TingkilanTingkilan merupakan salah satu jenis kesenian musik oleh masyarakat Kutai di Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.[1] Musik ini lahir seiring dengan masuknya Islam ke Kutai dan sedikit banyak memiliki kesamaan bunyi dengan kesenian rumpun Melayu lainnya.[2] Tingkilan lantas menyebar melalui proses akulturasi dengan kebudayaan setempat, membuat musik ini kini terbagi menjadi tiga jenis (Hulu Mahakam, Tengah, dan Pantai) yang memiliki karakternya masing-masing.[2] Kata tingkilan itu sendiri berarti menyindir lewat pantun dan musik.[2] Makna ini masih bertahan, walaupun struktur musiknya itu sendiri telah mengalami berbagai bentuk perubahan.[2] Asal namaTerdapat dua pandangan yang berbeda mengenai dari mana arti kata tingkilan berasal:[2] Pertama, dari kata tingkil yang berarti sindir dalam bahasa kutai.[2] Penambahan akhiran -an menjadikannya bermakna sindiran.[2] Tingkilan dalam arti ini merupakan sindiran berbentuk pantun, berisi kritik dan saran, serta disampaikan dengan nyanyian yang diiringi alat musik gambus dan ketipung.[2] Sindiran bagi orang-orang Kutai bisa berbentuk nasihat, kritik, dan teguran yang mencolok.[2] Jadi, tingkilan merupakan media untuk menegur, menyapa atau sebagai media interaksi melalui lagu.[2] Peningkil mempunyai kemampuan untuk menciptakan pantun secara spontan yang berisi sindiran.[2] Pantun-pantun nya terucap begitu saja saat peningkil melantunkan lagu dan bermain gambus.[2] Adapun isi sindiran pantun tersebut biasanya tentang cinta, keadilan, harapan, atau sesuai permintaan pemesan/pengundang/yang punya hajatan.[2] Kedua, Tingkilan berasal dari bahasa kutai, di mana terdiri dari 2 (dua) kosakata yaitu Ting & Kil, Ting artinya suara sebuah senar yang dipetik, sedangkan Kil adalah pekerjaan memetik senar gambus dan adanya akhiran an disitu adalah symbol perbuatan orang yang memainkan atau biasa disebut Ningkil (dalam arti perbuatan).[3] Dalam bahasa hakikat atau filsafat Kutai Kartanegara, Ting itu berarti: cepat atau secepat kilat sedangkan Kil itu berarti: Ketangkasan atau kemampuan.[3] Tingkilan dalam bahasa filsafat kutai kartanegara adalah kemampuan yang lebih atau ketinggian ilmu. Dapat dijabarkan lagi arti kemampuan lebih atau ketinggian ilmu itu adalah ketaatan, santun, rendah hati menuju pada iman dan taqwa.[3] Alat musikAlat musik yang digunakan dalam tingkilan, antara lain:[4]
Selain alat musik diatas, tidak jarang salam setiap pementasan alat musik Tingkilan juga dipadukan dengan beberapa alat musik lainnya seperti gitar, bass, drum, dan rebana.[4] Pada zaman dahulu, Tingkilan dinyanyikan oleh sepasang pria dan wanita.[5] Mereka bernyanyi bersahut-sahutan.[5] Dari unsur sahut-sahutan inilah maka dikenal istilah betingkilan yang bermakna bertingkah-tingkah atau bersahut-sahutan.[5] Musik Tingkilan ini sering digunakan untuk mengiringi tari pergaulan rakyat Kutai, yakni Tari Jepen.[1] Referensi
Pranala luar
|