Kabupaten Sukamara

2°35′48.66″S 111°10′41.38″E / 2.5968500°S 111.1781611°E / -2.5968500; 111.1781611

Kabupaten Sukamara
Masjid Agung Ad-Durrun Nafis Sukamara
Masjid Agung Ad-Durrun Nafis Sukamara
Lambang resmi Kabupaten Sukamara
Motto: 
Gawi Barinjam
"Gotong royong untuk tujuan mulia"
Peta
Peta
Kabupaten Sukamara di Kalimantan
Kabupaten Sukamara
Kabupaten Sukamara
Peta
Kabupaten Sukamara di Indonesia
Kabupaten Sukamara
Kabupaten Sukamara
Kabupaten Sukamara (Indonesia)
Koordinat: 2°37′36″S 111°14′13″E / 2.62675°S 111.23681°E / -2.62675; 111.23681
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Tengah
Tanggal berdiri10 April 2003
Dasar hukumUU No. 5 Tahun 2003
Ibu kotaSukamara
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 5
  • Kelurahan: 3
  • Desa: 29
Pemerintahan
 • BupatiRendi Lesama (Pj.)
 • Wakil Bupatilowong
Luas
 • Total3.827,00 km2 (1,477,61 sq mi)
Populasi
 (30 Juni 2024)[2]
 • Total66.118
 • Kepadatan17/km2 (45/sq mi)
Demografi
 • Agama
  • 81,93% Islam
  • 4,85% Hindu
  • 0,18% Buddha
  • 0,05% Konghucu[2]
 • BahasaIndonesia (resmi), Melayu, Dayak, Banjar
 • IPMKenaikan 70,35 (2023)
 tinggi [3]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
6206 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0532
Pelat kendaraanKH
Kode Kemendagri62.08 Edit nilai pada Wikidata
DAURp 440.082.093.000,- (2020)
Situs websukamarakab.go.id


Kabupaten Sukamara adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Ibu kotanya adalah kecamatan Sukamara. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 3.827 km² dan berpenduduk sebanyak 44.952 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010), dan 66.118 jiwa pada pertengahan tahun 2024.[2][4]

Kabupaten ini sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Kotawaringin Barat, pada tanggal 10 April 2003 dikeluarkan Undang-undang No. 5 Tahun 2003 tentang Pengukuhan/Pemekaran 8 Kabupaten, maka Kabupaten Kotawaringin Barat dimekarkan dan ditambah dengan Kabupaten Lamandau. Sukamara berbatasan langsung dengan provinsi Kalimantan Barat.

Sejarah

Tanjung Sambar

Pulau Kalimantan kuno terbagi menjadi 3 wilayah negara kerajaan induk: Borneo (Brunei), Sukadana (Tanjungpura) dan Banjarmasin (Bumi Kencana). Tanjung Dato adalah perbatasan wilayah mandala Borneo (Brunei) dengan wilayah mandala Sukadana (Tanjungpura), sedangkan Tanjung Sambar batas wilayah mandala Sukadana/Tanjungpura dengan wilayah mandala Banjarmasin (daerah Kotawaringin).[5][6] Daerah aliran Sungai Jelai, di Kotawaringin di bawah kekuasaan Banjarmasin, sedangkan sungai Kendawangan di bawah kekuasaan Sukadana.[7] Perbatasan di pedalaman, perhuluan daerah aliran sungai Pinoh (Lawai, wilayah Dayak U'ud Danum) termasuk dalam wilayah Kerajaan Kotawaringin (bawahan Banjarmasin)[8]

Keadipatian Kotawaringin (1530)

Sebelum berdirinya Kerajaan Kotawaringin, Raja-raja Banjar sebagai penguasa sepanjang pantai selatan dan timur pulau Kalimantan telah mengirim menteri-menteri untuk mengutip upeti kepada penduduk Kotawaringin. Nenek moyang suku Dayak yang tinggal di hulu-hulu sungai Arut telah memberikan kepada Sultan Banjarmasin debu emas sebanyak yang diperlukan untuk membuat sebuah kursi emas. Selepas itu dua orang menteri dari Banjarmasin bernama Majan Laut dan Tongara Mandi telah datang dari Tabanio ke Kumai dan tinggal di situ. Kedua bersaudara inilah yang mula-mula membawa Islam ke wilayah Kotawaringin. Majan Laut kemudian terlibat perseteruan dengan saudaranya dan selanjutnya ia pindah dari Kumai ke Belitung dan tinggal di sana. Tongara Mandi kemudian pindah dari Kumai ke daerah kuala Kotawaringin di mana dia sebagai pendiri Kotawaringin Lama di pinggir sungai Lamandau. Dia kemudian meninggalkan tempat ini karena diganggu oleh lanun/perompak dan membuka sebuah kampung baru, lebih jauh ke hulu, di sungai Basarah, salah satu anak sungai di sebelah kiri. Dalam Hikayat Banjar tokoh yang mendapat perintah dari Marhum Panembahan [sultan Banjar IV yang memerintah 1595-1642] untuk menjabat adipati Kotawaringin bernama Dipati Ngganding (Kiai Gede) yang merupakan mertua dari Pangeran Dipati Anta-Kasuma karena menikahi Andin Juluk, puteri dari Dipati Ngganding.

Lebih kurang 15 tahun kemudian, Kiai Gede putera dari Majan Laut datang dari Belitung dan tinggal dengan pamannya, Tongara Mandi. Kiai Gede membujuk pamannya untuk mengkaji keadaan negeri tersebut dan memilih suatu tempat yang lebih sesuai sebagai ibu kota. Untuk tujuan ini mereka mula-berjalan menghulu sungai Arut dan tempat tinggal mereka saat itu dekat Pandau. Kemudian mereka membuat perjalanan menghulu sungai Lamandau, hingga ke anak sungai Bulik. Kemudian mereka bermimpi bahwa mereka mestilah menetapkan lokasi yang terpilih pada tempat di mana perahu mereka melanggar sebuah batang pohon pisang, kemudian mereka juga berlayar menuju hilir. Sesuai mimpi tersebut mereka menemukan suatu lokasi yang tepat yang kemudian menjadi lokasi di mana terletak Kotawaringin tersebut. Tetapi lokasi tersebut sudah terdapat suatu kampung Dayak yang besar yang disebut Pangkalan Batu. Penduduk kampung tersebut enggan membenarkan para pendatang ini tinggal di sana. Oleh sebab itu mereka menghalau orang Dayak dari situ dan merampas dari mereka beberapa pucuk cantau (senapang) Cina dan dua buah belanga (tempayan Cina). Orang Dayak yang kalah tersebut berpindah ke arah barat yaitu tasik Balida di sungai Jelai dan menyebut diri mereka Orang Darat atau Orang Ruku. Oleh karena dia sudah tua, Tongara Mandi kemudian menyerahkan pemerintahan kepada Kiai Gede. Perlahan-lahan Kiai Gede meluaskan kuasanya kepada suku-suku Dayak dan tetap tergantung pada Kesultanan Banjarmasin.

Kerajamudaan Kotawaringin (1637)

Kurang lebih 35 tahun selepas pemerintahan Kiai Gede, tibalah di Kotawaringin Pangeran Dipati Anta-Kasuma putera dari Marhum Panembahan (Sultan Banjar IV). Kedatangannya disertai Putri Gilang anaknya. Sebelumnya mereka bersemayam di Kahayan, Mendawai dan Sampit. Kemudian mereka berangkat ke Sembuluh dan Pembuang, di tempat terakhir inilah Pangeran Dipati Anta-Kasuma sempat tertarik dan ingin bersemayam pada lokasi tersebut tetapi dilarang oleh para menterinya. Ia bersumpah bahwa semenjak saat itu tempat tersebut dinamakan Pembuang artinya tempat yang terbuang atau tidak jadi digunakan. Dari sana kemudian Pangeran berangkat ke sungai Arut. Disini dia tinggal beberapa lama di kampung Pandau dan membuat perjanjian persahabatan dengan orang-orang Dayak yang menjanjikan taat setia mereka.[9]

Perjanjian ini dibuat pada sebuah batu yang dinamakan Batu Patahan, tempat dikorbankannya dua orang, di mana seorang Banjar yang menghadap ke laut sebagai arah kedatangan orang Banjar dan seorang Dayak yang menghadap ke darat sebagai arah kedatangan orang Dayak, kedua disembelih darahnya disatukan berkorban sebagai materai perjanjian tersebut.[10] Kemudian Pangeran Dipati Anta-Kasuma berangkat ke Kotawaringin di mana Kiai Gede mengiktirafkan Pangeran sebagai raja dan Kiai Gede sendiri menjabat sebagai mangkubumi.

Kutipan Hikayat Banjar dan Kotawaringin:

Maka waktu itu Marhum Panembahan menyatukan Kota Waringin itu kepada Pangeran Dipati Anta-Kasuma itu. Yang disuruh manduduk itu Dipati Ngganding pada Kota Waringin itu; Dipati Ngganding itu diserahkan arah Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Itulah maka Dipati Ngganding diam di Kota Waringin itu; maka demikian itulah awal mulanya maka Sukadana tiada lagi memberi upeti ke Martapura itu. Banyak tiada tersuratkan itu.

Kerajaan Kotawaringin merupakan pecahan kesultanan Banjar pada masa Sultan Banjar IV Mustainbillah yang diberikan kepada puteranya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Sebelumnya Kotawaringin merupakan sebuah kadipaten, yang semula ditugaskan oleh Sultan Mustainbillah sebagai kepala pemerintahan di Kotawaringin adalah Dipati Ngganding (1615). Oleh Dipati Ngganding kemudian diserahkan kepada menantunya Pangeran Dipati Anta-Kasuma. Menurut Hikayat Banjar, wilayah Kotawaringin adalah semua desa-desa di sebelah barat Banjar (sungai Banjar = sungai Barito) hingga sungai Jelai.[11] Sultan Banjar V, Inayatullah (= Pangeran Dipati Tuha 1/Ratu Agung), abangnya Pangeran Dipati Anta-Kasuma menganugerahkan gelar Ratu Kota Waringin kepada Pangeran Dipati Anta-Kasuma, kemudian menyerahkan desa-desa di sebelah barat Banjar (= sungai Barito) hingga ke Jelai (sungai Jelai). Ratu Kota-Waringin kemudian kembali ke Kotawaringin sambil membawa serta Raden Buyut Kasuma Matan.[11] Ratu Kota Waringin sebenarnya tidak bersemayam di dalem (istana) tetapi di atas sebuah rakit besar (= lanting) yang ditambatkan di sana. Ratu Kota-Waringin memperoleh seorang puteri lagi yang dinamai Puteri Lanting, dengan seorang wanita yang dikawininya di sini. Baginda berangkat ke sungai Jelai dan membuka sebuah kampung di pertemuan sungai Bilah dengan sungai Jelai. Daerah ini dinamakan Sukamara karena ada suka dan ada mara (= maju menuju ke depan dari arah kedatangannya dari negeri Banjar).[11]

Kutipan Hikayat Banjar dan Kotawaringin:

Sudah kemudian daripada itu maka Ratu Kota Waringin maatur kepada Ratu Agung hendak mantuk ke Kota Waringin. Maka Raden Buyut Kasuma Matan itu dibawa oleh Ratu Kota Waringin, dibawa ke Kota Waringin. Maka Ratu Agung menyerahkan akan desa-desa sebelah barat Banjar hingga Jelai. Maka Ratu Kota Waringin pergilah, maka masuk Jelai berbuat tempat itu dinamakan Sukamara. Maka kata Ratu Kota Waringin: "Ini aku namakan Sukamara karena sebab sukanya ada maranya ada." Maka beberapa lamanya diam di sana maka Ratu Kota Waringin mendarat ke Kota Waringin itu, lalu diamlah di Kota Waringin menetapkan tahta perintah di Kota Waringin.

Datok Nakhoda Muhammad Taib (1800)

Pada sekitar tahun 1800, datanglah perantau bernama Datok Nakhoda Muhammad Taib dan istrinya ke suatu tempat yang pada saat itu masih belum berpenghuni dan dia membuka permukiman pada saat itu, Asal dia dari kampung Sungai Kedayan, Brunei Darussalam. Wilayah tersebut masih termasuk dalam kekuasaan dari Kerajaan Kotawaringin maka diutuslah seorang mentri kerajaan untuk menata kehidupan di daerah tersebut, mentri kerajaan tersebut bernama Pangeran Prabu wijaya, kemudian diadakan musyawarah antara pangeran prabuwijaya dengan masyarakat untuk membuat nama kampung tersebut, setelah ada kesepakatan maka nama kampung tersebut menjadi Jelai Kerta Jaya. Memasuki tahun 1920, keadaaan kampung sudah semakin berkembang dan masyarakatnya sudah bertambah banyak, diambilah sebuah keputusan untuk mengubah nama kampung dengan nama Soekamara, Soeka artinya senang dan Mara artinya maju berarti masyarakat yang suka dengan kemajuan.

Pemerintahan Kolonial Belanda (1826-1945)

Berdasarkan Contract Met Den Sultan Van Bandjermasin 4 Mei 1826./B 29 September 1826 No.10, yang dibuat Sultan Adam dari Banjar dengan pihak kolonial Belanda, wilayah Kutaringin atau Kotawaringin dan Jelai (Sukamara) diserahkan kepada pihak kolonial Hindia Belanda.[12]

Perkara 4:

Sri Paduka Sultan Adam salinkan kepada radja dari Nederland segala negeri jang tersebut di bawah ini : Pulau Tatas dan Kuin sampai di subarang kiri Antasan Ketjil dan pulau Burung mulai dari kuala Bandjar subarang kanan sampai di Pantuil dan di Pantuil subarang pulau Tatas lantas ke timur Rantau Kuliling dengan segala sungai2nja Kelajan Ketjil Kelajan Besar dan kampung jang di subarang pulau Tatas sampai di sungai Messa di ulu kampung Tjina lantas ke darat sampai di sungai Baru sampai di sungai Lumbah dan pulau Bakumpai mulai dari kuala Bandjar subarang kiri mudik sampai di kuala Andjaman di kiri milir sampai kuala Lopak dan segala tanah Dusun semuanja desa2 kiri kanan mudik ka ulu mulai Mengkatip sampai terus negeri Siang dan di ilir sampai di kuala Marabahan dan tanah Dajak Besar-Ketjil dengan semuanja desa2nja kiri kanan mulai di kuala Dajak mudik ka ulu sampai terus ke ilir sungai Dajak dengan segala tanah di daratan jang takluk padanja dan tanah Mendawai Sampit Pembuang semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja dan tanah Kutaringin Sintang Lawey Djelei semuanja desa2nja dengan segala tanah jang takluk padanja. Dan Taboniou dan segala tanah Laut sampai di Tandjung Silatan dan ke timur sampai watas dengan Pagatan dan ka oetara sampai di kuala Maluka mudik sungai Maluka Selingsing Lijang Anggang Banju Irang lantas ke timur sampai di gunung Pamaton sampai watas dengan tanah Pagatan dan negeri jang di pasisir timur Pagatan Pulau Laut Batu Litjin Pasir Kutai Barau semuanja dengan tanah2 jang takluk padanja.

Kotawaringin (termasuk di dalamnya Jelai alias Sukamara) termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8. [13]

Landschap Djelei

Berikut adalah Landschap Djelei atau penguasa Sukamara pada masa pemerintahan kolonial Belanda;

  1. Pangeran Djaksa Soekarma (1867-1904)[14]

Geografi

Luas wilayah Kabupaten Sukamara adalah 3.827 km². Letak geografis Kabupaten Sukamara pada titik kordinat 2°19' – 3°07' Lintang Selatan dan 110°25' – 111°9'50" Bujur Timur.[15]

Batas Wilayah

Batas wilayah Kabupaten Sukamara adalah sebagai berikut:

Utara Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau
Timur Kecamatan Kotawaringin Lama dan Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat
Selatan Laut Jawa
Barat Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat

Topografi

Kondisi/kawasan di Kabupaten Sukamara, yaitu meliputi sebelah barat dan utara merupakan daerah daratan dengan ketinggian antara 7-100 meter dari atas permukaan laut, sedangkan wilayah selatan yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa merupakan daratan rendah yang cukup potensial untuk sektor perikanan dan pertanian terutama padi sawah. Kabupaten Sukamara dapat dikatakan termasuk daerah rendah dengan ketinggian berkisar antara 0–100 m serta kemiringan 0-15 derajat. Sebagian besar wilayahnya berada di sekitar laut dan sungai. Bagian selatan Kabupaten Sukamara, yaitu Kecamatan Jelai dan Pantai Lunci mempunyai elevasi 0–25 mdpl, demikian juga bagian tengah yaitu Kecamatan Sukamara mempunyai elevasi yang relatif sama. Bagian utara yaitu Kecamatan Balai Riam dan Kecamatan Permata Kecubung berada pada ketinggian 25–100 mdpl. Ketinggian tempat yang berada pada bagian utara lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah bagian selatan, ini terlihat dari fisiografi wilayah bagian utara yang merupakan daerah berombak hingga pegunungan.[16]

Hidrologi

Terdapat 2 Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Kabupaten Sukamara, yaitu DAS Jelai sepanjang 200 km dan DAS Maram. Daerah Aliran Sungai Jelai meliputi lebih dari 40 anak sungai yang tersebar hampir di seluruh wilayah kabupaten ini.[16]

Untuk air tanah, berdasarkan hasil studi “Potensi Air Baku Kabupaten Sukamara dan Kabupaten Lamandau” yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan umum Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2004, potensi air tanah di Kabupaten Sukamara dibagi 3 zona untuk potensi air tanahnya yaitu:

  1. Potensi air tanah sangat tinggi, umumnya terletak pada daerah sepanjang sungai besar yaitu: Sungai Jelai. Potensi air yang besar ini terletak dari bantaran sungai sampai beberapa kilometer dari bantaran sungai ke bagian Barat dan Timurnya.
  2. Potensi air tanah tinggi, yang terdapat setelah daerah potensi air tanah sangat tinggi berangsur-angsur potensi air tanah berkurang sampai potensi air tanah yang tinggi.
  3. Potensi air tanah rendah yang merupakan daerah yang agak jauh dari aliran sungai-sungai besar.

Iklim

Wilayah Kabupaten Sukamara beriklim hutan hujan tropis (Af) dengan curah hujan yang cenderung tinggi sepanjang tahun. Suhu udara di wilayah kabupaten ini terbilang konstan pada rentang 23°–34° C dengan tingkat kelembapan relatif yang cenderung tinggi antara 70%–90%.


Data iklim Sukamara, Kalimantan Tengah, Indonesia
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 30.5
(86.9)
31
(88)
31.1
(88)
30.8
(87.4)
31
(88)
30.6
(87.1)
30.3
(86.5)
31
(88)
31.6
(88.9)
31.6
(88.9)
30.8
(87.4)
30.3
(86.5)
30.88
(87.63)
Rata-rata harian °C (°F) 26.6
(79.9)
26.8
(80.2)
26.9
(80.4)
26.9
(80.4)
27.2
(81)
27
(81)
26.8
(80.2)
27.1
(80.8)
27.4
(81.3)
27.1
(80.8)
26.6
(79.9)
26.4
(79.5)
26.9
(80.45)
Rata-rata terendah °C (°F) 23.3
(73.9)
23.3
(73.9)
23.4
(74.1)
23.6
(74.5)
23.8
(74.8)
23.6
(74.5)
23.2
(73.8)
23.3
(73.9)
23.4
(74.1)
23.2
(73.8)
23.3
(73.9)
23.3
(73.9)
23.39
(74.09)
Curah hujan mm (inci) 264
(10.39)
226
(8.9)
271
(10.67)
304
(11.97)
232
(9.13)
192
(7.56)
155
(6.1)
123
(4.84)
144
(5.67)
233
(9.17)
301
(11.85)
320
(12.6)
2.765
(108,85)
Rata-rata hari hujan 14 12 14 14 11 9 8 6 7 11 15 17 138
% kelembapan 84 80 83 83 82 80 78 74 77 82 85 86 81.2
Rata-rata sinar matahari harian 7.6 7.7 7.5 7.3 7.7 7.9 8.1 8.5 8.3 7.8 7.4 6.9 7.73
Sumber #1: Climate-Data.org[17]
Sumber #2: BMKG[18]

Pemerintahan

Bupati

Saat ini, penjabat bupati Sukamara diberikan kepada Kaspinor. Ia dilantik gubernur Kalimantan Tengah, Sugianto Sabran, pada 25 September 2023.[19] Sebelumnya, jabatan bupati dan wakil bupati Sukamara yakni Windu Subagio dan Ahmadi. Mereka adalah pemenang pada pilkada 2018, dan masa tugas mereka berahkir pada 24 September 2023.[20] Saat ini, penjabat bupati Sukamara dijabat oleh Rendi Lesmana, ia dilantik pada 11 Agustus 2024.[21]

No. Bupati Mulai menjabat Akhir menjabat Ref. Wakil Bupati
Rendi Lesama
(Penjabat)
11 Agustus 2024 Petahana [21] Lowong

Dewan Perwakilan

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Sukamara dalam dua periode terakhir.

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2014-2019[22] 2019-2024[23]
PKB 3 Penurunan 2
Gerindra 2 Steady 2
PDI-P 1 Steady 1
Golkar 3 Steady 3
NasDem 3 Penurunan 1
Perindo (baru) 2
PPP 1 Kenaikan 2
PAN 2 Steady 2
Hanura 2 Kenaikan 4
Demokrat 0 Kenaikan 1
PBB 2 Penurunan 0
PKPI 1 Penurunan 0
Jumlah Anggota 20 Steady 20
Jumlah Partai 10 Steady 10

Kecamatan

Kabupaten Sukamara terdiri dari 5 kecamatan, 3 kelurahan, dan 29 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 58.143 jiwa dengan luas wilayah 3.827,00 km² dan sebaran penduduk 15 jiwa/km².[24][25]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Sukamara, adalah sebagai berikut:

Kode
Kemendagri
Kecamatan Jumlah
Kelurahan
Jumlah
Desa
Status Desa/Kelurahan
62.08.03 Balai Riam 8 Desa
62.08.02 Jelai 1 4 Desa
Kelurahan
62.08.04 Pantai Lunci 4 Desa
62.08.05 Permata Kecubung 7 Desa
62.08.01 Sukamara 2 6 Desa
Kelurahan
TOTAL 3 29

Demografi

Kabupaten Sukamara termasuk yang paling sedikit jumlah penduduknya di Provinsi Kalimantan Tengah. Dengan luas wilayah 3.827 km², jumlah penduduknya hanya 44.952 jiwa atau kepadatan hanya 11.0 00jiwa/km2.

Ekonomi

Komoditas pertanian unggulan daerah ini adalah padi, palawija dan hortikultura. Sementara untuk usaha perkebunan adalah kelapa sawit dan karet. Potensi perkebunan daerah ini masih cukup besar dan terbuka bagi investor. Disamping itu potensi usaha budidaya perikanan masih tersedia 19 ribu ha dan tambak udang bandeng 13 ribu ha (yang telah digarap baru 913 ha).[26]

Sedangkan hasil pertambangan terutama adalah batu kecubung, pasir kuarsa yang berkadar 98% sebagai bahan baku industri gelas dan kaca yang terdapat di Kecamatan Jelai dengan total cadangan yang diperkirakan mencapai 1.191.840.000 m³.[26]

Seni Budaya

Kabupaten Sukamara mempunyai banyak sekali budaya,di bawah ini adalah budaya di Kabupaten Sukamara:

Melayu

Kabupaten Sukamara banyak dipengaruhi oleh budaya melayu Kalimantan Barat dan Sumatra seperti makanan yaitu Kerupuk basah yang mirip dengan makanan khas Sumatera Selatan yaitu Pempek. Dalam pengaruh pakaian juga mirip dengan pakaian Melayu. Sukamara mempunyai bahasa yang mirip dengan bahasa Melayu Kalimantan Barat seperti penambahan kata yang berakhiran-e seperti: "kemane", "siape", "sembile", "kite", "te", dan "saye".

Dayak Darat

Pengaruh suku Dayak Darat di Sukamara sangat besar, seperti rumah adat, pakaian, ritual dan lain-lain:

  • Pakaian

Pakaian Dayak Darat biasa ditemukan di wilayah Bukit Sukamara seperti Kecamatan Balai Riam dan Kecamatan Permata Kecubung. Sama seperti pakaian Dayak lainnya, pakaian Dayak Darat juga memiliki baju kayu, kepala Enggang, taring dan lain-lain.

  • Rumah Adat

Rumah adat Dayak Darat adalah Rumah Betang. Rumah adat di Sukamara dapat dijumpai di Kecamatan Balai Riam dan Kecamatan Permata Kecubung

  • Ritual

Ritual suku Dayak Darat Sukamara sdalah ritual Tiwah yaitu mengantar roh orang meninggal ke Lewu liau dan Manetek Pantan yaitu memotong Pantan atau Batang jarau pada pesta perkawinan.

Banjar

Budaya Banjar banyak masuk ke Sukamara akibat pengaruh Kerajaan Kotawaringin. Budaya Banjar yang banyak ditemukan adalah makanan seperti Lontong dan Nasi Kuning. Sukamara juga banyak dipengaruhi Bahasa Banjar seperti kata: "ulun", "pian","enggih", dan "pon".

Referensi

  1. ^ "Kabupaten Sukamara di situs kalteng.go.id". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-07-07. Diakses tanggal 2007-06-18. 
  2. ^ a b c "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2024" (Visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 22 Agustus 2024. 
  3. ^ "[Metode Baru] Indeks Pembangunan Manusia Menurut Kabupaten/Kota (Umur Harapan Hidup Hasil Long Form SP2020) (Tahun), 2021-2023". www.kalteng.bps.go.id. Diakses tanggal 24 Maret 2024. 
  4. ^ "Kabupaten Sukamara Dalam Angka 2023" (pdf). www.sukamarakab.bps.go.id. hlm. 11, 78, 166–167. Diakses tanggal 29 Oktober 2023. 
  5. ^ (Inggris) Smedley, Edward (1845). Encyclopædia metropolitana; or, Universal dictionary of knowledge. hlm. 713. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-08. Diakses tanggal 2016-08-17. 
  6. ^ (Inggris) Malayan miscellanies (1820). Malayan miscellanies. hlm. 7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-08. Diakses tanggal 2016-08-17. 
  7. ^ (Belanda) Hoëvell, Wolter Robert (1861). Tijdschrift voor Nederlandsch Indië. 52. Ter Lands-drukkerij. hlm. 220. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-08. Diakses tanggal 2016-08-17. 
  8. ^ (Belanda) Perhimpunan Ilmu Alam Indonesia, Madjalah ilmu alam untuk Indonesia (1856). Indonesian journal for natural science. 10-11. hlm. 286. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-08. Diakses tanggal 2016-08-17. 
  9. ^ J. Pijnappel Gzn; Beschrijving van het Westeli jike gedeelte van de Zuid-en Ooster-afdeeling van Borneo (disimpul daripada empat laporan oleh Von Gaffron,1953,BK 17 (1860) hlm 267 ff.
  10. ^ "Kotawaringin Lama, Wisata Budaya yang Terlupakan". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-30. Diakses tanggal 2016-08-17. 
  11. ^ a b c (Melayu)Johannes Jacobus Ras, Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990.
  12. ^ (Indonesia) Hindia-Belanda (1965). Bandjermasin (Sultanate), Surat-surat perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan pemerintahan2 V.O.C.: Bataafse Republik, Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860 (PDF). Arsip Nasional Republik Indonesia, Kompartimen Perhubungan dengan Rakjat. hlm. 228. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2021-08-31. Diakses tanggal 2018-10-28. 
  13. ^ (Belanda) Staatsblad van Nederlandisch Indië. Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie. 27 Agustus 1849. hlm. 2. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-24. Diakses tanggal 2018-10-28. 
  14. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-01-05. Diakses tanggal 2016-10-29. 
  15. ^ Pemerintah Kabupaten Sukamara (2007). Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kabupaten Sukamara Tahun 2007 (PDF). Sukamara: Subidang Pengairan, SDA dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sukamara. hlm. I–5. 
  16. ^ a b "Profil Geografis Kabupaten Sukamara" (PDF). Dinas Kementerian PU. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-03-28. Diakses tanggal 23 Maret 2022. 
  17. ^ "Sukamara, Kalimantan Tengah, Indonesia". Climate-Data.org. Diakses tanggal 12 Maret 2022. 
  18. ^ "Buku Peta Rata-Rata Curah Hujan Dan Hari Hujan Periode 1991-2020 Indonesia" (PDF). BMKG. hlm. 81 & 146. Diakses tanggal 12 September 2024. 
  19. ^ "Resmi Jabat Pj Bupati Sukamara, Kaspinor akan Jaga Netralitas ASN". Intim News. 25 September 2023. Diakses tanggal 26 September 2023. 
  20. ^ "Gubernur Kalteng Lantik Bupati dan Wali Kota Terpilih". borneonews.co.id. Diakses tanggal 24 September 2018. 
  21. ^ a b Hidayat, Muhammad Arif (11 Agustus 2024). "Empat Penjabat Bupati di Kalteng resmi dilantik". kalteng.antaranews.com. Diakses tanggal 22 Agustus 2024. 
  22. ^ Perolehan Kursi DPRD Sukamara 2014-2019
  23. ^ Perolehan Kursi DPRD Sukamara 2019-2024
  24. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  25. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  26. ^ a b "Kabupaten Sukamara di TokohIndonesia.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-16. Diakses tanggal 2007-06-18. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya