Kabupaten Tana Tidung
Sejak tahun 2012, kabupaten ini merupakan bagian dari provinsi Kalimantan Utara, seiring dengan pemekaran provinsi baru tersebut dari provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten ini merupakan kabupaten dengan penduduk paling sedikit dari semua kabupaten/kota di Indonesia, sebanyak 25.584 jiwa tercatat di sensus 2020;[3] sensus tahun 2021 menunjukkan jumlah penduduk kabupaten ini sebanyak 25.584 jiwa;[4] dan pada pertengahan 2023 berjumlah 27.980 jiwa.[1] SejarahEtimologiNama Tidung berasal dari kata tiding atau tideng, yang berarti "bukit" atau "gunung". Tana Tidung secara kasar berarti "Tanah Tidung", mengacu pada wilayah tersebut sebagai tanah air orang Tidung. Nama dari kota Tideng Pale (baca: tidung pala) berasal dari dua kata dalam bahasa Tidung, tideng yang berarti "bukit" atau "gunung" dan pale yang berarti "tawar" atau "hambar"; jika disatukan maka bermakna "bukit yang hambar".[5] Gunung yang hambar bermaksud kepada gunung yang di bawah kaki gunung tersebut mengalir Sungai Sesayap. Air dari Sungai Sesayap ini jika terjadi musim kemarau maka daerah tersebut adalah perbatasan antara air sungai yang berasa tawar dan air sungai yang berasa asin, maka disebutlah Tideng Pale atau gunung pembatas antara air tawar dan air asin. Nama Tanah Tidung berasal dari Afdeeling Tidoengschelanden (artinya Afdeling Tanah Tidung).[6] Sejarah awalWilayah ini adalah rumah bagi kerajaan asli yang dikenal sebagai Kerajaan Tidung, yang berasal dari abad ke-11.[7][8] Penyebaran Islam di Indonesia kemudian mempengaruhi wilayah tersebut.[9] Keberadaan Kerajaan Tidung sebelum penyebaran Islam diperdebatkan dan beberapa berpendapat bahwa alih-alih menjadi kerajaan, itu adalah konfederasi suku.[10] Kerajaan lain, Berayu, juga ada di wilayah tersebut. Raja pertama Berayu diduga berkerabat dengan rakyat Kerajaan Kutai. Kerajaan tersebut berpusat di tempat yang sekarang disebut Malinau Kota tetapi memiliki pengaruh hingga Nunukan selatan. Pada masa kerajaan-kerajaan suku, disebut juga sebagai "Tidung purba", diakhiri dengan perkawinan Ratu Ikenawai dan Radja Laoet dari Kesultanan Sulu pada tahun 1557.[11] Sebuah kerajaan Islam baru yang berpusat di Pulau Tarakan lahir dan disebut sebagai Kerajaan Kalkan atau Dinasti Tenggara. Pada tahun 1900, Kerajaan Tidung memindahkan ibu kotanya dari Tarakan ke Malinau. Antara abad ke-18 dan ke-19, Kerajaan Tidung merupakan salah satu kekuatan regional utama di wilayah tersebut, bersama dengan Kesultanan Bulungan.[7] Belanda yang baru tiba mengganggu persaingan yang dihasilkan. Acara yang paling dikenal adalah pernikahan kerajaan antara Sultan Bulungan dan dua putri, satu dari Berau dan satu lagi dari Tidung.[7] Raja Tidung terakhir, Datoe Adil, mengadopsi kebijakan anti-Belanda dan menentang monopoli atas barang-barang di wilayah yang dipaksakan oleh Belanda.[7] Hal ini menimbulkan perselisihan dalam masalah internal, sehingga Bulungan menyerbu Tidung dengan bantuan Belanda pada tahun 1916.[12][7] Tana Tidung menjadi bagian dari Afdeeling Tidoengschelanden (Afdeeling Tanah Tidung) di bawah Hindia Belanda dan kemudian republik Indonesia yang baru terbentuk setelah Revolusi Nasional Indonesia.[13][7] Masuknya orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut ke Islam pada abad ke-15 dan ke-16 umumnya diyakini oleh para arkeolog sebagai awal dari terpisahnya identitas orang Tidung dari suku Dayak di sekitarnya.[14][7] Masih diperdebatkan apakah mengklasifikasikan orang Tidung sebagai bagian dari kelompok Dayak yang lebih besar atau sebagai kelompok etnis asli yang terpisah seperti suku Banjar.[7] Sedangkan orang Tidung digolongkan oleh Tjilik Riwut sebagai bagian dari suku Murut.[15] Orang Tidung sering menyebut dirinya sebagai Dayak Islam atau Dayak Muslim.[16] GeografiKabupaten Tana Tidung memiliki luas wilayah sebesar 4.058,70 kilometer (2.521,96 mi).[17] Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Nunukan di bagian utara, Laut Sulawesi dan kota Tarakan di bagian timur, Kabupaten Malinau di bagian barat, dan Kabupaten Bulungan di bagian selatan. Topografi wilayah bervariasi antara kelas 0–40%. Namun, sebagian besar dianggap sebagai daerah dataran tinggi dengan lereng yang curam; sebagian besar tanah datarnya dengan kemiringan kurang dari 8% berada di sepanjang pantai. Komposisi tanah kabupaten ini didominasi oleh ultisol dan inceptisol dan umumnya tidak cocok untuk pertanian skala besar.[17] Kabupaten Tana Tidung memiliki iklim tropis dengan kelembapan tinggi, curah hujan tahunan tinggi, dan perubahan suhu yang relatif kecil, berkisar antara 21–25 °C (70–77 °F), dengan rata-rata 26,9 °C (80,4 °F). Curah hujan antara 151–376 milimeter (5,9–14,8 in) dan bervariasi antara musim hujan dan kemarau. Tingkat kelembapan berada di antara 83 dan 87%.[17] Batas wilayahKabupaten Tana Tidung berbatasan dengan:
PemerintahanJumlah ASN (Aparatur Sipil Negara) Kabupaten Tana Tidung Per 31 Desember 2022 dengan total 1.799 (PNS 1.773 dan PPPK 26) terdiri dari 905 Perempuan dan 894 Laki-laki. Terdiri dari 13 orang Pegawai golongan I, 387 orang Pegawai Golongan II, 1.255 orang Pegawai golongan III, 118 orang Pegawai Golongan IV. Kemudian untuk Golongan PPPK terdiri dari, 8 orang PPPK Golongan VII, 17 orang Golongan IX dan 1 orang Golongan X. BupatiSejak terbentuknya Kabupaten Tana Tidung, pemerintah menunjuk Zaini Anwar sebagai Pejabat Bupati (Pj. Bupati) Tana Tidung pada tahun 2007. Pada tanggal 18 Januari 2010, gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak melantik Undunsyah sebagai bupati dan Markus Yungkin sebagai wakil bupati Tana Tidung periode 2010-2015 dan telah disetujui dalam sebuah rapat sidang paripurna istimewa DPRD Kabupaten Tana Tidung. Lalu pada tanggal 19 Januari 2015, Penjabat Bupati, Ahmad Bey Yasin, dilantik oleh Irianto Lambrie (Pj. GUbernur Kaltara) untuk menggantikan Undunsyah. Pada tanggal 26 Agustus 2015, pemerintah menunjuk Sanusi sebagai Pejabat Bupati (Pj. Bupati Tana Tidung). Selanjutnya, tanggal 17 Februari 2016, Undunsyah dilantik kembali sebagai bupati dan Markus Yungkin sebagai wakil bupati Tana Tidung periode 2016-2020, oleh gubernur Kalimantan Utara, Irianto Lambrie. Saat ini, bupati yang menjabat di Tana Tidung ialah Ibrahim Ali, didampingi wakil bupati, Hendrik. Mereka menang pada pemilihan umum bupati Tana Tidung 2020. Kemudian dilantik sebagai bupati dan wakil bupati terpilih oleh gubernur Kalimantan Utara, Zainal Arifin Paliwang, pada 26 Februari 2021, untuk periode 2021-2024.[18]
Dewan PerwakilanDPRD Tana Tidung beranggotakan 20 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRD Tana Tidung terdiri dari 1 Ketua dan 2 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik dengan jumlah kursi terbanyak. Anggota DPRD Tana Tidung yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 20 Agustus 2019 oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Selor, Benny Sudarsono, di Kantor DPRD Kabupaten Tana Tidung.[20] KecamatanKabupaten Tana Tidung terdiri dari 5 kecamatan dan 32 desa. Pada tahun 2020, jumlah penduduknya mencapai 25.584 jiwa dengan luas wilayah 4.058,70 km² dan sebaran penduduk 6 jiwa/km².[21][22] Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Tana Tidung, adalah sebagai berikut:
DemografiSuku bangsaKabupaten Tana Tidung dihuni oleh dua suku utama, yakni suku Tidung dan suku Dayak. Nama kabupaten ini sendiri diambil dari suku asli yakni Tidung. Pengaruh suku dan budaya Tidung dan Dayak, bercampur dalam kehidupan masyarakat Tana Tidung.[23] Polemik uang rupiah pecahan 75.000 yang mencuat pada 17 Agustus 2020, menjadi sebuah informasi bagi masyarakat Indonesia tentang suku Tidung.[24] Salah budaya orang Tidung yang masih dilestarikan hingga sekarang ialah budaya tolak bala di bulan safar. Meskipun tradisi ini juga dilakukan di kabupaten lain, tradisi ini tetap menjadi agenda rutin oleh umat Islam di Tana Tidung. Kegiatan tolak bala ini diisi dengan bacaan selawat Nabi dan doa meminta perlindungan dan pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa.[25] Sementara untuk adat Dayak, salah satu tradisi yang masih dilestarikan ialah Nutu Luntungan. Tradisi Nutu Luntungan ini adalah tradisi menumbuk padi pasca panen, padi ditumbuk di lesung yang panjang. Tradisi ini wajib dilakukan oleh laki-laki dan perempuan orang Dayak Belusu, dengan cara menumbuk padi diiringi nyayian saling sahut menyahut.[26] AgamaKeragaman budaya Tidung dan Dayak berpengaruh pada agama yang dianut masyarakat Tana Tidung. Data Kementerian Dalam Negeri 2023 mencatat, mayoritas penduduk Tana Tidung menganut agama Islam. Adapun banyaknya penduduk kabupaten ini menurut agama yang dianut yakni Islam sebanyak 78,44%, kemudian Kekristenan sebanyak 21,37%, dengan rincian Protestan sebanyak 13,02% dan Katolik sebanyak 8,36%. Sebagian kecil menganut agama Buddha yakni 0,17% dan Hindu 0,01%. Untuk sarana rumah ibadah, terdapat 32 masjid, 26 gereja Protestan, 8 gereja Katolik, dan 1 vihara.[1][4] PendidikanData Pendidikan Kabupaten Tana Tidung bersumber dari Data Pokok Pendidikan Tana Tidung (dapo.kemendikbud.go.id). Yang berisikan data-data jumlah sekolah, guru, peserta didik, pegawai, ruang kelas, ruang perpustakaan dan rombongan belajar pada tahun ajaran 2021/2022 semester Genap. Kecamatan Sesayap memiliki jumlah sekolah paling banyak di antara kecamatan lainnya yakni sebanyak 33 unit sekolah dan memiliki jumlah peserta didik atau siswa/siswi yakni sebanyak 2.697 siswa/siswi dan guru sebanyak 248 guru. Kecamatan Sesayap Hilir memilikim24 unit sekolah, 1.750 siswa/siswi dan 207 guru. Kecamatan Betayau memiliki 10 unit sekolah, 757 siswa/siswi dan 81 guru. Serta Kecamatan Muruk Rian memiliki 12 Unit sekolah, 727 siswa/siswi dan 100 guru. Lihat pulaReferensi
Pranala luar
|