Titik Nol Ibu Kota Nusantara
Titik Nol Ibu Kota Nusantara atau Titik Nol IKN adalah sebuah monumen yang terletak di kawasan Ibu Kota Nusantara. Monumen ini dibangun pada Februari 2022 yang merupakan awal dari pembangunan Ibu Kota Nusantara dan dimaksudkan untuk menjadi bagian dari Sejarah kebangkitan Indonesia menuju "Indonesia Emas 2045".[2] PembukaanPembukaan Titik Nol Ibu Kota Nusantara dimulai pada 14 Maret 2022 dengan Presiden Indonesia, Joko Widodo yang berkemah dengan Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor di Titik Nol Ibu Kota Nusantara sebagai bagian dari rangkaian acara seremonial yang disebut "Ritual Kendi Nusantara", yaitu penggabungan tanah dan air dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Ritual ini merupakan simbol dari Bhinneka Tunggal Ika yang melambangkan keberagaman di Indonesia.[3] Tanah dan air dari 34 provinsi yang ada di Indonesia tersebut meliputi:[4] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Tanah berasal dari Makam Sultan Iskandar Muda dan Kompleks Museum Aceh dan air dari Masjid Raya Baiturrahman.[5] Tanah dan air dibawa langsung oleh Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi. Tanah dan air itu berasal dari pemandian Putri Hijau yang merupakan pusat awal Ibu Kota Sumut. Tanah Deli juga dikenal sejak dahulu sebagai tanah yang subur dan bagus.[6] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi. Tanah berasal dari kawasan Ophir, Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat dan air dari Air Angek Bukik Gadang di kaki Gunung Talang, Kabupaten Solok yang melambangkan kesuburan.[7] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru. Tanah asli Bumi Sriwijaya yang menyimbolkan pesan dulunya di Sumatera Selatan ada kerajaan besar bernama Sriwijaya di abad ke-7 yang mampu menyatukan pulau-pulau besar dimana kekuasaannya membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, bahkan sebagian Nusantara meliputi Sumatera hingga Pulau Jawa. Air berasal 9 sungai di Sumsel (Sungai Kelingi, Sungai Beliti, Sungai Lakitan, Sungai Rawas, Sungai Rupit, Sungai Batang Leko, Sungai Ogan, Sungai Komering dan Sungai Lematang yang menyatu di Sungai Musi Kota Palembang).[8] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Riau, Syamsuar. Tanah berasal dari masjid-masjid bersejarah seperti kawasan masjid-masjid tua, antara lain Masjid Raya Rengat yang dibangun tahun 1786, Masjid Raya Jami' yang dibangun 1901, kemudian Masjid Raudhatul Jannah yang dibangun 1800, bahkan Masjid Raya Pekanbaru yang dibangun 1762 dan masjid-masjid lainnya. Tanah tersebut dibawa menggunakan tepak yang menurut masyarakat Melayu Riau berfungsi sebagai tempat menyimpan sirih, pinang, tembakau, dan kelengkapan untuk memakan sirih. Dipakainya tepak menjadi wadah 2kg tanah, karena kait kelindan sirih dan kelengkapannya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di tanah. Air bersumber dari sungai-sungai besar yang mengalir melintasi daerah-daerah di Provinsi Riau. Yaitu Sungai Siak, Sungai Kampar, Sungai Rokan, Sungai Indragiri dan Sungai Kuantan. Air tersebut dimasukkan ke dalam buluh sebagai wadah penyimpanannya. Alasan menggunakan buluh sebagai simbol banyaknya buluh tumbuh di daerah aliran sungai yang biasa dilakukan masyarakat asli Riau.[9] Tanah dan air dibawa Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad. Tanah berasal dari Daik-Lingga dan air dari sumur Pulau Penyengat. Sumur tersebut memiliki kedalaman 2,5 meter dan tidak pernah kering walaupun saat musim kemarau.[10] Tanah dan air dibawa oleh Wakil Gubernur Bangka Belitung, Abdul Fatah. Tanah dan air dari Bangka Belitung menyimbolkan Indonesia bisa kuat dengan adanya Bangka Belitung. Di sisi lain, masyarakat Bangka Belitung juga bisa hidup sejahtera karena memiliki sumber daya alam berupa timah yang dikenal melimpah sejak lama.[11] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Jambi, Al Haris. Tanah berasal dari Jambi yang merupakan pusat Kerajaan Melayu. Sedangkan, air berasal dari Kolam Telago Rajo di Candi Muara Jambi.[12] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah yang berasal tiga lokasi di Bengkulu. Yakni, tanah yang diambil di Balai Raya Semarak dan air yang diambil di Danau Dendam Tak Sudah serta dari Rumah Pengasingan Bung Karno.[13] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi. Tanah berasal dari Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pesisir Barat serta air dari Kabupaten Way Kanan. Filosofi tanah lantaran Tanggamus dan Pesisir Barat sempat disinggahi patih Gajah Mada. Sementara air diambil dari Sungai Way Kanan. Way Kanan berasal dari lima kebudayaan, keadatan, kepemimpinan dan ketokohan yang sampai saat ini masih menunjukkan kesejukan, kesamaan pandan dari cara berpikir, beretika hingga bermoral.[14] Tanah dan air dibawa oleh Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy. Tanah berasal dari Tanah Wiwitan Badui, Kabupaten Lebak dan Tanah Surosowan dari kawasan Keraton Surosowan, Banten Lama, Kota Serang. Sedangkan air dari Kawasan Tirtayasa, Kabupaten Serang. Tanah dari Badui dan Keraton Surosowan karena Provinsi Banten berasal dari dua tempat tersebut secara akar budaya. Daerah Badui disebut sebagai daerah khas Banten yang berbeda dari daerah lainnya di Indonesia dan di negara lainnya. Lalu Keraton Surosowan, merupakan cikal bakal peradaban Banten modern hari ini. Air yang diambil dari kawasan Tirtayasa untuk mengingat sejarah perairan di Banten yang sangat masyhur pada era Sultan Ageng Tirtayasa yang membangun sistem pengairan di persawahan Tirtayasa tersebut.[15] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Tanah dan air itu berasal dari 27 wilayah di Jawa Barat. Tanah tersebut menyimbolkan persatuan dalam tanah IKN.[16] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan dari Kampung Akuarium, Penjaringan, Kota Administrasi Jakarta Utara. Hal itu menyimbolkan sebagai lambang kehidupan baru.[17] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X yang berasal dari Keraton Yogyakarta.[18] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Namun, Ganjar merahasiakan lokasi pengambilan tanah dan air. Ia menegaskan yang pasti elemen tanah dan air yang diambil berasal dari sejumlah gunung yang diyakini menjadi pusar bumi atau pusatnya dunia.[19] Tanah dan air dibawa Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Dengan rincian, Tanah dari Keraton Barat dan Timur Majapahit, Kedaton, dan Gumitir. Sedangkan, air diambil dari tujuh sumber di antaranya Panguripan, Jalatunda, dan Brantas. Tanah dan air itu disimbolkan kata Nusantara ada dalam Sumpah Palapa yang diikrarkan Patih Gajah Mada. Pulau-pulau di berbagai provinsi di Indonesia akan tetap terus menyatu di IKN.[20] Tanah dan air dibawa oleh Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati. Tanah dan air berasal dari Pura Pusering Jagat yang terletak di Desa Pejeng, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar yang merupakan pura pusat kosmologi dunia (Pusering Jagat) menyimbolkan pusat samudera (Pusering Tasik). Filosofinya adalah sebagai cikal bakal terbentuknya dunia dan segala kehidupan di dalamnya.[21] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji. Tanah dan air yang dibawa berasal dari titik pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang diharapkan dapat memberikan kesuburan dan kedamaian di Ibu Kota Nusantara.[22] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Kalimantan Utara, Zainal A. Paliwang. Tanah berasal dari halaman Istana Kesultanan Bulungan yang melambangkan kekuatan dan semangat etos kerja serta keberanian. Air dari dataran tinggi Krayan di Kabupaten Nunukan yang melambangkan kesucian.[23] Tanah dan air dibawa oleh Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, H. Edy Pratowo. Tanah ini diambil dari lokasi penting di setiap kabupaten/kota, yang memiliki nilai historis, religius serta magis. Begitu juga dengan air yang diambil dari sebelas DAS yang ada di Kalimantan Tengah.[24] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor. Khusus untuk Kalimantan Timut, air dan tanah akan diambil dari lokasi dua kesultanan, yakni Kesultanan Kutai di Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Kabupaten Paser.[25] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Kalimantan Selatan H. Sahbirin Noor. Air yang dibawa berasal dari sumur di sekitar pertigaan antara Jl. Sukaramai dan Jl. Melati, Kota Martapura. Sumur tersebut digali atas arahan Tuan Guru Kh. Zainal Ilmi. Sejak digali hingga saat ini sumur tidak pernah kering meski bencana kemarau panjang. Sementara, tanah diambil dari Desa Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur yang dijadikan Datu Kelampayan sebagai tempat tinggal dan mengajarkan ilmu agama hingga melahirkan para alim ulama sampai sekarang.[26] Tanah dan air dibawa oleh Wakil Gubernur Gorontalo, Idris Rahim. Tanah berasal dari makam Ju Panggola yang dikenal sebagai tokoh atau wali menyebarkan Islam di Gorontalo. Sedangkan, air berasal dari mata air panas Lombongo, Kabupaten Bone Bolango. Mata air panas itu tercipta akibat aktivitas geothermal kawasan Lombongo.[27] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey yang berasal dari lokasi cagar budaya Watu Pinawetengan, Kabupaten Minahasa dan air dari sumber mata air di kaki gunung Klabat, Kabupaten Minahasa Utara. Sumber mata air tersebut memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat Sulawesi Utara. Karena manfaatnya kata dia, selain digunakan sebagai sumber air bersih, sumber air ini pun mengaliri ke lahan pertanian masyarakat maupun untuk budidaya perikanan. Sedangkan, tanah tempat tersebut merupakan awal mula peradaban suku Minahasa yang merupakan suku terbesar di Provinsi Sulawesi Utara.[28] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Sulawesi Tenggara, H. Ali Mazi. Tanah Lelemangura dari Keraton Buton di Kota Baubau, sedangkan air tersebut berasal dari Sungai Konoweha.[29] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Sulawesi Tengah, Rusdy Mastura. Tanah dan air itu berasal dari Bumi Tadulako yang dimasukan dalam satu plastik bening. Sedangkan, air ia masukkan ke dalam kerajinan khas Sulteng dari kelapa berbentuk bulat.[30] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Sulawesi Barat, Ali Baal Masdar. Tanah berasal dari enam kabupaten di Sulawesi Barat. Sedangkan, air berasal dari sungai hulunya di daerah Kabupaten Mamasa yang terdapat Gunung Gandang Dewata dan Mambuliling bermuara ke lima kabupaten. Tanah dan air tersebut melambangkan saling menguatkan dalam ikrar disebut Sipamandaq.[31] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman yang berasal dari seluruh kabupaten dan Kota di Sulawesi Selatan.[32] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah yang berasal dari gunung Tambora dan air Narmada. Yang melambangkan Tanah Tambora punya sejarah besar serta air dari Narmada akan membuat awet muda.[33] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat, Viktor Laiskodat. Tanah dan air dari rahim Flobamorata yang menjadi kekuatan dan kebanggaan Indonesia.[34] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Maluku, Murad Ismail yang berasal dari Negeri Hila, Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah. Di Negeri Hila itu terbangun Gereja Tua Imanuel, Masjid Tua Wapauwe dan Benteng Nieuw Amsterdam yang melambangkan toleransi beragama.[35] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Maluku Utara, KH. Abdul Gani Kasuba. Ia membawa tanah dan air dari empat kesultanan di Maluku Utara atau yang dikenal Kerajaan Moloku Kie Raha yakni Jailolo, Ternate, Tidore dan Bacan.[36] Tanah dan air dibawa oleh Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan. Tanah dan air dari Papua Barat menyimbolkan dukungan masyarakat adat yang ada atas kehadiran IKN.[37] Tanah dan air dibawa oleh Asisten Bidang Administrasi Umum Sekda Papua, Y. Derek Hagemur yang mewakili Gubernur Papua yakni Lukas Enembe. Tanah berasal dari 29 kabupaten dan kota di Bumi Cendrawasih yang melambangkan Papua mendukung pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur. Sementara air yang dibawa pakai Jiwag, wadah mengambil air bagi masyarakat Papua. Jiwag itu terbuat tumbuhan labu melalui proses pembakaran untuk mengeluarkan isi dari labu sehingga keras.[38] DeskripsiTitik Nol Ibu Kota Nusantara adalah sebuah monumen dengan patok beton yang memiliki dimensi tinggi sekitar 40 sentimeter. Di bagian puncaknya terlihat plakat logam dengan tulisan "Titik Kontrol Geodesi". Kemudian dituliskan juga peringatan agar benda atau tanda tersebut tak dirusak dan diganggu posisinya.[39] Artinya ketinggian plakat logam tersebut menjadi ketinggian elevasi "0 m", titik referensi yang diadopsi oleh semua pihak dalam melakukan pekerjaan pembangunan infrastruktur di IKN.[40] Lihat pulaReferensi
|