RRI Makassar
Radio Republik Indonesia Makassar (RRI Makassar) adalah stasiun radio milik LPP Radio Republik Indonesia di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Stasiun ini mengoperasikan lima stasiun radio FM. RRI Makassar berlokasi di Jalan Riburane Nomor 3, Bulo Gading, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.[1] SejarahMasa pendudukan JepangKetika Tentara Jepang menduduki wilayah kota Makassar pada tanggal 8 Desember 1942, mereka langsung mendirikan stasiun radio. Siaran pertamanya berupa pidato radio dari Laksamana Suddo Kane Omi (Pejabat Angkatan Laut Dai Nippon). Studio ini menempati salah satu rumah di tepi Pantai Losari, tepatnya di Jalan Rajawali No. 2 Makassar, menyita rumah milik H. Lala, seorang kontraktor bangunan. Stasiun itu bernama Makassaru Hoso Kyoku disingkat MHK. Materi siarannya berupa propaganda Jepang. Konon, Radio MHK ini adalah radio siaran pertama di kawasan timur Indonesia. Tentara Jepang ketika itu memaksa penduduk mendengar siaran radio ini. Itulah sebabnya dibeberapa pojok jalan dalam kota Makassar dipasangi radio umum.[2] Pada tahun 1944, MHK mendatangkan tenaga kesenian dari Solo dan Yogyakarta sehingga siaran musik kian bervariasi dengan terdengarnya alunan Gamelan Jawa dan kesenian Sunda.[2] Akhir Perang Dunia II dan awal berdirinya RRI MakassarSetelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, Komandan tentara sekutu yang dipimpin oleh De Bruin mengambil alih MHK dan berganti nama menjadi Radio Omroep Makassar (ROM) yang dipimpin oleh Mt. Sholtens. Pengelolaan stasiun radio dipercayakan kepada satu badan penyiaran yang beranama Reegering Voorlightings Dients (RVD) dipimpin oleh Mayor P.H. Kramer. Badan penyiaran ini sekaligus menjadi terompet Negara Indonesia Timur bentukan Belanda. Pada tahun 1947, berganti nama menjadi Radio Oemroep in Overgangtijd (ROIO) yang dipimpin oleh A.O.A Niederer sampai tahun 1950. Meskipun radio ini milik badan penyiaran tentara Belanda/NICA, siaran radionya tak luput dari penyusupan pesan-pesan perjuangan terselubung. Robert Wolter Mongisidi, salah seorang pemuda pejuang Merah Putih, memanfaatkan hubungan baiknya dengan seorang Penyiar ROIO, Alex Muri. Ketika diketahui oleh NICA, Alex Muri dipecat.[3] Pada bulan Mei 1950, Kamarsayah, Sutoyo dan Muri tiba dari Jakarta untuk mengambil alih radio siaran di Makassar dan menjadikannya Radio Republik Indonesia (RRI). Pada saat yang sama tanggal 6 Mei 1950, sedang terjadi pemberontakan Andi Azis. Sepasukan serdadu ex KNIL menguasai RRI. Kru yang saat itu sedang bertugas, Chris Betaria (Redaktur pekabaran), Nyonya Mandias (Penyiar), Sudarmadji (Operator teknik), Alex Rorimpandei (Sopir) dan Nurdin Adam (pesuruh) sempat di tahan. Agar tetap mengudara, kru RRI lainnya segera mengupayakan pendirian sebuah pemancar darurat di kantor Gubernur dengan bantuan petugas Kantor Pos dan Telegraph. Tanggal 18 Agustus 1950 stasiun RRI di tepi Pantai Losari berhasil di rebut kembali oleh TNI, RRI kemudian kembali mengudara. Menyusul pemberontakan Andi Azis di Makassar, Dr Christiaan Robbert Steven Soumokil memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon. Pasukan TNI segera melancarkan Operasi penumpasan. Dikoordinir oleh Komandan Teritorium VII Indonesia Timur di bawah Panglima Alex Kawilarang yang berkedudukan di Makassar, operasi dilakukan. Pada operasi pendaratan TNI di Maluku pada bulan September 1950 seorang reporter RRI Makassar, Anwar Ahmad ikut serta dan membuat laporan. Era modernPada tahun 1967, RRI Makassar dibawah Muhammad Sani mengembangkan siaran di bidang keagamaan. Setelah berkonsultasi dan berdiskusi dengan H.M. Daeng Patompo (Walikota Makassar) akhirnya disepakati dengan Pemerintah daerah kota Makassar dengan didukung oleh Gubernur Achmad Lamo. Diselenggarakanlah Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) yang pertama di Makassar tahun 1968, yang merupakan cikal bakal diselenggarakannya Pekan Tilawatil Qur'an RRI (PTQ).[4] Dalam kurun waktu tahun 1950 hingga 1970-an RRI Makassar berdiri sendiri tanpa saingan, lokasinya pun telah pindah dari Jalan Rajawali ke Jalan Riburane. Menempati lahan eks Taman Wilhelmina (Wilhelmina Park), yang pernah dijadikan Terminal angkutan kota sebelum terminal itu dipindahkan lagi ke samping Rumah Sakit Akademis pada tahun 1950-an.[5] Diawal dekade 1970-an seiring dengan bergantinya nama dari Makassar menjadi Ujung Pandang,[6] RRI Makassar turut berganti nama menjadi RRI Nusantara IV Ujung Pandang, dan disaat yang sama siaran swasta mulai bermunculan disusul dengan berdirinya TVRI stasiun Ujung Pandang (kemudian TVRI Makassar, kini menjadi TVRI Sulawesi Selatan) pada tahun 1972. Setelah itu RRI Ujung Pandang mulai memasuki situasi ”persaingan” yang ketat.[5] Mulai tahun 1991 RRI Makassar membagi siarannya dalam dua programa. Programa 1 utamanya untuk segmen di daerah luar Makassar, sedangkan Programa 2 utamanya untuk segmen masyarakat perkotaan. Pada tahun 1990-an inilah prestasi RRI Makassar dibidang siaran banyak memperoleh penghargaan. Beberapa Piala Swara Kencana untuk Sandiwara Radio dan Siaran Pedesaan berulangkali diraihnya.[5] StasiunRRI Makassar saat ini menjalankan lima stasiun radio, salah satu di antaranya merelai RRI Programa 3. Stasiun-stasiun radio tersebut antara lain:
Disamping dari 5 programa yang dimiliki oleh RRI Makassar, lembaga ini juga memiliki Studio Produksi di Kabupaten Bone dengan frekuensi FM 91 MHz. Studio Produksi ini diresmikan oleh Direktur Utama LPP RRI Rosarita Niken Widiastuti pada April 2015.[7] Mulanya, RRI SP Bone berlokasi di Jalan Ahmad Yani Nomor 1, Keluarahan Jeppee, Kecamatan Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone. Namun, setelah pembangunan gedung barunya dalam kurun tahun 2021 hingga 2023 dengan lahan seluas 1.500 m²,[8] maka RRI SP Bone kini berlokasi di Kompleks Stadion La Patau di Jalan Reformasi, Kelurahan Macanang, Kecamatan Tanete Riattang Barat, Kabupaten Bone. Galeri logo
CatatanLihat pula
Referensi
Pranala luar |