Li Zicheng
Li Zicheng (李自成-1606-1644?) terlahir dengan nama Li Hongji adalah seorang pemimpin pemberontakan petani semasa Dinasti Ming, dia menjuluki dirinya Chuang Wang atau Raja Pengembara. Li lahir di Distrik Minzhi, pinggiran kota Yan’an, Shaanxi dari keluarga gembala. Pada umur 20, dia mulai belajar menunggang kuda dan memanah. Menurut cerita yang beredar di kalangan rakyat, dia pernah diborgol dan dipamerkan di depan umum karena tidak bisa membayar hutang pada seorang pejabat daerah. Pejabat itu menghukum bawahannya yang memberi minum padanya. Kemudian sekelompok petani membebaskannya dan melarikannya ke gunung lalu mereka mengangkatnya sebagai pemimpin. Mereka mendapatkan senjata pertama mereka dari polisi yang dikirim pemerintah untuk menangkap mereka. Saat itu Provinsi Shaanxi dilanda kelaparan besar, dalam situasi ini Li mendapatkan lebih dari 20.000 pengikut dalam tiga tahun. Pasukan pemberontak yang dinamai Dashun itu menyerang dan membunuhi pejabat-pejabat di Henan, Shanxi dan Shaanxi, mereka bahkan membunuh seorang adipati korup yang juga paman kaisar pada saat itu, Zhu Changxun. Bulan April 1644, tahun ke-17 pemerintahan Kaisar Chongzhen, Li memimpin pasukannya menyerang Beijing dan berhasil mendudukinya. Kaisar Chongzhen menggantung diri di bukit belakang istananya. Li masuk ke kota dengan dielu-elukan penduduk kota sebagai pembebas. Sebelum memasuki istana kerajaan, dia berhenti di gerbang depan dan memanah papan nama di atas gerbang itu sebagai lambang runtuhnya Dinasti Ming yang korup. Hari-hari pertama kekuasaannya berjalan mulus, para pejabat lama, bangsawan dan kasim korup dihukum berat. Hukum militer ditegakkan bagi pasukannya yang melanggar disiplin seperti merampok rakyat. Li juga mengirim pejabat-pejabatnya ke kota lain untuk mengambil alih kekuasaan. Sebentar saja kekuasaan pemerintah Dashun sudah meliputi Shandong, Ningxia, wilayah utara Huai dan Sungai Yangtze. Total seluruhnya sudah lebih dari setengah wilayah Tiongkok. Sayangnya kemenangan ini membuat para pemimpin Dashun menjadi terlena. Mereka jadi sering berpesta-pora. Para pejabat militernya semakin sewenang-wenang menarik dana dari mantan pejabat Ming dan keluarga kaya. Perilaku buruk para komandan tentu memengaruhi kedisiplinan prajurit mereka. Para prajurit kini sering melanggar disiplin tetapi hukumannya tidak seberat ketika masuk kota dulu. Li sendiri tidak memahami perilaku bawahannya lagi, karena ia kini hidup di istana. Yang lebih parah, Li juga kurang memperhatikan ancaman dari suku Manchu di utara yang sudah lama menjadi ancaman bagi Tiongkok. Disaat yang sama, Wu Sangui, jendral Ming yang menjaga Shanhaiguan, ujung paling timur Tembok Besar bersekutu dengan Manchu setelah mendengar ayahnya disiksa dan istrinya, Chen Yuanyuan dirampas salah satu jendral Dashun, Liu Zongmin. 27 Mei 1644, Li kalah dan terusir dari Beijing. Kabar mengenai kematiannya tidak jelas, entah bunuh diri atau dibunuh, beberapa cerita rakyat mengatakan bahwa dia menjadi biksu setelah kekalahannya. Komentar sejarah mengenai Li ZichengWalaupun pemberontakan Li Zicheng sangat membantu Manchu/ Dinasti Qing dalam menaklukan daratan Tiongkok karena melemahkan Dinasti Ming, namun ironisnya, catatan-catatan sejarah Dinasti Qing menganggapnya sebagai perampok atau bandit. Pandangan ini tampaknya untuk mengecilkan gagasan/ide untuk memberontak melawan Dinasti Qing, juga untuk mempropagandakan bahwa Dinasti Qinglah yang telah mengakhiri kekuasaan ilegal rezim perampok Li dan mengembalikan kehormatan kerajaan serta menerima mandat surga untuk memerintah Tiongkok. Pada abad XX, kaum Maois, anti-Konfusius, dan komunis radikal memandangnya sebagai revolusioner yang melawan feodalisme. Pemerintah Tiongkok membangun sebuah monumen di Beijing untuk menghormatinya. Li Zicheng dalam budaya populer
Pranala luar
|