Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. Informasi dalam artikel ini hanya boleh digunakan untuk penjelasan ilmiah; bukan untuk diagnosis diri dan tidak dapat menggantikan diagnosis medis. Wikipedia tidak memberikan konsultasi medis. Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat, berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional.
Rhinotrakeitis sapi infeksius
Informasi umum
Nama lain
Penyakit hidung merah (red nose disease), necrotic rhinitis, vulvovaginitis pustular infeksius (infectious pustular vulvovaginitis)
Infeksi BoHV-1 dapat menyebabkan berbagai bentuk penyakit:[1]
Pada bentuk pernapasan, tanda klinis yang muncul bervariasi tergantung pada derajat keparahan penyakit, seperti rhinitis, trakeitis (radang trakea), demam tinggi, leleran dari hidung, salivasi berlebih, batuk, dan dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang menyebabkan pneumonia.[4]
Pada bentuk reproduksi, penyakit ini disebut vulvovaginitis pustular infeksius (infectious pustular vulvovaginitis, disingkat IPV). Terjadi balanopostitis (radang kepala penis) pada hewan jantan, sedangkan hewan betina mengalami pembengkakan vulva dan keluarnya cairan kental. Keguguran dapat terjadi pada trisemester terakhir.
Pada bentuk konjungtival terjadi edema pada kornea dan keluarnya cairan dari konjungtiva.
Pada bentuk ensefalitik ditemukan pada anak sapi berumur 2-3 bulan yang ditandai dengan meningitis dan ensefalitis.
Pada bentuk neonatal, infeksi terjadi sejak sapi masih berada dalam kandungan. Anak sapi yang lahir mengalami diare yang persisten, demam, anoreksia, depresi, dispnea, dan keluarnya cairan dari mata.
Penyakit IBR/IPV dapat ditularkan baik secara vertikal (dari induk ke anak sapi dalam kandungan) dan secara horizontal (antarhewan). Penularan horizontal terjadi melalui inhalasi cairan hidung yang mengandung virus dan melalui hubungan reproduksi.[3]
Pencegahan dan pengendalian
Vaksinasi, menjaga kebersihan dan sanitasi kandang dilakukan untuk mencegah IBR. Pemberian antibiotika dan terapi suportif seperti pemberian vitamin dilakukan untuk mengobati infeksi sekunder akibat bakteri.[5]