Sindrom Klinefelter
Sindrom Klinefelter (KS), juga dikenal sebagai 47,XXY atau sindrom XXY, adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang disebabkan oleh dua atau lebih kromosom X pada laki-laki. Gejala utama sindrom ini adalah infertilitas dan ukuran testis yang kecil.[1][8] Gejala sindrom Klinefelter dapat sulit terlihat dan banyak orang tidak menyadari bahwa mereka memiliki gejala tersebut. Terkadang, terdapat gejala yang lebih menonjol seperti otot yang lebih lemah, badan yang lebih tinggi, koordinasi motorik yang buruk, bulu badan lebih sedikit, pertumbuhan payudara, dan rendahnya minat terhadap seks.[9] Seringkali hanya pada saat pubertas gejala-gejala ini mulai terlihat.[4] Kecerdasan biasanya normal namun kesulitan membaca dan kesulitan dalam berbicara sering ditemukan. Gejala biasanya lebih parah jika ada tiga atau lebih kromosom X ekstra (sindrom 48,XXXY atau sindrom 49,XXXXY).[9] Sindrom Klinefelter biasanya terjadi secara acak. Kehamilan pada usia tua dapat memiliki sedikit risiko lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan KS. Kondisi ini biasanya tidak diturunkan dari orang tua seseorang.[2] Mekanisme dasar sindrom Klinefelter melibatkan setidaknya satu kromosom X tambahan terhadap kromosom Y sehingga jumlah kromosom total adalah lebih dari jumlah biasanya (46).[10] KS didiagnosis oleh tes gen karyotip.[4] Tidak ada obat yang diketahui dapat mengobati sindrom Klinefelter. Sejumlah perawatan dapat membantu[6] terapi fisik, terapi bicara dan bahasa, konseling, dan penyesuaian metode pendidikan. Terapi penyulihan androgen dapat digunakan pada mereka yang memiliki level hormon testosteron yang lebih rendah. Payudara yang membesar dapat diangkat dengan pembedahan. Sekitar setengah dari laki-laki dengan sindrom Klinefelter masih dapat memiliki keturunan dengan bantuan teknologi reproduksi, namun praktik tersebut mahal dan tidak bebas risiko.[5] Laki-laki dengan sindrom Klinefelter dapat memiliki risiko kanker payudara yang lebih tinggi daripada pada umumnya, tetapi masih lebih rendah daripada perempuan.[11] Orang dengan kondisi ini memiliki usia harapan hidup yang hampir normal.[6] Sindrom Klinefelter adalah salah satu gangguan kromosom yang paling umum, terjadi pada satu hingga dua per 1.000 kelahiran laki-laki.[2][7] Sindrom ini diberi nama dari endokrinolog, Harry Klinefelter, yang mengidentifikasi gejala-gejalanya pada tahun 1940-an.[12] Pada tahun 1956, keberadaan kromosom X lebih pertama kali diidentifikasi.[13] Tikus juga dapat memiliki sindrom XXY sehingga dapat menjadikannya model penelitian yang berguna mengenai sindrom ini.[14] Ciri-ciri dan gejalaFisikBayi dan anak laki-laki XXY dapat memiliki otot yang lebih lemah. Seiring bertambahnya usia, mereka cenderung menjadi lebih tinggi serta memiliki kontrol dan koordinasi otot yang lebih lemah daripada anak laki-laki lain seusia mereka.[15] Selama pubertas, ciri-ciri fisik sindrom Klinefelter akan menjadi lebih tampak. Karena anak laki-laki dengan sindrom ini tidak menghasilkan testosteron sebanyak anak laki-laki lainnya, mereka memiliki tubuh yang kurang berotot, lebih sedikit bulu pada wajah dan tubuh, dan pinggul yang lebih lebar. Saat remaja, laki-laki XXY dapat memiliki jaringan payudara yang berkembang,[16] tulang yang lebih lemah, serta tingkat energi yang lebih rendah daripada laki-laki lainnya.[15] Pada usia dewasa, laki-laki XXY terlihat mirip dengan laki-laki pada umumnya, meskipun mereka sering memiliki tubuh yang lebih tinggi. Pada orang dewasa, ciri-ciri yang ada sangat bervariasi dan dapat hanya tampak sedikit atau tidak terlihat sama sekali. Ciri-ciri tersebut di antaranya adalah penampilan yang kurus (lanky), wajah dan tubuh yang tampak muda, atau bentuk tubuh bulat dengan gejala ginekomastia (perkembangan jaringan payudara).[17] Ginekomastia ditemukan pada sekitar sepertiga dari orang dengan sindrom Klinefelter, sedikit lebih tinggi daripada populasi XY. Sekitar 10% laki-laki XXY memiliki ginekomastia yang cukup mencolok sehingga mereka dapat memilih untuk menjalani pembedahan.[18] Istilah "hipogonadisme" pada gejala XXY sering disalahartikan sebagai "memiliki testis kecil" meskipun arti sebenarnya mengarah ke penurunan fungsi hormon testis/endokrin. Karena hipogonadisme (primer) ini, seseorang dengan kromosom XXY sering memiliki kadar testosteron serum yang rendah, tetapi memiliki kadar hormon perangsang folikel serum dan hormon luteinisasi yang tinggi.[19] Meskipun ada kesalahpahaman tentang istilah ini, laki-laki XXY memang dapat pula memiliki mikroorkidisme (testis berukuran kecil).[19] Testis laki-laki dengan sindrom Klinefelter berukuran kurang dari 3,5 cm panjangnya,[20] dengan lebar kurang dari 1 cm, dan volume kurang dari 4 mililiter.[21][22] Laki-laki dengan sindrom Klinefelter umumnya infertil atau memiliki kesuburan yang rendah serta lebih berpeluang memiliki masalah kesehatan tertentu yang umumnya ditemukan pada perempuan seperti kelainan autoimun, kanker payudara, trombosis vena, dan osteoporosis.[15][23][24] Masalah kognitif dan perkembanganOrang dengan sindrom Klinefelter dapat memiliki masalah dalam belajar bahasa atau gangguan membaca.[25] Pengujian neuropsikologis umumnya dapat menunjukkan kekurangan dalam fungsi eksekutif, meskipun hal ini sering dapat diatasi melalui intervensi awal.[26] Keterlambatan perkembangan motorik juga dapat terjadi dan dapat ditangani melalui terapi okupasi dan fisik.[27] Balita laki-laki XXY membutuhkan waktu lebih lama untuk mulai bisa duduk, merangkak, dan berjalan. Anak laki-laki XXY dapat pula memiliki kesulitan di sekolah baik secara akademik maupun dalam olahraga.[15] PenyebabKromosom ekstra yang ada pada orang dengan sindrom Klinefelter merupakan hasil sisa akibat nondisjungsi selama meiosis I (gametogenesis) ayah atau ibu. Nondisjungsi ini terjadi ketika kromosom homolog, dalam hal ini X dan Y atau dua X, gagal berpisah dan menghasilkan satu sel sperma yang memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y secara bersamaan atau sel telur dengan dua kromosom X. Pembuahan sel telur normal berkromosom X dengan sperma XY ini akan menghasilkan keturunan XXY (Klinefelter). Pembuahan sel telur XX dengan sperma Y juga menghasilkan keturunan XXY (Klinefelter).[28][a] Mekanisme lainnya yang dapat menyisakan kromosom ekstra adalah nondisjungsi selama meiosis II sel telur. Nondisjungsi terjadi ketika kromatid pada kromosom seks, dalam hal ini X dan X, gagal berpisah. Ketika sel telur XX yang dihasilkan dibuahi oleh sperma Y, lahirlah anak dengn kromosom XXY. Susunan kromosom XXY ini adalah salah satu variasi genetik yang paling umum dari karyotip XY, terjadi pada sekitar satu dari 500 kelahiran laki-laki.[15] Pada mamalia dengan lebih dari satu kromosom X, gen pada semua kromosom X kecuali satu menjadi tidak diekspresikan. Hal ini dikenal sebagai inaktivasi X yang terjadi pada laki-laki XXY serta perempuan XX normal.[29] Tapi pada laki-laki XXY, beberapa gen yang terletak di region pseudoautosomal kromosom X mereka memiliki gen yang sesuai dengan kromosom Y mereka dan diekspresikan.[30] VariasiKondisi lainnya seperti 48,XXYY dan 48,XXXY dapat terjadi pada 1 dari 18.000-50.000 kelahiran laki-laki. 49,XXXXY dapat terjadi pada 1 dari 85.000—100.000 kelahiran laki-laki.[31] Laki-laki dengan sindrom Klinefelter dapat memiliki karyotip mosaik 47,XXY/46,XY dengan berbagai tingkat kegagalan spermatogenik. Jarang ditemukan mosaik 47,XXY/46,XX dengan gejala-gejala Klinefelter.[32] Sindrom XXY analog diketahui juga terjadi pada kucing. Calico atau torti pada pejantan merupakan indikator dari karyotip abnormal.[33] PenangananVariasi genetik bersifat permanen namun terapi testosteron dapat dijalani oleh individu yang ingin lebih menampilkan karakteristik maskulin.[34] Terapi hormon melalui implan testosteron yang dapat melepas hormon secara terkendali dapat dijalani dengan pengawasan dari tenaga medis[35] yang juga dapat berguna untuk mencegah timbulnya gejala osteoporosis. Seringkali, orang dengan sindrom Klinefelter yang memiliki jaringan payudara yang lebih besar atau hipogonadisme yang kentara dapat mengalami depresi dan kecemasan sosial karena anggapan sosial masyarakat (morbiditas psikososial).[36] Setidaknya terdapat satu penelitian yang menunjukkan bahwa dukungan psikologis dapat membantu mencegah munculnya masalah psikososial bagi orang dengan sindrom Klinefelter.[36] Pengangkatan payudara dengan bedah juga dapat dipertimbangkan yang juga dapat mengurangi risiko kanker payudara.[37] Penggunaan terapi perilaku dapat mengurangi gangguan bicara, kesulitan di sekolah, dan masalah dalam bersosialisasi. Pendekatan dengan terapi okupasi dapat berguna pada anak-anak, terutama pada anak yang juga mengalami dispraksia.[38] Penanganan infertilitasPada tahun 2010, lebih dari 100 kehamilan dilaporkan telah berhasil dilakukan menggunakan teknologi IVF dengan sperma yang diambil melalui pembedahan dari laki-laki dengan sindrom Klinefelter.[39] SejarahLaporan pertama mengenai sindrom klinefelter dipublikasikan oleh Harry Klinefelter dan para koleganya dari Rumah Sakit Massachusetts, Boston, Amerika Serikat.[40] Ia mencatat 9 orang pasien laki-laki yang memiliki payudara yang membesar, rambut pada tubuh dan wajah yang sedikit, testis yang kecil, dan ketidakmampuan memproduksi sperma.[40] Pada akhir tahun 1950-an, para ilmuwan menemukan bahwa sindrom yang dialami 9 pasien tersebut disebabkan oleh kromosom X tambahan sehingga mereka memiliki kromosom XXY.[40] Catatan kaki
Referensi
Pranala luar
|