Ketopong Benty Grange
Ketopong Benty Grange adalah sebuah ketopong berjambul celeng peninggalan suku bangsa Anglo-Saxon dari abad ke-7 tarikh Masehi. Ketopong ini ditemukan oleh Thomas Bateman pada tahun 1848 saat mengekskavasi sebuah tumulus di lahan usaha tani Benty Grange, bagian dari civil parish Monyash yang terletak di ujung barat wilayah county Derbyshire. Gundukan makam ini agaknya sudah pernah dijarah pada saat diekskavasi oleh Thomas Bateman, tetapi masih menyimpan barang-barang peninggalan kalangan berstatus ningrat yang menimbulkan kesan bahwa di dalamnya pernah terpendam banyak sekali barang bekal kubur bernilai tinggi, misalnya saja sisa-sisa kepingan sebuah mangkuk gantung. Ketopong ini sekarang terpajang di Museum Weston Park setelah dibeli oleh museum tersebut dari ahli waris Thomas Bateman pada tahun 1893. Ketopong ini terdiri atas rangka besi yang ditutupi pelat-pelat tanduk pada sisi luarnya, dan alas kain atau kulit pada sisi dalamnya, meskipun bahan-bahan baku organik ini sudah habis terurai. Selain cukup kuat melindungi kepala pemakainya dari hantaman senjata, ketopong ini juga indah bentuknya dan mungkin saja dibuat khusus untuk keperluan seremonial. Ketopong Benty Grange adalah salah satu dari enam buah ketopong yang diketahui sebagai ketopong buatan Anglo-Saxon, dan ditemukan sebelum penemuan ketopong Sutton Hoo, ketopong York, ketopong Wollaston, ketopong Shorwell, serta ketopong Staffordshire. Ketopong Benty Grange memperlihatkan perpaduan unik dari atribut struktur dan atribut teknik, tetapi ada pula barang-barang sejenis dan sezaman dengan ciri-ciri yang sama dengannya. Dalam konteks ini, ketopong Benty Grange digolongkan sebagai salah satu dari "ketopong-ketopong berjambul" yang digunakan di kawasan utara Eropa pada kurun waktu abad ke-6 M sampai abad ke-11 M. Tampilan yang paling menarik dari ketopong ini adalah jambulnya yang menyerupai seekor celeng. Celeng adalah lambang agama leluhur Anglo-Saxon, tetapi posisinya yang menghadap ke arah salib Kristen pada tameng hidung menunjukkan adanya sinkretisme. Tampilan semacam ini mencerminkan keadaan Inggris pada abad ke-7, manakala misionaris-misionaris Kristen perlahan-lahan berusaha menggerus keyakinan masyarakat Anglo-Saxon akan mitos-mitos suku bangsa Jermani. Kendati demikian, ukuran celeng yang lebih besar daripada salib menyiratkan bahwa ketopong ini lebih condong mengagungkan agama leluhur. Salib mungkin ditambahkan sekadar jimat pelengkap, karena pertolongan dari dewa manapun akan disambut dengan rasa syukur di medan tempur. Patung celeng pada puncak ketopong juga merupakan jimat, dan memberi gambaran tentang suatu masa ketika ketopong berjambul celeng masih merupakan barang yang lumrah digunakan orang, sama halnya dengan ketopong Wollaston dan celeng Guilden Morden. Wiracarita Beowulf dari masa yang sama lima kali menyebut-nyebut tentang ketopong semacam ini, dan berkisah tentang besarnya tenaga pria "manakala dengan pedang terhunus, yang tajam matanya oleh tempaan, lagi berkilat-kilat bilahnya berlumur darah, menetak lepas jambul celeng yang begitu keras dari puncak ketopong."[1] Latar belakang sejarahKetopong Benty Grange dibuat pada masa-masa keperintisan agama Kristen di Inggris ketika negeri itu dikuasai oleh suku bangsa Anglo-Saxon, dan menampilkan corak-corak hias Kristen maupun agama leluhur.[2] Patung celeng merupakan unsur tradisi agama leluhur yang kala itu sudah dianut selama seribu tahun,[3] sementara salib merupakan unsur agama Kristen yang umurnya kira-kira baru sampai separuh dari umur agama leluhur. Penjajahan Romawi atas Britania membuka jalan bagi masuknya agama Kristen Katolik, dan kepergian bangsa Romawi dari Britania pada tahun 410 M menjadi awal kemunduran agama ini. Sepeninggal bangsa Romawi, agama Kristen di Britania mengalami penyimpangan sehingga menciptakan bentuk tersendiri yang tak dapat lagi dikenali, atau dilamun arus masuk suku bangsa Anglo-Saxon dari Eropa daratan sehingga tergantikan oleh tradisi-tradisi suku bangsa Jermani yang telah diberangus dalam sekurang-kurangnya 400 tahun lamanya.[4][5] Kawasan-kawasan tanah rendah di Britania, termasuk daerah Peak District, tempat ketopong Benty Grange ditemukan, secara khusus rentan terhadap invasi suku bangsa Anglo-Saxon, dan rentan pula terhadap hilangnya penganut kebudayaan dan agama lokal.[6] Meskipun masih bertahan di Britania sepeninggal bangsa Romawi, agama Kristen terisolasi di daerah-daerah tanah tinggi, yakni Skotlandia, Wales, Devon, dan Cornwall.[6] Agama Kristen kembali ke Inggris pada tahun 597, dibawa oleh para misionaris utusan Paus Gregorius, dan mulai berakar ketika penguasa Kent, Raja Æthelberht, mengizinkan mereka untuk menetap dan berdakwah.[7] Raja Æthelberht sendiri menerima agama Kristen menjelang wafat pada tahun 616,[8] dan dalam kurun waktu seabad, sebagian besar kaum ningrat berikut para kawula mereka menjadi pemeluk agama Kristen. Dalam beberapa abad berikutnya, rakyat jelata pun ikut menerima agama Kristen.[9] Kendati demikian, peralihan keyakinan di Inggris pada masa kekuasaan suku bangsa Anglo-Saxon bukan merupakan suatu langkah sukses yang linier bagi penyebaran agama Kristen.[9] Raja Rædwald, penguasa Anglia Timur, yakni tokoh yang diduga dikebumikan jenazahnya di dalam makam kapal Sutton Hoo, menerima agama Kristen ketika melawat Raja Æthelberht, dan sekali lagi beralih ke agama leluhur sepulang dari lawatannya. Semenjak itu, Raja Rædwald menunaikan ibadat Kristen sekaligus ibadat agama leluhur, yang menunjukkan adanya dualisme agama.[10] Ketika kurun waktu ratusan tahun peralihan agama kaum ningrat berakhir, hampir semua kerajaan telah mewajibkan paling sedikit dua peralihan agama.[9] Ketopong Benty Grange dibuat dalam kurun waktu perubahan ini, terbukti dari tampilannya yang sinkretis.[2] Ketopong ini lebih menonjolkan unsur agama leluhur, yakni patung celeng yang tampak jauh lebih besar dibanding hiasan salib yang begitu kecil.[11] Hiasan salib belum tentu merupakan tanda agama Kristen, karena mungkin saja digunakan sebagai jimat penolak bala belaka.[12][13] Apapun alasan politik yang melatarbelakangi perpindahan agama, medan tempur bukanlah tempatnya untuk mendiskriminasi sesembahan.[14] DeskripsiKetopong Benty Grange terdiri atas rangka besi yang ditutupi pelat-pelat tanduk.[15] Beratnya diperkirakan mencapai 1,441 kg (3,18 pon), yakni berat replika buatan tahun 1986 yang kini tersimpan di Museum Weston Park.[16] Sisa-sisa rangka besi, yang kini sudah berkarat, mula-mula terdiri atas tujuh bilah besi, masing-masing setebal 1 sampai 2 milimeter.[15] Bilah lingkar dahi memiliki panjang 65 cm (26 inci) dan lebar 2,5 cm (1 inci).[17] Dua bilah lengkung yang sama lebar menghubungkan sisi depan dengan sisi belakang dan sisi kiri dengan sisi kanan bilah lingkar dahi.[17] Bilah lengkung depan-ke-belakang sepanjang 40 cm (16 inci) memiliki tambahan menganjur melewati bilah lingkar dahi sepanjang 4,75 cm (1,87 inci) searah batang hidung, dan 3,8 cm (1,5 inci) ke arah tengkuk. Tambahan menganjur searah batang hidung dibuat lurus, sementara tambahan menganjur ke arah tengkuk ditekuk mengikuti lekuk bagian belakang kepala.[17] Bilah lengkung kiri-ke-kanan juga memiliki tambahan menganjur, meskipun sudah patah dan hilang. Tambahan-tambahan menganjur ini merupakan bagian dari semacam tameng pipi atau tameng telinga.[17] Bilah lengkung ini terpasang pada sisi kiri luar dan sisi kanan dalam dari bilah lingkar dahi, serta sisi luar dari bilah lengkung dari hidung ke tengkuk.[17] Empat kuadran yang terbentuk oleh pesilangan kedua bilah lengkung ini dibagi lagi dengan bilah-bilah besi tambahan. Hanya satu dari bilah-bilah tambahan ini yang tersisa.[18] Masing-masing bilah tambahan terpasang pada sisi luar bilah lingkar dahi, dan memiliki panjang 7 cm (2,8 inci) dari tengah-tengah bilah lengkung kiri-ke-kanan sampai ke bilah lingkar dahi.[17] Bilah-bilah selebar 22 mm (0,87 inci) ini sedikit demi sedikit menyempit menjadi 15 mm (0,59 inci), tertekuk dengan kemiringan 70° dari bilah lingkar dahi dan sedikit demi sedikit bertambah condong sampai akhirnya bertumpang tindih dengan kemiringan 50° tepat di bawah jambul ketopong.[17] Sisi dalam ketopong mungkin sekali dulunya dilapisi kulit atau kain.[17][16] Delapan pelat tanduk, yang diduga berasal dari tanduk sapi, mungkin sekali dilunakkan dan ditekuk terlebih dahulu sebelum dipotong-potong sesuai bentuk dan ukuran delapan bidang kosong di antara rangka besi.[19] Semua pelat tanduk ini sudah musnah, tetapi jejak-jejak mineralisasi pada bilah-bilah besi telah mengabadikan garis-garis seratnya.[17] Pelat-pelat ini dipasang menutupi rangka besi dengan sisi-sisi yang saling merapat tepat di tengah-tengah tiap bilah rangka.[20] Tempat merapatnya sisi-sisi pelat tanduk ini ditutupi lagi dengan selapis pelat tanduk yang dipotong selebar bilah rangka.[21] Tiga lapis bahan—besi pada lapis terbawah, dan dua lapis pelat tanduk—dirapatkan dengan bantuan sejumlah paku keling:[21] paku-paku keling dari besi ditancapkan dari sisi dalam ketopong, dan paku-paku keling dari perak atau bersalut perak, dengan kepala paku bergambar kapak berkepala kembar, ditancapkan dari sisi luar ketopong dengan jarak 4 cm (1,6 inci).[21] Jejak-jejak tanduk pada permukaan rangka di sisi belakang ketopong, yakni pada tambahan menganjur bilah lengkung depan-ke-belakang dan bilah lingkar dahi, menyiratkan bahwa pelat tanduk juga digunakan sebagai bahan tameng leher.[21] Pelat-pelat tanduk ini diduga memiliki panjang 5 cm (2,0 inci) dari tengah-tengah bilah lingkar dahi sampai ke ujung bagian menganjur pada sisi belakang ketopong, dan menghubungkan bagian menganjur pada sisi belakang ketopong dengan bagian-bagian menganjur pada sisi samping ketopong dengan kemiringan 5° dan panjang 6,4 cm (2,5 inci) dari tengah-tengah bilah lingkar dahi.[21] Selain unsur-unsur estetis yang sudah dimasukkan ke dalam rancangan dasar ketopong, ada lagi dua tampilan lain yang menambah keindahan ketopong, yakni hiasan salib pada tameng hidung dan patung celeng pada puncak ketopong.[22] Hiasan salib berbahan perak ini memiliki panjang 3,9 cm (1,5 inci) dan lebar 2 cm (0,79 inci), serta terdiri atas dua bagian.[23] Bagian pertama adalah salib perak dengan kepala, lengan, dan kaki yang sama panjang. Bagian kedua adalah sepotong bilah perak yang ditambahkan pada kaki salib perak sehingga tampak lebih panjang.[23] Hiasan ini ditempatkan pada selapis pelat tanduk dan dipasang pada ketopong dengan bantuan dua batang paku keling, satu paku keling ditancapkan pada titik persilangan salib, dan satu lagi ditancapkan pada kaki salib.[24] Corak hias zig-zag di sekeliling salib terbentuk oleh tatanan dua puluh sembilan pentol perak yang mungkin sekali ditatahkan ke dalam rongga-rongga kecil pada pelat tanduk. Rongga-rongga kecil ini dibuat dengan cara menggurdi atau menembuk.[25] Tampilan paling khas dari ketopong Benty Grange adalah patung celeng mini yang terpasang pada puncaknya.[26] Bagian dalam badan patung celeng terbuat dari gabungan dua belahan kelongsong perunggu. Sisi-sisi belahan kelongsong dipisahkan celah selebar kira-kira 2 mm (0,08 inci).[27] Celah ini agaknya diisi dengan benda dari tanduk atau logam yang mungkin berdiri tegak dan berbentuk surai atau tonjolan di sepanjang tulang punggung patung celeng namun kini sudah lepas,[27] atau mungkin pula diisi dengan surai atau bulu celeng sungguhan, sebagaimana yang tampak pada replika ketopong.[28] Kedua sisi kelongsong perunggu disalut dengan selembar pelat besi yang membentuk bagian luar badan patung celeng.[29] Empat pelat perak bersalut emas yang berbentuk buah pir—dari kepingan uang perak Romawi yang dipotong dan dikikir, diketahui dari corak dedaunan klasik yang masih membekas pada sisi luar pelat kiri depan, dan bekas-bekas kikiran pada sisi belakang pelat—dijadikan pangkal paha patung. Masing-masing pelat ditembuki dengan dua paku keling perak, satu di atas yang lain, yakni pada kedua ujung pelat.[30] Paku-paku keling perak ini menyatukan kelima lapis badan patung, dan dikimpal ke pelat.[31] Pada sekujur badan patung dibuat rongga-rongga kecil, mungkin dengan cara ditembuk, dan diisi dengan pentol-pentol perak bergaris tengah kira-kira 1,5 mm (0,06 inci).[32] Pentol-pentol ini agaknya dituang ke permukaan badan patung, dikikir, dilapis emas, dan mungkin dibuat demikian agar tampak seperti bulu-bulu yang keemas-emasan.[32] Mata patung terbuat dari dua butir batu delima berbentuk oval mengerucut sepanjang 5 mm (0,20 inci), diikat dengan kelongsong-kelongsong emas dengan hiasan kerawang filigrana di sekeliling pinggirannya.[33] Masing-masing kelongsong memiliki panjang 8 mm (0,31 inci) dan lebar 3,5 mm (0,14 inci), serta bertangkai sepanjang 8 mm (0,31 inci) yang diisi malam lebah dan dibenamkan ke dalam kepala patung.[33] Potongan-potongan perunggu bersalut emas dibentuk menjadi bagian ekor, taring, moncong, garis lekuk rahang, dan telinga patung, namun hanya sedikit sekali bekasnya yang masih tersisa.[34] Dua pasang kaki besi—mungkin sekali mula-mula padat, tetapi menjadi berongga oleh korosi—menghubungkan badan patung dengan selembar pelat perunggu berbentuk elips; kedua pasang kaki menyerupai tungkai depan celeng yang lututnya menghadap ke depan, sementara lutut tungkai belakang celeng sesungguhnya menghadap ke belakang.[34] Pelat perunggu berbentuk elips memiliki panjang 9 cm (3,5 inci) dan lebar maksimal 1,9 cm (0,75 inci), serta ditekuk mengikuti lengkungan bagian puncak ketopong.[35] Empat lubang pada pelat merupakan tempat sambungan kaki patung, dan tiga lubang lagi merupakan bekas sambungan pelat dengan rangka ketopong, selain dari satu lubang besar bekas paku keling yang terletak sedikit di belakang titik pusat pelat.[35] Pelat ini mungkin sekali dipasang langsung pada rangka ketopong, sementara kaki-kaki patung ditembuskan melalui lubang-lubang pada pelat tanduk.[36][37] FungsiKetopong Benty Grange bukan hanya berfaedah melindungi kepala jika digunakan dalam pertempuran, melainkan juga berfungsi menunjukkan status ningrat pemakainya.[16] Sebagaimana yang ditunjukkan oleh replikanya di Museum Weston Park, ketopong ini dulunya tentu tampak memukau,[38] dan mungkin saja dibuat khusus untuk digunakan sebagai perlengkapan seremonial.[16] Eksperimen-eksperimen yang dilakukan dengan menggunakan sebuah tiruan dari replika ini menunjukkan bahwa ketopong Benty Grange dapat menahan hantaman mata kapak, yang memang merusak pelat tanduk tetapi tidak menghancurkannya.[16] Sekalipun pelat tanduk dapat ditembusi mata panah dan mata tombak, helm-helm serat kaca dan helm-helm pengaman modern juga dapat ditembusi oleh senjata-senjata yang sama.[16] Ketopong merupakan barang langka di kalangan masyarakat Anglo-Saxon, sehingga ketopong Benty Grange, baik dari segi kemewahannya maupun dari segi kelangkaannya, merupakan penanda status ningrat pemiliknya.[38][16][39] Alat pelindung semacam ini tentunya berasal dari kalangan hartawan.[40][41] Dalam wiracarita Beowulf, syair gubahan dari masa yang sama tentang raja-raja dan kaum bangsawan, ketopong-ketopong relatif umum dijumpai,[40][41] sementara ketopong-ketopong sezaman dari makam-makam Vendel dan Valsgärde di Swedia, yang diduga sebagai barang bekal kubur para hartawan selain raja, menyiratkan bahwa ketopong tidak hanya digunakan oleh kalangan penguasa.[42] Kendati demikian, ribuan makam peninggalan Anglo-Saxon yang berisi barang-barang bekal kubur telah diekskavasi sejak awal abad ke-19, tetapi ketopong masih saja langka ditemukan.[43][44][45] Meskipun keadaan ini mencerminkan rendahnya taraf kelestarian dan bahkan taraf pengenalan artefak, kelangkaannya yang luar biasa menunjukkan bahwa ketopong-ketopong Anglo-Saxon tidak pernah disimpan dalam jumlah besar.[45] PenemuanKetopong ini ditemukan pada tanggal 3 Mei 1848 dalam kegiatan ekskavasi di lahan usaha tani Benty Grange, Derbyshire,[46] yang kini telah dijadikan Taman Nasional Peak District.[37] Penemunya, Thomas Bateman, adalah seorang arkeolog sekaligus kolektor barang antik yang dijuluki "Kesatria Gundukan Makam" karena sudah mengekskavasi lebih dari 500 gundukan makam.[47][48] Thomas Bateman menggambarkan Benty Grange sebagai "tempat yang tinggi dan suram";[46] gundukan makam Benty Grange, yang masih ada sampai sekarang, tampak menonjol di tepi sebuah jalan raya peninggalan Romawi, yang kini dinamakan Jalan A515. Makam ini mungkin sengaja dibangun di tepi jalan agar terlihat oleh para musafir yang lewat,[49] dan mungkin pula dirancang sedemikian rupa agar terlihat jelas pada kaki langit bersama dua monumen lain di dekatnya, yakni lingkaran batu Arbor Low dan gundukan makam Gib Hill.[49] Gundukan makam Benty Grange merupakan timbunan tanah berbentuk lingkaran dengan garis tengah kira-kira 15 m (49 kaki) dan tinggi kira-kira 0,6 m (2 kaki), yang dikelilingi oleh sebuah parit selebar kira-kira 1 m (3,3 kaki) dan sedalam kira-kira 0,3 m (1 kaki), serta gundukan tanah selebar kira-kira 3 m (10 kaki) dan setinggi kira-kira 0,2 m (0,66 kaki) yang membentuk pagar penanuler (lingkaran terputus) di sekeliling gundukan dan parit.[50] Luas keseluruhan struktur makam kira-kira 23 x 22 m persegi (75 x 72 kaki persegi).[50] Keterangan yang tidak tersurat dalam catatan ekskavasi Thomas Bateman adalah kemungkinan bahwa ia bukan orang pertama yang menggali makam itu.[51] Kenyataan bahwa barang-barang temuan didapati dalam dua kumpulan yang terpisah sejauh enam kaki, dan kenyataan bahwa barang-barang yang lazimnya menyertai ketopong tidak turut ditemukan, yakni barang-barang seperti pedang dan perisai, menimbulkan dugaan bahwa makam ini sudah pernah dijarah.[51] Ukurannya sangat besar karena mungkin saja merupakan tempat persemayaman dua jenazah, meskipun hanya satu yang ditemukan Thomas Bateman.[50] Bagian tengah gundukan makam diduga sebagai tempat persemayaman jenazah, yang dibujurkan di atas permukaan tanah sebelum diuruk, namun tidak ada lagi sisa-sisanya.[52][46] Benda yang digambarkan Thomas Bateman sebagai sisa-sisa seuntai rambut, kini diduga berasal dari sehelai mantel bulu, kulit lembu atau sejenisnya.[53] Barang-barang temuan didapati terpendam dalam dua kelompok.[51][54][55] Kelompok pertama terpendam di tempat penemuan "rambut," dan kelompok kedua terletak sekitar enam kaki di sebelah barat kelompok pertama.[54][55] Di tempat penemuan "rambut" didapati "sekumpulan hiasan aneh," yang dengan susah payah dikeluarkan dari padatan tanah,[54][46] antara lain sebuah cawan yang diidentifikasi terbuat dari kulit tetapi mungkin sekali dari kayu,[56][57] dengan garis tengah bagian mulut kira-kira 3 inci (7,6 cm).[58][46] Sekeliling pinggiran cawan dilapisi pelipit perak,[46] sementara permukaannya "diperindah dengan empat hiasan jentera dan dua hiasan salib dari perak tipis, dipasang dengan paku-paku dari logam yang sama, yang ditancapkan dari sebelah dalam cawan."[59] Ditemukan pula sisa-sisa tiga buah tutup mangkuk gantung,[58][59][60] "seutas tambang dari jalinan kawat yang sangat halus," serta sejumlah "tulang pipih yang dihiasi corak belah ketupat dan sebagainya"[59] yang terpasang pada sutra, tetapi dengan segera habis terurai setelah terpapar udara.[61] Sekitar enam kaki di sebelah barat kumpulan barang-barang ini, ditemukan seonggok barang dari besi.[62][63][64] Setelah dipisah-pisahkan, onggokan ini diketahui terdiri atas sekumpulan rantai, enam potong besi memanjang menyerupai garu jerami, dan ketopong.[62][63][64] Thomas Bateman menguraikan temuan ketopong ini sebagai berikut:
Thomas Bateman mengakhiri catatan ekskavasi yang dikerjakannya pada tahun 1849 dengan keterangan tentang "sifat korosif dari tanah makam",[65] yang pada tahun 1861 ia sebut sebagai "sifat tanah tumuli di Derbyshire pada umumnya".[66] Ia menduga bahwa keadaan tanah semacam ini adalah hasil dari tindakan "mengaduk atau mencampur tanah dengan semacam cairan korosif, yang memunculkan urat-urat jingga tipis pada tanah, dan membuat hampir seluruh bagian jenazah habis terurai."[66] Ketopong Benty Grange menjadi daya tarik utama di antara sekian banyak barang koleksi Thomas Bateman,[67] dan dibuatkan katalognya bersama-sama dengan barang-barang temuan lain dari gundukan makam Benty Grange pada tahun 1855.[68] Thomas Bateman wafat pada tahun 1861 saat berumur empat puluh tahun,[48] dan putranya yang bernama Thomas W. Bateman menyewakan barang-barang ini ke Sheffield pada tahun 1876.[69] Barang-barang ini dipajang di Museum Weston Park sepanjang tahun 1893. Pada tahun ini pula Museum Weston Park membeli ketopong berikut barang-barang lain dari keluarga Bateman; barang-barang lain sudah terserak ke tempat-tempat lain.[70] Pada tahun 2018, ketopong ini masih menjadi barang koleksi Museum Weston Park.[71] Ketopong Benty Grange juga pernah dipajang dalam pameran-pameran, misalnya dalam pameran yang digelar dari tanggal 8 November 1991 sampai tanggal 8 Maret 1992 bersama-sama dengan ketopong Coppergate di Museum Britania dengan tajuk The Making of England: Anglo-Saxon Art and Culture, AD 600–900 (Pembentukan Inggris: Seni Rupa dan Budaya Anglo-Saxon, 600–900 M).[72][73] Gundukan makam Benty Grange ditetapkan sebagai salah satu monumen terdaftar (milik negara) pada tanggal 23 Oktober 1970.[50] Keterangan mengenai gundukan makam Benty Grange dalam senarai monumen terdaftar menjabarkan bahwa "kendati separuh bagian tengah [gundukan makam] Benty Grange sudah teracak-acak oleh kegiatan ekskavasi, monumen ini masih utuh dan masih menyimpan jejak-jejak arkeologi yang signifikan,"[50] dan bahwasanya tindakan ekskavasi lebih lanjut dapat saja menghasilkan informasi baru.[50] Lahan usaha tani di sekitar gundukan makam direnovasi dari tahun 2012 sampai tahun 2014,[74][75] dan disewakan sebagai sebuah pondok liburan pada tahun 2018.[76] KonservasiPada tahun 1948, ketopong Benty Grange dibawa ke Museum Britania untuk dibersihkan dan dipelajari.[77] Permintaan izin sudah diajukan sejak tahun 1947,[78] ketika Rupert Bruce-Mitford, yang baru saja pulang dari kancah Perang Dunia II selaku anggota Korps Sinyal Kerajaan untuk menjadi Asisten Kurator Museum Britania,[79] melewatkan waktunya di Sheffield untuk mempelajari barang-barang bekal kubur Benty Grange.[51] Sepucuk surat, yang dikirimkan pada tahun 1940 oleh T. D. Kendrick ke alamat kamp tentara yang ditempati Rupert Bruce-Mitford, memuat penunjukan dirinya untuk menduduki jabatan ini, dan memberinya tanggung jawab atas barang-barang temuan dari Sutton Hoo—"Siapkan dirimu untuk tugas ini", demikian bunyi kalimat penutup surat.[80] Demi menunaikan tanggung jawab ini, ia segera mempelajari barang-barang pembanding sekembalinya ke Inggris; kegiatan yang dilakukannya pada tahun 1947 mencakup ekskavasi makam-kapal Valsgärde 11 di Swedia bersama-sama dengan Sune Lindqvist,[81][82] dan kunjungan ke Sheffield, dengan maksud untuk dapat memahami ketopong Sutton Hoo melalui perbandingan dengan satu-satunya ketopong peninggalan Anglo-Saxon lainnya yang diketahui kala itu.[51] Izin untuk kegiatan yang tertera dalam proposal didapatkan dari kurator dan dewan perwalian Museum Weston Park, dan pada bulan April 1948, seabad lebih sebulan dari tanggal penemuannya, ketopong Benty Grange akhirnya dibawa ke London.[77] Kegiatan di Museum Britania dilakukan di bawah pengawasan kurator laboratorium penelitian, Harold Plenderleith. Dalam beberapa kasus, khususnya dalam penelitian patung celeng, Harold Plenderleith sendiri yang mengerjakannya; input tambahan diberikan oleh Rupert Bruce-Mitford, Herbert Maryon, dan Françoise Henry.[83] Ratusan tahun terpapar udara membuat ketopong Benty Grange terus-menerus berkarat, dan beberapa bagiannya sudah tidak keruan bentuknya.[71] Patung celeng sudah tidak dapat dikenali, dan paku-paku keling serta salib perak hampir seluruhnya tak terlihat lagi.[84] Sebatang jarum keras digunakan untuk menyungkil karat, agar bentuk yang tertutupi olehnya kembali dapat terlihat jelas.[85] Selama proses ini berlangsung, patung celeng, yang sebelumnya disangka padat, terbelah dua.[85] Rupert Bruce-Mitford menyebut kejadian ini sebagai suatu "kemujuran", karena menyingkap bagian dalam badan patung celeng.[85] Sisa-sisa pelat tanduk diteliti di Museum Sejarah Alam oleh kurator zoology, Frederic Charles Fraser, demikian pula dengan percobaan-percobaan pelunakan dan pembentukan pelat tanduk modern.[86] TipologiBerdasarkan konstruksi teknis dan langgam hiasnya, ketopong Benty Grange diperkirakan berasal dari paruh pertama abad ke-7 tarikh Masehi.[87] Ketopong ini adalah salah satu di antara enam buah ketopong peninggalan suku bangsa Anglo-Saxon, sekelompok dengan ketopong-ketopong yang ditemukan sesudahnya di Sutton Hoo, York, Wollaston, Shorwell, dan Staffordshire.[44] Selain ketopong Shorwell peninggalan suku bangsa Franka,[88] ketopong-ketopong ini adalah contoh-contoh dari ragam "ketopong berjambul" yang dikenal di kawasan utara Eropa pada abad ke-6 sampai dengan abad ke-11 tarikh Masehi.[89][90] Ketopong-ketopong semacam ini dicirikan oleh jambul-jambulnya yang menonjol dan bagian tudung kepalanya yang bundar, yakni ciri-ciri yang juga terdapat pada ketopong Benty Grange,[91] dan selain dari sisa-sisa sebuah ketopong Zaman Viking yang ditemukan di Kiev,[92] semua ketopong jenis ini berasal dari Inggris atau Skandinavia;[93][94] ketopong-ketopong Eropa daratan dari kurun waktu yang sama pada umumnya adalah jenis ketopong spangenhelm atau lamellenhelm.[95][96] Bentuk ketopong ini secara keseluruhan tidak ada bandingannya di antara ketopong-ketopong peninggalan Anglo-Saxon maupun ketopong-ketopong berjambul, meskipun ciri-cirinya secara terpisah juga dimiliki oleh ketopong-ketopong lain.[12] Jika ketopong-ketopong Anglo-Saxon lazimnya dibentuk oleh bilah-bilah lebar yang saling serenjang dan empat pelat penutup bidang kosong di antara rangka,[97][98][99][note 1] ketopong-ketopong sejenis dari Swedia yang ditemukan di Vendel dan Valsgärde juga memperlihatkan penggunaan rangka bilah besi pipih yang serupa.[12] Rumitnya pembuatan patung celeng Benty Grange, yang memadukan batu delima, filigrana, emas, perak, besi, dan perunggu, membuatnya menjadi barang yang unik di antara sekian banyak hiasan peninggalan suku bangsa Anglo-Saxon,[33] tetapi pemanfaatannya sebagai jambul ketopong menjadikannya sekelas dengan patung-patung celeng dari Wollaston and Guilden Morden.[103][104] Satu ketopong lain yang juga menampakkan penggunaan pelat tanduk, tetapi tergolong dalam ragam ketopong spangenhelm, adalah ketopong seorang kanak-kanak berstatus ningrat yang ditemukan di Köln.[17][105] IkonografiLambang celengCeleng adalah lambang penting di Eropa pada Zaman Prasejarah, tempat satwa itu "dihormati, dipuja, diburu, dan disantap ... selama ribuan tahun, sampai-sampai nyaris punah pada kurun waktu sejarah mutakhir."[3] Lambang-lambang celeng Anglo-Saxon meniru ikonografi serupa yang sudah berumur seribu tahun, mengekor pembuatan lambang-lambang celeng peninggalan kebudayaan La Tène dari abad ke-4 SM, lambang-lambang celeng peninggalan bangsa Galia tiga abad sesudah kebudayaan La Tène, dan lambang-lambang celeng peninggalan bangsa Romawi dari abad ke-4 M.[106] Lambang-lambang ini agaknya merupakan perpaduan tradisi kebudayaan Eropa dan kebudayaan Mediterania.[107] Konon celeng dianggap sebagai satwa suci dewi ibu oleh komunitas-komunitas penutur bahasa Kelt di Eropa pada Zaman Besi,[108] sementara sejarawan Romawi, Tacitus, yang berkarya sekitar abad pertama tarikh Masehi, menduga bahwa orang Aesti, suku bangsa penutur rumpun bahasa Baltik, mengenakan lambang-lambang celeng agar dilindungi oleh dewi ibu.[109][110] Ketopong-ketopong berjambul celeng terukir pada kuali Gundestrup dari peralihan milenium yang ditemukan di Denmark, dan pada pelat Torslunda dari sekitar 500 tahun sesudah peralihan milenium yang ditemukan di Swedia.[108] Kendati bangsa Romawi juga memasukkannya ke dalam khazanah lambang mereka—empat legiun Romawi,[106] termasuk legiun ke-20,[111] menjadikannya sebagai gambar lencana—gambar celeng hanyalah salah satu di antara sekian banyak lambang lain.[108] Bagaimanapun juga, lambang celeng tetap lestari dalam tradisi suku bangsa Jermani di Eropa daratan selama hampir 400 tahun Britania dijajah bangsa Romawi, misalnya sebagai satwa yang dikait-kaitkan dengan dewi Freyja[5][112] dan dewa Freyr dalam agama asli Skandinavia.[113] Kemunculannya kembali sebagai lambang utama pada kurun waktu berkuasanya suku bangsa Anglo-Saxon, sebagaimana yang ditunjukan oleh patung-patung celeng dari Benty Grange, Wollaston, Guilden Morden, dan Horncastle, mungkin saja menunjukkan kedatangan kembali tradisi suku bangsa Jermani dari Eropa pascapenjajahan Romawi, alih-alih menunjukkan kesinambungan tradisi di Britania selama 400 tahun penjajahan Romawi.[5] Apapun maknanya, lambang celeng Anglo-Saxon tampaknya berkaitan dengan perlindungan; penggubah syair wiracarita Beowulf menerangkan kaitan ini ketika menulis bahwa lambang-lambang celeng pada ketopong-ketopong senantiasa berjaga-jaga atas para pejuang yang mengenakannya.[114][115] Jambul celeng dalam wiracarita BeowulfKetopong Benty Grange mengingatkan orang pada hikayat Beowulf, wiracarita peninggalan suku bangsa Anglo-Saxon. Ketopong-ketopong berhiasan patung celeng disebut-sebut sebanyak lima kali dalam wiracarita ini.[116][117][118][119] Tiga bait[120] agaknya menjabarkan mengenai ketopong-ketopong yang, seperti ketopong Benty Grange, dihiasi dengan jambul berupa patung celeng berdiri.[121][122][115][note 2] Raja Hrothgar menyebut-nyebut ketopong semacam ini ketika meratapi kematian Æschere yang tewas dibunuh ibu Grendel.
Bait tentang kehancuran yang ditimpakan ibu Grendel juga menyinggung mengenai sebuah ketopong berjambul celeng, karena "serangannya selemah kekuatan seorang srikandi Amazon dibanding kekuatan seorang pria bersenjata manakala dengan pedang terhunus, yang tajam matanya oleh tempaan, lagi berkilat-kilat bilahnya berlumur darah, menetak lepas jambul celeng yang begitu keras dari puncak ketopong "[1] (Wæs se gryre læssa efne swa micle, swa bið mægþa cræft, wiggryre wifes be wæpnedmen, þonne heoru bunden, hamere geþruen, sweord swate fah swin ofer helme ecgum dyhtig andweard scireð.[131]). Kedua bait ini agaknya merujuk pada jambul-jambul celeng yang terdapat pada ketopong Benty Grange dan ketopong Wollaston,[121][122][126] serta patung celeng Guilden Morden yang sudah terlepas dari ketopong.[132][133] Keterangan
Rujukan
Daftar pustaka
|