Kalung lencana

Edward Fiennes de Clinton, Bupati Lincoln, mengenakan Kalung Lencana Orde Sabuk Mojah (sekitar tahun 1575)
Kaisar Brasil Dom Pedro II mengenakan Kalung Lencana Orde Mawar bersama alat-alat kebesaran Kaisar Brasil, lukisan karya Pedro Américo (tahun 1872)

Kalung lencana atau kalung lencana orde adalah rantai perhiasan leher yang kerap dibuat dari emas dan email, bertatahkan ratna mutu manikam, dan disangsangkan di sekeliling leher sebagai tanda keanggotaan orde aswasada. Kalung lencana adalah salah satu jenis kalung jabatan, peranti paling mentereng yang tercipta dari fenomena keberseragaman yang marak pada Abad Pertengahan dan Awal Zaman Modern. Orde-orde yang memiliki beberapa jenjang keanggotaan sering kali menjadikan kalung lencana sebagai atribut khusus untuk jenjang kepangkatan tertinggi (biasanya disebut Salib Kebesaran). Kalung lencana terbuat dari lempengan-lempengan yang dirangkai menyerupai pending dan biasanya dihiasi lambang-lambang orde, sementara lencana orde biasanya dijadikan bandulnya. Kadang-kadang lencana tersebut diberi nama menurut gambar yang terpampang; sebagai contoh, lencana Orde Sabuk Mojah dinamakan "Georgius" lantaran memuat gambar bendera Santo Georgius.

Sejarah

Sebuah tradisi Abad Pertengahan: Orde Kalung Lencana (abad ke-14)

Kalung lencana Orde Aditama Kabar Sukacita Mahakudus, kalung lencana tertua yang masih dipakai dewasa ini oleh Pangeran Vittorio Emanuele di Savoia

Orde-orde aswasada perdana adalah orde-orde tentara salib. Sebagai ciri khasnya, orde-orde ini menjahitkan salib dari kain beledu merah, hijau, atau hitam pada mantel anggotanya. Kemudian hari, anggota orde-orde aswasada menggunakan cincin, tekat gambar naga, bahkan sabuk mojah sebagai ciri khas ordenya. Menjelang akhir Abad Pertengahan, kaum kesatria berkuda kian menonjolkan lambang ordenya masing-masing, manakala medali, salib, dan ratna mutu manikam berbentuk satwa mulai dicantolkan pada seuntai kalung yang disangsangkan mengelilingi leher dan disebut kalung jabatan.

Pada abad ke-14, Amadeus VI, Bupati Savoye (tahun 1343–1383) mendirikan Orde Kalung Lencana,[1] yang didarmabaktikan kepada Santa Perawan Maria.[1] Ciri khasnya yang paling utama dan yang paling tua adalah kalung lencananya. Bandul kalung lencana ini adalah sekeping medali emas berukir gambar peristiwa pewartaan kabar sukacita kepada Santa Perawan Maria oleh Malaikat Agung Gabriel. Medali ini dibingkai ukiran tiga simpul Savoye yang bertumpang-tindih dihiasi salib-salib bakung kecil, dan di pertengahan bagian atas bingkai, di antara dua simpul Savoye, terukir gambar seberkas cahaya beserta seekor burung merpati, lambang Roh Kudus, yang juga terbuat dari emas.

Lantaran sama-sama dijiwai oleh devosi kepada Santa Perawan Maria, kebiasaan mengenakan kalung lencana menyebar ke seluruh Eropa bersamaan dengan kebiasaan mengalungkan rosario di leher. Kebiasaan ini sampai ke Inggris pada abad ke-15.[2]

Raja Prancis Charles VIIII mengenakan kalung lencana Orde Santo Mikhael

Kalung lencana Suf Emas (tradisi abad ke-15)

Para kesatria beberapa orde aswasada Eropa mengenakan kalung lencana yang beraneka ragam. Kebiasaan mengenakan kalung lencana diprakarsai oleh Adipati Burgundia Philippe III. Kepada para kesatria aggota Orde Suf Emas, sang adipati memberikan lencana suf emas, yakni seuntai kalung dari "lempengan emas kerawang, bertatah tiruan rijang hitam dan rijang putih dari email, berbandul suf emas".[3]

Keterkaitan dengan Prancisː kalung lencana Santo Mikhael diciptakan pada tahun 1469

Kebiasaan ini diikuti Raja Prancis Louis XI ketika mendirikan Orde Santo Mikhael pada tahun 1469. Para kesatria anggota orde ini diberinya kalung lencana berupa rencengan cangkang simping. Yang paling terkenal adalah kalung lencana yang dianugerahkan sebagai tanda kehormatan kepada Raoul de Lannoy seusai perang pengepungan Quesnoy.[4] Panjang kalung dijadikan dua kali lipat panjangnya yang semula oleh Raja Prancis Charles VIII. Potret resmi pertama Raja Prancis yang mengenakan kalung lencana ini adalah potret Raja Louis XII pada tahun 1514. Sejak saat itu, semua Raja Prancis mengenakan kalung lencana Orde Santo Mikhael sampai paguyuban itu dibubarkan pada tahun 1830.[5] Orde Pembebasan mendaku sebagai penerus Orde Santo Mikhael pada tahun 1945 dan menciptakan kalung lencana sendiri, karya empu kriya emas Gilbert Poillerat,[6] yang dikenakan Presiden Charles de Gaulle dalam potret resminya, lantaran lebih menyukai salib Lotharingen pada kalung lencana tersebut daripada lambang-lambang pada Kalung Lencana Kebesaran Legiun Kehormatan.[7]

Karena Orde Santo Mikhael hanya beranggotakan kaum pria, Permaisuri Anne d'Autriche mendirikan Orde Kalung Lencana Samawi Rosario Suci pada tahun 1647 dengan bantuan kapelannya, padri Dominikan Prancis François Arnoul, sehingga sekali lagi membuktikan keterkaitan kalung lencana dengan rosario sebagai peranti devosi. Anggaran dasar orde baru tersebut erat dikaitkan dengan wejangan kepada lima puluh dara bertakwa dan sekalian jiwa budiman, demi memulihkan devosi kepada Bunda Maria dan menganjurkan kekudusan bagi kaum wanita yang berkiprah di lingkungan Gereja Katolik di Prancis.[8]

Tradisi yang menyebar ke Inggris: Raja Henry VIII dan kalung lencana Orde Sabuk Mojah (abad ke-16)

Raja Henry VIII mengenakan kalung lencana Orde Sabuk Mojah

Sampai dengan masa pemerintahan Raja Henry VIII, Orde Sabuk Mojah, sama seperti orde-orde aswasada kenamaan yang terdahulu, tidak mengenal kalung lencana. Meskipun demikian, Raja Henry VIII ingin dipandang sejajar dalam segala hal dengan raja-raja Eropa Daratan, sebagaimana terjabar di dalam anggaran dasar yang ditandatangani Pejabat Pencatat Orde pada tanggal 5 Januari 1508 dan dikirimkan kepada Kaisar Romawi Suci Maksimilianus I. Kalung lencana kesatria Sabuk Mojah yang ada sekarang ini, yakni rangkaian simpul-simpul emas dan sabuk-sabuk mojah bertimang emas yang membingkai mawar putih berlapik mawar merah, berasal dari zaman kulawangsa Tudor. Pada tahun 1672, antikuarius Inggris Elias Ashmole memaparkan perubahan kalung lencana Orde Sabuk Mojah dari bentuknya yang semula dijabarkan Raja Henry VIII, yaitu "seuntai kalung emas, bermata rantai menyerupai sabuk mojah dengan sekuntum mawar merah kirmizi, berbandul citra Santo Georgius".[9] Kebanyakan orde aswasada Inggris dewasa ini memiliki kalung lencana yang masih dikenakan pada kesempatan-kesempatan istimewa, yakni pada hari-hari kalung lencana. Orde Darmabakti Istimewa, Orde Jasa, Orde Sahabat Kehormatan, dan Orde Darmabakti Kekaisaran adalah pengecualiannya.

Kejayaan kalung lencana pada abad ke-18

Selepas abad ke-17, masa jaya kalung lencana pun berakhir. Kalung lencana hanya dikenakan dalam upacara-upacara kebesaran, sementara dalam kehidupan sehari-hari sudah tergantikan oleh pemakaian bintang yang disematkan di dada dan lencana yang dicantolkan pada pita. Banyak orde melanggengkan kebiasaan mengenakan kalung lencana, dan jika keanggotaan orde terbagi menjadi beberapa jenjang kepangkatan maka kalung lencana dijadikan atribut khusus bagi jenjang tertinggi. Pengecualian yang menonjol adalah Portugal.

Pada akhir abad ke-18, rata-rata orde aswasada Eropa hanya memiliki satu jenjang kepangkatan, yaitu kesatria berkuda, dan meskipun biasanya berkalung lencana, kini salib atau lencana mereka dicantolkan pada seutas pita yang dikalungkan di leher atau disampirkan di pundak kanan. Ketika orde-orde menjadi lebih demokratis, keanggotaannya pun mulai dibedakan menjadi beberapa jenjang kepangkatan, dan hanya jenjang tertinggi, yaitu "Kesatria Salib Kebesaran", yang mengenakan kalung lencana. Orde-orde Negeri Belanda tidak mengenal kalung lencana, tetapi beberapa orde Belgia, rata-rata orde Austria dan Prusia, serta beberapa orde Portugal memiliki kalung lencana. Di Portugal, semua anggota orde aswasada mengenakan kalung lencana, hanya saja kalung lencana Kesatria Salib Kebesaran dibuat jauh lebih mentereng.

Grand Collier de la Légion d'Honneur

Sejak permulaan abad ke-19, kalung lencana sudah dipakai sebagai tanda jabatan guru besar orde aswasada. Napoleon I memperkenalkan kalung lencana Grand Aigle (Elang Kebesaran) untuk menggantikan kalung lencana Salib Kebesaran sebagai tanda pangkat tertinggi di dalam orde Legiun Kehormatan yang dibentuknya. Napoleon membagi-bagikan 15 kalung lencana emas tersebut kepada sanak saudara dan menteri-menteri besarnya. Kalung lencana Elang Kebesaran tidak bertahan sesudah Napoleon terjungkal dari tampuk kuasa, dan akhirnya dihapuskan pada tahun 1815. Napoleon juga memperkenalkan kalung lencana Grand Collier de la Légion d'Honneur yang merupakan Kalung Lencana Kebesaran pertama yang dikenakan di luar sebuah orde religius. Presiden Prancis mengenakan kalung lencana Orde Legiun Kehormatan. Dewasa ini, pangkat Kalung Lencana Kebesaran kerap diposisikan di atas pangkat Salib Kebesaran, dan dikhususkan bagi presiden serta para kepala negara asing sebagaimana yang dilakukan di negara Brasil.

Ilmu kebentaraan

Lukisan potret Bupati Leicester Robert Dudley, lambang kebesarannya di sebelah kiri dibingkai kalung lencana Orde Santo Mikhael

Di bidang ilmu kebentaraan, sebagian besar anggota orde aswasada dibenarkan memampang kalung lencana orde pada lambang kebesarannya (jika yang bersangkutan memang berhak mengenakan kalung lencana). Sering kali ada aturan ketat mengenai cara memampang kalung lencana pada lambang kebesaran. Biasanya kalung lencana ditampilkan melingkari perisai, tetapi bisa juga sebagian kalung tersembunyi di balik perisai. Kadang-kadang hanya sebagian dari kalung beserta lencana yang ditampilkan menjuntai di bawah perisai.

Kalung-kalung lencana dari berbagai macam orde aswasada kadang-kadang ditampilkan bersama-sama pada kelengkapan, yakni melingkari perisai pada lambang kebesaran beberapa kepala negara monarki. Meskipun kelengkapan standar rata-rata menampilkan gambar kalung lencana tertentu, bukan berarti gambar kalung lencana lain (yang layak dikenakan si pemilik lambang kebesaran) tidak boleh dipampang atau menggantikan gambar tersebut. Beberapa kelengkapan kebesaran menampilkan lebih dari satu untai kalung lencana, sementara kelengkapan lain hanya menampilkan seuntai kalung lencana; Lambang kebesaran kepala negara Norwegia hanya menampilkan gambar kalung lencana Orde Santo Olaus melingkari perisai, sementara lambang kebesaran kepala negara Denmark menampilkan kalung lencana dari dua orde aswasada negara itu, yakni Orde Gajah dan Orde Dannebrog. Pada lambang kebesaran negara Swedia yang lebih besar, yang ditampilkan adalah kalung lencana Orde Serafim. Kalung lencana Orde Leopold juga ditampilkan pada lambang kebesaran nasional Belgia.

Akhir hayat penerima

Bilamana seorang anggota orde aswasada tutup usia, biasanya kalung lencana tidak ikut dikubur bersama jenazahnya, tetapi dapat dipajang beralaskan bantal di atas peti matinya (bersama tanda-tanda jasa dan pangkat lain yang pernah diterima mendiang) selama upacara duka berlangsung. Banyak orde aswasada mewajibkan pengembalian kalung lencana dan mungkin juga tanda-tanda pangkat lainnya kepada pihak berwenang yang menganugerahkannya bilamana anggota yang menerimanya sudah tutup usia. Sering kali orde aswasada mewajibkan tanda penghargaan itu dikembalikan secara langsung kepada orde oleh seorang kerabat laki-laki mendiang.

Orde dengan kalung lencana sebagai tanda pangkat tertinggi

Banyak orde juga menjadikan kalung sebagai perhiasan yang dikenakan saat menghadiri upacara-upacara resmi. Kalung lencana dikenakan oleh semua kesatria berkuda di dalam orde aswasada yang hanya memiliki satu jenjang kepangkatan, tetapi hanya dikenakan oleh kesatria-kesatria berkuda yang paling tinggi pangkatnya di dalam orde aswasada yang memiliki lebih dari satu jenjang kepangkatan. Meskipun demikian, di dalam beberapa orde, kalung lencana merupakan suatu pangkat tersendiri yang lebih tinggi daripada pangkat Kesatria Salib Besar, yaituː

Eropa

Amerika

Ratu Elizabeth II mengenakan kalung lencana kebesaran Orde Bintang Pari dari negara Brasil, tahun 2006

Afrika

Asia

Timur Tengah

Asia Tenggara & Asia Utara

Oseania


* berarti kalung lencana harus dipulangkan kepada orde apabila anggota penerimanya sudah meninggal dunia
† berarti orde sudah tidak beroperasi tetapi belum resmi dibubarkan

Galeri

Rujukan

  1. ^ a b Syr Gawayn and the Grene Knyzt-(Penutup), J. R. Hulbert, Modern Philology, Jld. 13, No. 12 (Apr., 1916), 140.
  2. ^ Evans, Joan (1989-01-01). A History of Jewellery, 1100-1870 (dalam bahasa Inggris). Courier Corporation. hlm. 77. ISBN 978-0-486-26122-5. 
  3. ^ "Men's fashion". Fashions of the Hapsburg Era: Austria-Hungary (dalam bahasa Inggris). Metropolitan Museum of Art. 1979. hlm. 3. 
  4. ^ Fontenay, Eugène (1887). Les bijoux anciens et modernes (dalam bahasa Prancis). Maison Quantin. hlm. 189. 
  5. ^ Boulton d'Arcy, Jonathan Dacre (2000). The Knights of the Crown: The Monarchical Orders of Knighthood in Later Medieval Europe, 1325-1520 (dalam bahasa Inggris). Boydell Press. hlm. 442. ISBN 978-0-85115-795-5. 
  6. ^ Chaffanjon, Arnaud (1969). Les grands ordres de Chevalerie (dalam bahasa Prancis). S.E.R.G. hlm. 117. 
  7. ^ Bonfait, Olivier; Desmas, Anne-Lise; Marin, Brigitte (2003). Les portraits du pouvoir: actes du colloque (dalam bahasa Prancis). Somogy. hlm. 231. ISBN 978-2-85056-608-0. 
  8. ^ Arnoul, François (1647). Institution de l'Ordre du Collier Céleste du Sacré Rosaire (dalam bahasa Prancis). Paris & Lyon: Jacques Carteron. 
  9. ^ Ashmole, Elias (1672). "7. The Habit and Ensigns of the Order". The Institution, Laws and Ceremonies of the Most Noble Order of the Garter (dalam bahasa Inggris). J. Macock. hlm. 222. 

Baca juga

Kembali kehalaman sebelumnya