Hamzah Haz
Hamzah Haz (15 Februari 1940 – 24 Juli 2024) adalah politikus, ekonom, dan aktivis Islam Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia ke-9 periode 2001–2004 dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 1998–2007. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan Republik Indonesia selama 29 hari pada November 1999, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) selama 22 hari pada Oktober 1999, dan Menteri Negara Investasi merangkap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sejak 1998 hingga 1999. Ia lama berkiprah sebagai Anggota DPR-RI selama tujuh periode sejak 1971 hingga 1999. Ia memulai karier aktivisme di kampus melalui Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan di masyarakat melalui Nahdlatul Ulama. Meski hanya bergelar Sarjana Muda, Jimly Asshiddiqie berkomentar bahwa Hamzah Haz sangat luar biasa berkiprah dalam bidang ekonomi.[3] Riwayat HidupKehidupan awal, pendidikan, dan aktivismeHamzah Haz dilahirkan di Desa Pesaguan, Matan Hilir Selatan, Ketapang, Kalimantan Barat pada 15 Februari 1940.[4] Ia merupakan putra dari Haji Abdul Hadi Achmad, seorang guru Sekolah Rakyat yang lalu menjadi kepala desa, dengan Hajjah Zainab.[4][5] Setelah lulus dari Sekolah Menengah Ekonomi Atas di Pontianak pada 1960, ia memulai karier sebagai wartawan surat kabar Bebas di Pontianak dan sempat menjadi guru SMA di Ketapang.[6][7] Ia juga aktif sebagai penulis/Sekretaris Pengurus Nahdlatul Ulama Kabupaten Ketapang periode 1960–1961.[8][9] Hamzah dikirim oleh Pemerintah Kabupaten Ketapang untuk kuliah di Akademi Perbankan Bandung dan mengikuti ayahnya yang anggota koperasi kopra untuk melanjutkan pendidikannya di Akademi Koperasi Yogyakarta hingga meraih gelar Sarjana Muda (B.Sc) pada 1965.[4][7][10] Di sana, ia ikut mendirikan dan menjabat sebagai Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Akademi Koperasi Yogyakarta periode 1962–1965 sekaligus Ketua Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat di Yogyakarta.[11][12][9] Sepulang dari Yogyakarta, ia melanjutkan karier sebagai wartawan dan mendirikan surat kabar Berita Pawan.[4] Pada 1965, Hamzah melanjutkan kuliah di Jurusan Ekonomi Perusahaan Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura hingga tingkat kelima.[10][13] Ia juga aktif sebagai Ketua PMII Cabang Kalimantan Barat periode 1965–1971 sekaligus penulis/Sekretaris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat dan Ketua Badan Pemeriksa Induk Koperasi Kopra Indonesia.[9][14][15] Pada 21 Desember 1998, Hamzah mendapat gelar doktor Honoris Causa dari American World University, sebuah institusi yang tidak terakreditasi di Amerika Serikat dan tergolong sebagai lembaga jual gelar,[16][17] dengan biaya US$1.200.[18][19] Meski begitu, ia tetap memegang gelar tersebut hingga kematiannya.[20][21] KarierPada 1968, Hamzah Haz terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Selain itu, ia juga menjadi Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia Konsulat Pontianak dan asisten dosen di Universitas Tanjungpura.[22] Pada tahun 1971 Hamzah menjadi Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Kalimantan Barat, dan terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dari NU mewakili Kalimantan Barat.[10] Pasca terjadinya kebijakan pemerintah yang mewajibkan fusi antara Nahdlatul Ulama (NU) dengan partai-partai Islam lainnya menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 1973, Hamzah aktif bergerak menjadi anggota DPR bagi PPP.[23] Pada 1998, Hamzah Haz diangkat menjadi Menteri Negara Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, tetapi ia mengundurkan diri setelah satu tahun menjabat akibat desakan masyarakat agar pimpinan partai tidak menjabat menteri. Kemudian, pada 6 Oktober 1999, Hamzah Haz terpilih sebagai Wakil Ketua DPR-RI untuk periode 1999–2004. Baru beberapa minggu menjadi Wakil Ketua DPR-RI, Presiden Abdurrahman Wahid memintanya menjadi menteri pada Kabinet Persatuan Nasional sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dia kembali menerima amanat tersebut, dan kembali pada 26 November 1999. Hamzah kembali mengundurkan diri dengan alasan yang sama dan ingin fokus ke partai. Aksi pengunduran itu juga merupakan aksi pengunduran diri pertama dalam kabinet Persatuan Nasional, setelah Hamzah hanya menjabat selama dua bulan.[23] Hamzah menjadi kritikus vokal terhadap Presiden Abdurrahman Wahid, namun ia juga dikenal karena kemampuannya dalam berkompromi. Pada saat Gus Dur dimakzulkan pada musim panas 2001, Hamzah adalah Ketua Umum PPP, yang saat itu merupakan partai terbesar ketiga di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.[23] Puncak karier politik Hamzah Haz adalah ketika ia berhasil menjabat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia menggantikan Megawati Soekarnoputri yang saat itu naik jabatan menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid yang diberhentikan melalui Sidang Istimewa MPR yang dipimpin Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat saat itu, Amien Rais. Dalam pemilihan Wakil Presiden yang dilakukan oleh 700 orang anggota MPR tersebut, Hamzah Haz berhasil unggul dari Susilo Bambang Yudhoyono dan Akbar Tandjung.[24] Pada pemilihan umum 2004, Partai Persatuan Pembangunan meraih posisi keempat, berada di bawah Partai Kebangkitan Bangsa dengan 8,15% suara, sehingga Hamzah Haz dicalonkan sebagai calon presiden oleh partainya, PPP, berpasangan dengan Agum Gumelar sebagai calon wakil presiden, tetapi ia kalah dengan perolehan suara hanya 3%.[25] Hubungan dengan Islamisme militanSejumlah jurnalis dan komentator melaporkan bahwa Hamzah diyakini menawarkan dukungan kepada kelompok Muslim militan sebagai cara untuk mendapatkan dukungan politik dari mereka. Pada tahun 2002, Bill Guerin, dalam sebuah opini di Asia Times menulis, "Hamzah ... secara luas dilihat secara terang-terangan bersaing untuk mendapatkan dukungan dari kalangan Muslim Indonesia, termasuk kelompok militan, untuk memperkuat pencalonannya sebagai presiden di negara ini. pemilihan umum pada tahun 2004."[26] Hamzah juga dilaporkan sebagai pembela dan teman Abu Bakar Ba'asyir, yang merupakan pemimpin spiritual organisasi teroris Jemaah Islamiyah. Saat menjadi wakil presiden, Hamzah tampil di depan umum dengan mengundang Ba'asyir makan malam, dan mengunjungi pesantren jihadisnya di Pondok Pesantren Al Mu'min Ngruki. Hamzah membantah bahwa Ba'asyir ada hubungannya dengan terorisme hingga penangkapan Ba'asyir pada Oktober 2002, dan dikutip sebelum penangkapan Ba'asyir, "Jika Anda ingin menangkap Abu Bakar Ba'asyir .. Anda harus berurusan dengan saya terlebih dahulu."[27] Pada bulan Oktober 2002, sebuah artikel di Time menyatakan, "Ulama seperti Abubakar [Ba'asyir] memiliki sekutu militer dan politik yang kuat bukanlah rahasia lagi: Wakil Presiden Hamzah Haz adalah salah satunya." Time melaporkan bahwa Hamzah menggambarkan hubungannya dengan Ba'asyir dan pemimpin Laskar Jihad Ja'far Umar Thalib sebagai "sangat dekat", namun Time menambahkan, "banyak yang melihat hubungan ini sebagai murni taktik politik untuk merayu pemilih Muslim menjelang pemilu 2004." Hamzah, meskipun ia "memiliki reputasi sebagai politisi yang cerdik" namun "akan dikenang karena pidatonya yang tidak pantas di hadapan para ulama di pesantren Abubakar di Solo pada bulan Mei [2002]", majalah berita tersebut melaporkan. Dalam kunjungan itu Hamzah juga dikabarkan pernah berkata, "Jika mereka bisa membuktikan ada teroris di sini, saya akan menjadi orang pertama yang memerintahkan penangkapan", lalu turun dari podium dan mencium kedua pipi Abubakar.[28] Pada tahun 2002, seorang akademisi Australia menyebut Hamzah sebagai "contoh terbaik" mengenai politisi Islam di Indonesia yang "siap memainkan kartu ekstremis untuk menarik lebih banyak suara". Hamzah “telah mendukung Jemaah Islamiyah dan bahkan berperan penting dalam pembebasan anggotanya dari tahanan di masa lalu”, menurut Tim Lindsey, direktur Asian Law Centre di Universitas Melbourne. “Dia juga terang-terangan menuduh CIA dan Amerika Serikat yang melakukan aksi bom Bali.”[29] Penyangkalan teroris di negara iniPada tahun 2002 Hamzah memberikan wawancara kepada Australian Broadcasting Corporation (ABC), yang menyiarkannya pada tanggal 23 Oktober. Dalam sulih suara yang diputar selama wawancara televisi, seorang jurnalis ABC mengatakan, "Sebelum bom Bali, Wakil Presiden Hamzah Haz menegaskan tidak ada teroris di Indonesia. Setelah bom tersebut terjadi, ia memberikan pembenaran yang luar biasa untuk pendiriannya:"[30]
Pewawancara ABC kemudian mengatakan kepada Hamzah: "Mengingat Bali, komentar tersebut tampaknya tercela, jika Anda tahu ada orang di sini." Hamzah menjawab: "Tidak benar saya melindungi mereka dan saya tidak menyesali apa yang saya katakan, tapi saya mengatakannya di masa lalu – ini berkaitan dengan masa lalu. Tapi sekarang kalau ada hubungannya kita ingin tahu apakah benar Indonesia punya jaringan teroris.” Tuduhan terorisme Amerika SerikatPada tanggal 3 September 2003 Hamzah menyatakan, "Sebenarnya siapa terorisnya, siapa yang menentang HAM? Jawabannya adalah Amerika Serikat karena menyerang Irak. Apalagi raja terorisnya yang melancarkan perang."[31] Menurut The Sydney Morning Herald, pernyataan Hamzah adalah "serangan pedas yang serupa dengan ucapan banyak pelaku bom Bali". Hamzah juga dikritik karena bergaul secara terbuka dengan beberapa pemimpin Islam garis keras di Indonesia, termasuk Ba'asyir, meskipun setelah serangan teroris di Bali, Hamzah memutuskan hubungan tersebut. Tak lama setelah pernyataan Hamzah, Riza Sihbudi, analis politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, mengatakan kepada kantor berita Detik bahwa Hamzah sepertinya mengejar perolehan suara. “Dia seharusnya tidak berbicara seperti itu karena dia adalah Wakil Presiden”, kata Sihbudi.[32] Al Jazeera melaporkan sehari setelah pernyataan Hamzah bahwa "Belum ada reaksi AS terhadap komentar penghasut terkenal itu."[33] Kehidupan pribadiSekretariat Wakil Presiden secara resmi menyatakan bahwa Hamzah memiliki dua istri, Asmaniah (lahir 27 Juli 1943), dan Titin Kartini (lahir 4 Mei 1945), dan mereka memiliki total 12 orang anak.[34] Namun, sumber lain menyatakan Hamzah mempunyai istri ketiga, Soraya, yang tidak dia akui secara resmi, dan dengan siapa dia mempunyai tiga anak lagi.[35] Meski sudah lama tidak mendapat pengakuan publik, Soraya tertangkap kamera menemani Hamzah dalam sebuah acara di Bandar Lampung pada tahun 2022, mengukuhkan statusnya sebagai istri ketiga.[36] Istri pertama dan kedua mendahuluinya. Asmaniah meninggal dunia pada 12 September 2017[37] dan Titin meninggal dunia pada 19 Mei 2021.[38] Hamzah sudah lama menjadi kader dan tokoh senior Nahdlatul Ulama, dan pernah menduduki berbagai posisi di organisasi tersebut sejak masih mahasiswa.[39] Ia adalah murid Idham Chalid, seorang ulama dan politikus Kalimantan Selatan yang karismatik, dan mendapat pelatihan serta bimbingan politik, agama, dan spiritual darinya.[39] KematianHamzah Haz meninggal dunia di Tegalan, Kelurahan Palmeriam, Matraman, Jakarta Timur pada 24 Juli 2024 pukul 09.30 WIB dalam usia 84 tahun.[40] Ia dimakamkan di pemakaman keluarga pribadi dekat masjid yang dibangunnya di Yayasan Al-Ikhlas, Kecamatan Cisarua, Bogor.[41] Ia meninggalkan seorang istri, 12 anak, dan banyak cucu serta cicit.[42] Tanda KehormatanBintang Republik Indonesia Adipradana Referensi
Pranala luarWikiquote memiliki koleksi kutipan yang berkaitan dengan: Hamzah Haz.
|