Pertempuran Shanhaiguan
Pertempuran Shanhaiguan atau Pertempuran Lintasan Shanhai, berlangsung pada 27 Mei 1644 di Lintasan Shanhai (Shanhaiguan, 山海關) di ujung timur Tembok Besar Tiongkok, adalah pertempuran menentukan yang membawa kepada berdirinya Dinasti Qing di Tiongkok. Dalam pertempuran ini, Pangeran-Bupati Qing Dorgon bersekutu dengan mantan jenderal Ming, Wu Sangui untuk mengalahkan pemimpin pemberontak Li Zicheng dari Dinasti Shun, memungkinkan Dorgon dan Manchu dengan cepat menaklukkan Beijing dan menggantikan Dinasti Ming. PreludeBangkitnya ManchuKetika Dinasti Ming goyah dan ancaman dari musuh-musuh utara tumbuh, para kaisar Ming melihat nilai strategis Lintasan Shanhai dan pasukan yang sering ditempatkan di sana, tentara yang terkadang mencapai hingga 40.000 orang. Di bawah Kaisar Hung Taiji (berkuasa 1626—1643), Qing menjadi lebih agresif melawan Ming. Setelah pengepungan berjeda yang berlangsung lebih dari sepuluh tahun, pasukan Qing yang dipimpin oleh Jirgalang merebut Songshan dan Jinzhou pada awal tahun 1642.[4] Garnisun jendral Ming Wu Sangui di Ningyuan menjadi satu-satunya pasukan utama yang ditempatkan di antara pasukan Qing dan ibu kota Ming di Beijing.[5] Pada musim panas 1642, satu pasukan Qing berhasil menyeberangi Tembok Besar dan memorakporandakan Tiongkok utara selama tujuh bulan sebelum mundur pada Mei 1643, dengan tahanan dan barang rampasan, tanpa harus bertempur dengan tentara Ming yang besar.[6] Pada bulan September 1643, Hung Taiji tiba-tiba meninggal tanpa menyebut nama pewarisnya.[7] Untuk menghindari konflik antara dua pesaing kuat untuk suksesi—yaitu putra sulung Hong Taiji, Hooge dan saudara lelaki Hung Taiji dari pihak ayah, Dorgon, seorang pemimpin militer yang teruji—sebuah komite pangeran Manchu memilih untuk menyerahkan takhta kepada putra Hong Taiji yang berusia lima tahun Fulin dan menunjuk Dorgon dan Jirgalang sebagai wali penguasa bersama.[8] Karena Jirgalang tidak memiliki ambisi politik, Dorgon menjadi penguasa utama pemerintahan Qing.[9] Kejatuhan BeijingKetika Dorgon dan para penasihatnya yang sedang memikirkan bagaimana menyerang Ming, pemberontakan petani memorakporandakan Tiongkok utara dan mengancam ibu kota Ming Beijing. Pada Februari 1644, pemimpin pemberontak Li Zicheng mendirikan Dinasti Shun di Xi'an dan memproklamasikan dirinya sebagai raja. Pada Maret, pasukannya merebut kota penting Taiyuan di Shanxi. Melihat kemajuan para pemberontak, pada 5 April, Kaisar Chongzhen Ming meminta bantuan mendesak dari setiap komandan militer di kekaisaran.[10] Karena ingin memperoleh kesetiaan elite militernya, pada 11 April dia memberikan gelar earl (gelar kebangsawaan tinggi) kepada empat jenderal, termasuk Wu Sangui dan Tang Tong (唐通).[11] Tang Tong, satu-satunya earl baru yang saat itu berada di Beijing, mengatur ulang pertahanan ibu kota dan, bersama seorang kasim bernama Du Xun (杜勳), pergi untuk memperkuat Lintasan Juyong, benteng terakhir yang melindungi jalan utara menuju Beijing.[12] Pada 22 April, istana Ming mengetahui bahwa Tang Tong telah menyerah kepada Li Zicheng sehari sebelumnya, dan pasukan pemberontak sekarang berada di Changping, enam puluh lima kilometer barat laut Beijing.[13] Li dan pasukannya mencapai pinggiran ibu kota pada 23 April, tetapi alih-alih melancarkan serangan berskala penuh terhadap tembok kota, Li mengutus kasim Du Xun yang baru saja menyerah untuk menemui Kaisar, berharap dapat memperoleh penyerahannya.[14] Sang kaisar menolak.[15] Pada 24 April, Li Zicheng menerobos tembok kota Beijing; Kaisar gantung diri pada hari berikutnya di sebuah bukit di belakang Kota Terlarang. Dia adalah kaisar Ming terakhir yang memerintah di Beijing. ReferensiKutipan
Sumber
|