sarang dan mencari makan sendiri. Karena tidak dapat terbang, anak-anak berumur 3 hari melompat dari tebing dan jatuh; ukuran mereka yang kecil, bulu dan berat tubuh yang sangat ringan menolong mereka dari cedera serius saat menghantam batu-batu di bawah, tapi banyak yang mati karenanya. Keributan yang disebabkan para induk selama peristiwa tersebut menarik perhatian rubah Arktik dan menangkap banyak anak-anak yang terluka atau mati. Rubah-rubah itu juga membuntuti anak-anak soang teritip yang sedang dibimbing induknya ke daerah makanan berupa lahan basah.[6] KonservasiSoang teritip merupakan salah satu spesies yang termasuk dalam penerapan Agreement on the Conservation of African-Eurasian Migratory Waterbirds (AEWA).[7] Menurut Perhimpunan Ornitologi Swedia soang-soang ini berkembang biak di Swedia pada tahun 1971, dan menurut Skansen (kebun binatang dan museum terbuka pertama di Stockholm, Swedia) 40 tahun yang lalu, kurang lebih, ketika seluruh populasi soang teritip yang tersisa di musim gugur kembali pada musim semi, sesaat setelah mereka mulai berkembang biak di alam liar. Cerita rakyatSejarah alam dari soang teritp telah lama dikelilingi dengan suatu legenda yang mengklaim bahwa mereka terlahir dari kayu apung:[8]
Legenda tersebut diulang-ulang secara luas, misalnya pada ensiklopedianya Vincent dari Beauvais yang luar biasa. Namun hal ini juga dikritik oleh para penulis lainnya dari Abad Pertengahan, termasuk Albertus Magnus.[8] Keyakinan ini kemungkinan terkait kenyataan bahwa soang-soang ini tidak pernah terlihat saat musim panas, saat di mana mereka diduga sedang berkembang di bawah laut (mereka sebenarnya berkembang biak di daerah Arktik yang terpencil) dalam bentuk teritip —yang mana kemudian nama "teritip" disematkan karena legenda ini. Berdasarkan legenda tersebut — memang kemungkinan diciptakan untuk tujuan ini[9] — beberapa klerus Irlandia menganggap daging soang teritip dapat dikonsumsi sebagai makanan saat hari puasa, suatu praktik yang dikritik oleh Giraldus Cambrensis, seorang penulis dari Wales:
Pada Konsili Lateran IV (tahun 1215), Paus Innosensius III secara eksplisit melarang konsumsi soang teritip selama masa Prapaskah, dengan alasan bahwa terlepas dari cara reproduksi mereka yang tidak biasa, mereka hidup dan makan seperti bebek dan juga sifatnya sama dengan burung-burung lain.[10] Pertanyaan mengenai hakikat soang teritip juga mengemuka sebagai suatu persoalan hukum makanan Yahudi seperti tercantum dalam Halakha, dan Rabbeinu Tam (1100–1171) menetapkan bahwa mereka adalah "kosher" (maknanya kurang lebih halal), sekalipun lahir dari pepohonan, dan harus disembelih sesuai ketentuan normal layaknya burung.[8] Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Branta leucopsis. Wikispecies mempunyai informasi mengenai Branta leucopsis.
|