Aliansi Delapan NegaraAliansi Delapan Negara (Hanzi: 八国联军; Hanzi tradisional: 八國聯軍; Hanzi: bāgúo liánjūn) adalah pasukan gabungan dari delapan negara (Austria-Hungaria, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Rusia, Britania Raya dan Amerika Serikat) yang berusaha memadamkan Pemberontakan Boxer di Dinasti Qing pada tahun 1900.[1] Tentara aliansi delapan negara menduduki ibu kota Beijing, hal ini dilakukan sebagai bentuk balasan dari kebijakan anti asing selama pemberontakan petinju yang menargetkan kedutaan luar negeri dalam peristiwa pengepungan legasi internasional selama 55 hari.[2]
Saat pasukan aliansi sampai di daratan Cina dan dengan cepat menguasai Beijing, mereka lantas bergerak untuk menguasai desa-desa di Tiongkok Utara. Banyak warga sipil yang tidak bersalah menjadi korban karena dituduh dan diduga sebagai pasukan pemberontak yang terlibat dalam peristiwa pengepungan legasi internasional. Banyak juga terjadi kasus penjarahan selama pendudukan pasukan aliansi delapan negara berlangsung, dimana bangunan pemerintahan dan situs cagar budaya dalam jumlah yang tidak terhitung kerugiannya, mengalami kerusakan. Pada akhir kampanye yang dilakukan pasukan aliansi ini, pemerintah Tiongkok terpaksa menandatangani Protokol Boxer tahun 1901.[3] Propaganda BaratDalam suatu kesempatan dimana para tentara asing saling mengabadikan momen melalui fotografi, nampak kaum kulit putih anglo-saxon yang berasal dari Britania Raya, Amerika Serikat dan Australia diperlihatkan lebih superior dengan sengaja memilih pasukan berpostur badan tinggi dan besar, sedangkan mereka yang dari Asia dipilihkan pasukan berpostur badan kecil dan pendek, hal semacam diskriminasi rasial dan supremasi kulit putih masih terjadi dalam kasus ini meskipun mereka sedang berada dalam satu aliansi dan berjuang bersama-sama melawan musuh yang sama.[4] Lihat Pula
Referensi
|