Halloween
Halloween atau Hallowe'en (kependekan dari All Hallows’ Evening, yang berarti Malam Hari Semua Orang Kudus),[5] yang juga disebut sebagai Allhalloween,[6] All Hallows' Eve,[7] atau All Saints' Eve.[8] Halloween adalah suatu perayaan yang dapat dijumpai di sejumlah negara pada tanggal 31 Oktober, yaitu malam Hari Raya Semua Orang Kudus (All Hallows' Day) di Kekristenan Barat. Perayaan tersebut mengawali peringatan trihari Masa Para Kudus (Allhallowtide),[9] suatu periode dalam tahun liturgi yang didedikasikan untuk mengenang orang yang telah meninggal dunia, termasuk para kudus atau santo/santa (saints, hallows), martir, dan semua arwah umat beriman.[10][11] Terdapat keyakinan luas bahwa banyak tradisi Halloween bermula dari festival-festival panen Kelt kuno yang mungkin memiliki akar-akar pagan, khususnya festival Samhain etnis Gael, dan festival tersebut dikristenkan sebagai Halloween.[1][7][12][13][14][15] Sejumlah pihak lain meyakini bahwa Halloween bermula secara independen sebagai suatu perayaan Kristen semata, terpisah dari festival kuno seperti Samhain.[1][16][17][18][19] Kegiatan saat Halloween meliputi Trick or treat (atau hal terkait penyamaran dengan kostum seram), menghadiri pesta kostum Halloween, mendekorasi, mengukir waluh menjadi Jack-o'-lantern, menyalakan api unggun besar, permainan ramalan atau penenungan, apple bobbing, bermain lelucon praktis, mengunjungi atraksi berhantu, menceritakan dongeng menakutkan, dan menonton film horor. Di banyak belahan dunia, perayaan keagamaan Kristen saat Malam Para Kudus, misalnya menghadiri ibadah gereja dan menyalakan lilin pada makam, masih tetap populer,[20][21][22] meskipun di tempat lain berlangsung perayaan yang lebih sekuler dan komersial.[23][24][25] Beberapa umat Kristen secara historis berpantang daging pada Malam Para Kudus,[26][27] suatu tradisi yang tercermin dengan makan makanan tertentu pada hari vigili ini, misalnya apel, panekuk kentang, dan kue jiwa.[27][28][29] EtimologiPenggunaan kata Halloween atau Hallowe'en berawal pada sekitar tahun 1785[30] dan berasal dari Kekristenan.[31] Kata "Hallowe'en" berarti "malam yang dikuduskan" atau "malam suci",[32] dan berasal dari suatu istilah Skotlandia untuk All Hallows' Eve (Malam Para Kudus, yaitu malam sebelum Hari Raya Semua Orang Kudus).[33] Dalam bahasa Skot, kata "eve" adalah even, dan dipendekkan menjadi e'en atau een. Seiring berjalannya waktu, (All) Hallow(s) E(v)en berevolusi menjadi Hallowe'en. Frasa "All Hallows" ditemukan dalam bahasa Inggris Kuno, namun frasa "All Hallows' Eve" tidak terlihat hingga tahun 1556.[33][34] SejarahPengaruh Wales dan GaelikAdat dan kebiasaan Halloween masa kini diperkirakan telah dipengaruhi kepercayaan dan adat istiadat masyarakat di negara-negara berbahasa Kelt, yang mana beberapa di antaranya diyakini memiliki dasar pagan.[35][36] Jack Santino, seorang folkloris, menuliskan bahwa "di seluruh Irlandia terjadi suatu kesepakatan yang meresahkan antara adat istiadat dan keyakinan yang berhubungan dengan Kekristenan dengan semua hal terkait agama-agama Irlandia sebelum masuknya Kekristenan".[37] Sejarawan Nicholas Rogers, saat menelusuri asal mula perayaan Halloween, mencatat bahwa meskipun "beberapa folkloris telah mendeteksi asal mulanya dalam perayaan Romawi kuno Pomona, dewi buah-buahan, atau dalam festival orang mati disebut Parentalia, namun perayaan tersebut secara lebih khusus dikaitkan dengan festival Kelt Samhain", yang mana berasal dari bahasa Irlandia Kuno untuk "akhir musim panas".[35] Samhain (dilafalkan SAH-win atau SOW-in) merupakan hari yang pertama dan terpenting dari keempat hari-hari kuartal dalam kalender Gaelik abad pertengahan dan dirayakan di Irlandia, Skotlandia, dan Pulau Man.[38][39] Perayaan dilangsungkan pada atau sekitar tanggal 31 Oktober – 1 November dan suatu festival bagi kaum keluarga diselenggarakan pada waktu bersamaan oleh kaum Kelt Britonik; disebut Calan Gaeaf di Wales, Kalan Gwav di Cornwall, dan Kalan Goañv di Bretagne. Bagi kaum Kelt, hari dimulai dan diakhiri saat matahari terbenam; karenanya, berdasarkan perhitungan modern, festival dimulai pada petang hari menjelang tanggal 1 November.[40] Samhain dan Calan Gaeaf disebutkan dalam beberapa literatur tertua dari Irlandia dan Wales. Nama-nama tersebut telah digunakan oleh para sejarawan untuk merujuk pada adat istiadat Halloween Keltik sampai pada abad ke-19,[41] dan hingga kini masih digunakan sebagai nama-nama Gaelik dan Wales untuk menyebut Halloween. Samhain/Calan Gaeaf menandai akhir musim panen dan awal musim dingin atau 'paruh yang lebih gelap' dari suatu tahun.[42][43] Sama seperti Belatane/Calan Mai, perayaan itu dilihat sebagai suatu waktu ambang, ketika batas antara dunia ini dan Dunia lain menipis. Hal ini berarti Aos Sí (dilafalkan ees shee), para 'roh' atau 'peri', dapat lebih mudah datang ke dunia ini dan pandangan ini sangat diyakini mereka.[44][45] Kebanyakan akademisi melihat Aos Sí sebagai "versi-versi terdegradasi dari para dewa kuno [...] yang mana pengaruhnya masih kuat di dalam benak masyarakat sekalipun telah secara resmi digantikan dengan keyakinan agama setelahnya". Aos Sí dihormati sekaligus ditakuti, bahkan orang-orang sering kali memohon perlindungan Allah ketika pulang ke tempat tinggal mereka.[46][47] Saat perayaan Samhain, diyakini bahwa Aos Sí perlu ditenangkan untuk memastikan bahwa masyarakat dan ternak mereka dapat bertahan dalam musim dingin. Persembahan makanan dan minuman, atau sebagian hasil panen, ditinggalkan di luar untuk Aos Sí.[48][49][50] Jiwa-jiwa orang yang telah meninggal juga dikatakan mengunjungi kembali rumah mereka untuk meminta keramahtamahan.[51] Tempat-tempat telah diatur di meja makan dan dekat perapian untuk menyambut mereka.[52] Keyakinan bahwa jiwa-jiwa orang yang telah meninggal kembali ke rumah pada suatu malam dalam setahun, dan harus ditenteramkan, tampaknya berasal dari tradisi kuno dan ditemukan dalam banyak budaya di seluruh dunia.[53] Di Irlandia abad ke-19, "lilin-lilin akan dinyalakan dan doa-doa secara resmi didaraskan bagi jiwa-jiwa orang yang telah meninggal. Setelah itu acara makan, minum, dan permainan akan dimulai".[54] Di seluruh Irlandia dan Britania, perayaan dalam rumah tangga meliputi ritual dan permainan yang dimaksudkan untuk meramal masa depan seseorang, khususnya sehubungan dengan kematian dan pernikahan.[55] Kacang-kacangan dan apel sering kali digunakan dalam ritual penenungan ini. Ritual-ritual itu misalnya apple bobbing, menatap bola kristal atau cermin, menuangkan lelehan timbal atau putih telur ke dalam air, dan interpretasi mimpi.[56] Api unggun besar yang istimewa dinyalakan dan berlangsung ritual-ritual yang melibatkannya. Abu, asap, dan nyala apinya dianggap memiliki kuasa pembersihan dan perlindungan, dan juga digunakan untuk menenung.[41][42] Di beberapa daerah, obor yang dinyalakan dari api unggun itu dibawa mengelilingi rumah dan kebun searah pergerakan matahari dengan harapan mendapat perlindungan.[41] Ada kesan bahwa api tersebut merupakan semacam sihir simpatik atau tiruan –sebagai tiruan Matahari, membantu "kekuatan pertumbuhan" dan menahan kerusakan serta kegelapan musim dingin.[52][57][58] Di Skotlandia, permainan tenung dan api unggun ini dilarang oleh para presbiter gereja di sejumlah paroki.[59] Di kemudian hari api unggun ini digunakan untuk "menjauhkan diri dari iblis".[60] Sejak setidaknya abad ke-16,[61] permainan sandiwara bisu dan penyamaran (guising) disertakan dalam festival tersebut di Irlandia, Skotlandia, Pulau Man, dan Wales.[62] Dalam permainan ini orang-orang berjalan dari rumah ke rumah dengan mengenakan kostum (atau menyamar), dan biasanya melantunkan syair atau nyanyian untuk mendapatkan makanan.[62] Itu mungkin dikarenakan pada awalnya merupakan suatu tradisi di mana orang-orang menyamar sebagai Aos Sí, atau jiwa-jiwa orang yang telah meninggal, dan menerima persembahan atas nama mereka, serupa dengan kebiasaan souling. Menirukan makhluk-makhluk ini, atau mengenakan samaran, juga diyakini dapat melindungi diri sendiri dari mereka.[63] Ada pendapat bahwa para pemain sandiwara bisu dan penyamar "menjelma menjadi roh-roh lama musim dingin, menuntut imbalan demi keberuntungan".[64] Di beberapa bagian Irlandia selatan, para penyamar menyertakan kuda hobi. Seorang laki-laki berpakaian seperti Láir Bhán (kuda betina putih) dan memimpin anak-anak muda berkeliling dari rumah ke rumah untuk melantunkan syair —beberapa di antaranya mengandung nada-nada tambahan pagan— demi imbalan makanan. Jika suatu rumah tangga menyumbangkan makanan maka mereka dapat mengharapkan keberuntungan dari 'Muck Olla' tersebut; jika tidak maka akan membawa kemalangan.[65] Di Skotlandia, kaum muda pergi dari rumah ke rumah dengan topeng, wajah dicat atau dihitamkan, sering kali mengancam untuk melakukan kenakalan jika mereka tidak disambut dengan baik.[62] F. Marian McNeill berpendapat bahwa festival kuno yang melibatkan orang-orang dalam kostum tersebut mewakili roh-roh, dan wajah ditandai (atau dihitamkan) dengan abu yang diambil dari api unggun sakral.[61] Di beberapa belahan Wales, laki-laki yang berpakaian seperti makhluk menakutkan disebut gwrachod.[62] Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, orang-orang muda di Glamorgan dan Orkney berlintas-busana.[62] Di bagian lain Eropa, bermain sandiwara bisu dan kuda hobi merupakan bagian dari festival-festival tahunan lainnya. Namun di daerah berbahasa Kelt "secara khusus cocok untuk suatu malam di mana para makhluk gaib dikatakan pergi mengembara dan dapat ditiru atau dihindari oleh para pengembara manusia".[62] Sejak setidaknya abad ke-18, "meniru roh-roh ganas" mengarah pada permainan lelucon di dataran tinggi Skotlandia dan Irlandia.[62] Mengenakan kostum dan bermain lelucon saat Halloween menyebar ke Inggris pada abad ke-20.[62] Bagi yang bermain samaran dan lelucon di luar rumah pada waktu malam, sebagai penerangan tradisional di beberapa tempat digunakan lentera dari turnip atau mangelwurzel yang dilubangi dan sering kali diukir hingga berupa wajah aneh.[62] Oleh mereka yang membuatnya, lentera tersebut dikatakan mewakili roh-roh,[62] atau digunakan untuk menangkal roh-roh jahat.[66][67] Hal ini umum di sebagian dataran tinggi Skotlandia dan Irlandia pada abad ke-19,[62] serta di Somerset (lihat Malam Punkie). Kemudian pada abad ke-20 menyebar ke bagian lain dari Inggris dan menjadi dikenal secara umum sebagai jack-o'-lantern.[62] Pengaruh KekristenanAdat dan kebiasaan Halloween masa kini juga diduga telah dipengaruhi oleh praktik dan dogma yang berasal dari Kekristenan. Halloween merupakan malam sebelum hari suci Kristen Hari Para Kudus (All Hallows' Day), yang juga disebut Hari Semua Orang Kudus (All Saints') atau Hallowmas, tanggal 1 November dan Hari Semua Jiwa (All Souls' Day) tanggal 2 November, sehingga tanggal 31 Oktober yang merupakan hari libur di beberapa negara ini secara lengkap dinamakan Malam Para Kudus (All Hallows' Eve, yaitu malam sebelum All Hallows' Day).[68] Sejak zaman Gereja perdana,[69] dalam perayaan besar Kekristenan (seperti Natal, Paskah, dan Pentakosta) dilangsungkan vigili yang dimulai pada malam sebelumnya, dan demikian juga dengan Hari Para Kudus.[70] Ketiga hari pada masa tersebut secara kolektif disebut Masa Para Kudus (Allhallowtide) dan merupakan suatu masa untuk menghormati orang-orang kudus, serta berdoa bagi jiwa orang yang telah meninggal yang belum meraih Surga. Peringatan semua orang kudus dan martir diadakan oleh sejumlah gereja pada berbagai tanggal, terutama saat musim semi.[71] Pada tahun 609 atau 610, Paus Bonifasius IV mendedikasikan Pantheon di Roma bagi St. Maria dan Semua Martir pada tanggal 13 Mei. Tanggal itu bertepatan dengan Lemuria, suatu festival arwah dalam tradisi Romawi kuno, serta tanggal yang sama dengan peringatan umum para Santo/Santa yang berlangsung di Edessa pada zaman Efrem.[72] Pesta Semua Orang Kudus, pada tanggalnya sekarang dalam Gereja Barat, dapat ditelusuri dari pendirian suatu oratorium di Basilika Santo Petrus Lama oleh Paus Gregorius III (731–741) bagi relikui-relikui "dari para rasul suci dan semua orang kudus, martir, serta pengaku iman".[73][74] Pada tahun 835 tanggal perayaan ini secara resmi dipindahkan ke 1 November, tanggal yang sama dengan Samhain, atas perintah dari Paus Gregorius IV.[75] Beberapa kalangan berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh pengaruh bangsa Keltik, sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa ini adalah gagasan bangsa Jermanik,[75] kendati terdapat klaim bahwa baik mereka yang berbahasa Keltik maupun Jermanik memperingati orang meninggal pada awal musim dingin.[76] Mereka mungkin menganggap hal itu sebagai saat yang paling tepat untuk melakukannya, karena merupakan saat 'sekarat' di alam.[75][76] Ada juga dugaan bahwa perubahan tersebut dilakukan karena "alasan praktis bahwa Roma saat musim panas tidak dapat menampung sejumlah besar peziarah yang berbondong-bondong ke sana", dan mungkin disebabkan pertimbangan kesehatan masyarakat berkenaan dengan Demam Romawi – suatu penyakit yang merenggut sejumlah nyawa selama musim panas yang pengap di daerah tersebut.[77] Pada akhir abad ke-12 hari-hari tersebut menjadi hari raya wajib di seluruh Eropa dan mencakup berbagai tradisi seperti membunyikan lonceng gereja bagi jiwa-jiwa di api penyucian. Selain itu, "merupakan hal yang lazim bagi para juru siar mengenakan pakaian serba hitam untuk berpawai di jalan-jalan, membunyikan sebuah bel dengan suara memilukan dan menyerukan kepada semua umat Kristen yang berkehendak baik untuk mengenang jiwa-jiwa yang malang tersebut."[79] Ada pendapat yang mengatakan bahwa souling, yaitu kebiasaan membuat dan berbagi kue jiwa bagi semua jiwa yang telah dibaptis,[80] merupakan asal mula trick-or-treating.[81] Kebiasaan tersebut berawal dari, setidaknya, abad ke-15[82] dan ditemukan di berbagai penjuru Inggris, Flandria, Jerman, dan Austria.[53] Sekelompok kaum miskin, sering kali anak-anak, pergi dari pintu ke pintu sepanjang Masa Para Kudus untuk mengumpulkan kue-kue jiwa sebagai imbalan atas doa bagi yang telah meninggal dunia, khususnya jiwa-jiwa para teman dan kerabat sang pemberi kue-kue tersebut.[82][83][84] Kue jiwa juga dipersembahkan bagi jiwa-jiwa itu untuk dimakan,[53] atau diberikan kepada kaum miskin yang berkeliling tersebut —yang dipandang mewakili mereka.[85] Sebagaimana roti salib panas dalam tradisi Prapaskah, kue jiwa pada Masa Para Kudus sering kali ditandai dengan sebuah salib, mengindikasikan bahwa pembuatan kue-kue itu dimaksudkan sebagai derma.[86] Shakespeare menyebut souling dalam komedinya The Two Gentlemen of Verona (1593).[87] Mengenai kebiasaan mengenakan kostum, Prince Sorie Conteh, seorang pendeta Kristen, menuliskan: "Secara tradisi diyakini bahwa jiwa mereka yang telah meninggal dunia mengembara di bumi sampai pada Hari Semua Orang Kudus, dan Malam Para Kudus merupakan kesempatan terakhir bagi yang telah meninggal untuk melakukan pembalasan kepada musuh-musuh mereka sebelum beralih ke dunia berikutnya. Agar tidak dikenali para jiwa yang mungkin berusaha melakukan pembalasan itu, orang-orang mengenakan topeng atau kostum untuk menyamarkan identitas mereka".[88] Dikatakan bahwa, pada Abad Pertengahan, dalam gereja-gereja yang terlalu miskin untuk dapat mempertunjukkan relikui para martir pada Masa Para Kudus mengizinkan umatnya untuk berpakaian seperti para santo/santa.[89] Beberapa kalangan Kristen mempraktikkan kebiasaan itu pada perayaan Halloween masa kini.[90] Lesley Bannatyne, seorang penulis Amerika, meyakini bahwa kebiasaan itu mungkin merupakan suatu Kristenisasi dari suatu kebiasaan pagan sebelumnya.[91] Telah dikemukakan bahwa jack-o'-lantern, suatu simbol populer Halloween, pada awalnya merepresentasikan para jiwa orang yang telah meninggal.[92] Saat Halloween, di Eropa abad pertengahan, "api-api dinyalakan untuk memandu jiwa-jiwa ini dalam perjalanan mereka dan memalingkan mereka agar tidak menghantui kaum Kristen yang lurus hati."[93] Rumah tangga di Austria, Inggris, dan Irlandia sering kali harus "menyalakan lilin di setiap ruangan untuk memandu jiwa-jiwa tersebut mengunjungi kembali kediaman duniawi mereka". Lilin-lilin tersebut dikenal sebagai "cahaya jiwa".[94][95][96] Banyak umat Kristen di daratan Eropa, terutama di Prancis, mempercayai bahwa "sekali setahun, saat Hallowe'en, arwah mereka yang dimakamkan di halaman gereja bangkit untuk melangsungkan suatu karnaval yang liar dan mengerikan" yang dikenal sebagai Danse Macabre (Tarian Kematian), yang mana sering digambarkan dalam dekorasi gereja.[97] Christopher Allmand dan Rosamond McKitterick menuliskan dalam The New Cambridge Medieval History bahwa "umat Kristen tergerak oleh penglihatan Kanak-kanak Yesus yang bermain di pangkuan ibu-Nya; hati mereka tersentuh oleh Pietà; dan para santo pelindung meyakinkan umat akan kehadiran mereka. Tetapi, sementara itu, danse macabre mendesak umat agar tidak melupakan akhir dari semua hal duniawi."[98] Sebuah artikel yang diterbitkan oleh Christianity Today mengklaim bahwa danse macabre diadakan di pertunjukan pedesaan dan masque (suatu acara hiburan mengenai pengadilan), di mana orang-orang "berdandan seperti mayat-mayat dari berbagai lapisan masyarakat", dan mengajukan pendapat bahwa hal ini merupakan asal mula pesta kostum Halloween.[99][100] Di berbagai belahan Britania Raya, kebiasaan-kebiasaan ini mendapat serangan selama Reformasi Inggris karena beberapa kalangan Protestan mencerca purgatorium sebagai suatu doktrin "papisme" yang tidak sesuai dengan gagasan mereka mengenai predestinasi. Sehingga, bagi beberapa kalangan Protestan Nonkonformis, teologi Malam Para Kudus didefinisikan kembali; dengan mengesampingkan doktrin purgatorium, "jiwa-jiwa yang telah berpulang tidak dapat berkelana ke Purgatorium dalam perjalanan mereka ke Surga, sebagaimana yang umat Katolik sering percayai dan tegaskan. Sebaliknya, yang disebut hantu dianggap sebagai roh-roh jahat dalam kenyataannya. Karenanya mereka menebar ancaman."[95] Kalangan Protestan lainnya mempertahankan keyakinan mengenai keadaan antara, yang dikenal sebagai Hades (Pangkuan Abraham),[101] dan tetap merayakan berbagai kebiasaan aslinya, terutama souling, prosesi lilin, serta membunyikan lonceng gereja untuk mengenang mereka yang telah meninggal.[68][102] Berkenaan dengan roh jahat, saat Halloween, "lumbung dan rumah diberkati untuk melindungi semua orang dan ternak dari pengaruh penyihir, yang diyakini mengiringi roh-roh ganas saat mereka berkelana di bumi."[93] Pada abad ke-19, di beberapa bagian pedesaan Inggris, para keluarga berkumpul di bukit-bukit pada malam All Hallows' Eve. Salah satu orang mengangkat seikat jerami yang dibakar dengan sebuah garpu panjang, sementara yang lain berlutut di sekelilingnya dalam lingkaran sambil berdoa bagi jiwa-jiwa kerabat dan teman mereka sampai api tersebut padam. Kebiasaan ini dikenal dengan nama teen'lay, yang berasal baik dari bahasa Inggris Kuno tendan (mengobarkan) ataupun suatu kata yang berhubungan dengan bahasa Irlandia Kuno tenlach (perapian).[103] Meningkatnya popularitas Malam Guy Fawkes (5 November), sejak tahun 1605 dan seterusnya, membuat banyak tradisi Halloween goyah karena disesuaikan dengan hari libur tersebut dan popularitas Halloween memudar di Britania Raya, dengan Skotlandia sebagai pengecualian yang patut dicatat.[104] Di sana dan di Irlandia, mereka telah merayakan Samhain dan Halloween setidaknya sejak Abad Pertengahan Awal; dan kirk Skotlandia (Gereja Skotlandia) melakukan pendekatan yang lebih pragmatis terhadap Halloween, dengan memandangnya penting untuk siklus kehidupan dan ritual peralihan di masyarakat dan karenanya memastikan kelestarian perayaan itu di negara tersebut.[104] Di Prancis, beberapa keluarga Kristen pada malam All Hallows' Eve berdoa di samping makam orang-orang yang mereka cintai, dan meletakkan pinggan-pinggan penuh susu bagi mereka.[94] Saat Halloween di Italia, beberapa keluarga meninggalkan suatu hidangan makanan besar untuk hantu kerabat mereka yang meninggal dunia, sebelum keluarga tersebut berangkat menuju ibadah gereja.[105] Di Spanyol, saat malam tersebut, dibuat kue pastri istimewa yang dikenal sebagai "tulang belulang sang suci" (bahasa Spanyol: Huesos de Santo) dan menaruhnya pada makam-makam di halaman gereja, suatu praktik yang terus berlanjut hingga saat ini.[106] Penyebaran ke Amerika UtaraLesley Bannatyne dan Cindy Ott menuliskan bahwa koloni Anglikan di Amerika Serikat Selatan dan koloni Katolik di Maryland "menerima Malam Para Kudus dalam kalender gereja mereka",[108][109] meskipun kaum Puritan New England menentang dengan keras hari libur tersebut, serta perayaan tradisional lain dari gereja yang dibentuknya, termasuk Natal.[110] Almanak dari akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 tidak memberikan indikasi bahwa Halloween dirayakan secara luas di Amerika Utara.[111] Imigrasi besar-besaran bangsa Skotlandia dan Irlandia pada abad ke-19 menjadikan Halloween sebagai suatu hari libur besar di Amerika Utara.[111] Walau hanya terbatas pada masyarakat imigran selama pertengahan abad ke-19, perayaan tersebut secara bertahap berasimilasi ke dalam masyarakat arus utama, dan pada dekade pertama abad ke-20 dirayakan dari pesisir ke pesisir oleh masyarakat dari semua latar belakang agama, ras, dan sosial.[112] "Di daerah-daerah Cajun, Misa malam hari dirayakan di pemakaman saat malam Halloween. Lilin-lilin yang telah diberkati ditempatkan di makam-makam, dan para keluarga terkadang menghabiskan waktu sepanjang malam di sisi makam."[113] Simbol-simbolPerkembangan penggunaan artefak dan simbol yang terkait dengan Halloween terbentuk seiring berjalannya waktu. Menurut tradisi, jack-o'-lantern dibawa oleh para penyamar untuk menakut-nakuti roh jahat.[92][114] Ada suatu cerita rakyat populer di kalangan Kristen Irlandia sehubungan dengan jack-o'-lantern,[115] yang mana dalam folklor dikatakan merepresentasikan "jiwa yang ditolak masuk ke surga maupun neraka":[116]
Menurut tradisi di Irlandia dan Skotlandia, turnip tersebut telah diukir atau dibentuk sebelum Halloween,[118][119] namun para imigran di Amerika Utara menggunakan waluh setempat, yang mana lebih lunak dan lebih besar –sehingga lebih mudah diukir dibanding turnip.[118] Tradisi mengukir waluh di Amerika tercatat tahun 1837[120] dan awalnya terkait dengan waktu panen pada umumnya, tidak secara khusus dikaitkan dengan Halloween sampai pada pertengahan hingga akhir abad ke-19.[121] Gambaran modern Halloween berasal dari banyak sumber, termasuk eskatologi Kristen, adat nasional, karya-karya Gotik dan sastra horor (seperti Frankenstein dan Dracula) serta film horor klasik (seperti Frankenstein dan The Mummy).[122][123] Citra tengkorak, yang mana merujuk pada Golgota dalam tradisi Kristen, berfungsi sebagai "suatu pengingat akan kematian dan sifat sementara kehidupan manusia", dan karenanya ditemukan dalam komposisi memento mori serta vanitas;[124] oleh sebab itu citra tengkorak menjadi biasa saat Halloween, yang mana bersentuhan dengan tema ini.[125] Secara tradisi, dinding belakang bangunan gereja "dihiasi dengan suatu penggambaran tentang Pengadilan Terakhir, lengkap dengan makam-makam yang terbuka dan bangkitnya orang mati, dengan suatu surga yang penuh dengan malaikat dan suatu neraka yang penuh dengan setan," sebuah corak yang telah meresap ke dalam perayaan yang merupakan bagian dari rangkaian perayaan trihari ini.[126] Salah satu karya tertua tentang topik Halloween adalah dari penyair Skotlandia John Mayne, yang mana pada tahun 1780 membuat catatan mengenai lelucon saat Halloween; "What fearfu' pranks ensue!" (Betapa menakutkannya lelucon-lelucon yang dibuat!) dan hal supranatural yang dikaitkan dengan malam tersebut, "Bogies" (hantu-hantu), memberi pengaruh pada "Halloween" (1785) karya Robert Burns.[127] Elemen-elemen musim gugur seperti waluh, kelobot jagung, dan orang-orangan sawah, juga lazim ditemui. Rumah-rumah sering kali dihias dengan jenis-jenis simbol ini sekitar masa perayaan Halloween. Gambaran mengenai Halloween meliputi tema-tema kematian, kejahatan, dan monster-monster dalam mitos.[128] Hitam, oranye, dan kadang-kadang ungu, merupakan warna-warna tradisional Halloween. Trick or treat dan penyamaranTrick-or-treating adalah suatu kegiatan yang biasa dilakukan anak-anak saat Halloween. Anak-anak pergi berkeliling dari rumah ke rumah dengan mengenakan kostum; mereka meminta diberikan sesuatu seperti permen, atau kadang-kadang uang, sambil mengajukan pertanyaan, "Trick or treat?" Kata "trick" mengacu pada "threat" (ancaman) yang berarti bahwa mereka akan melakukan kenakalan pada pemilik rumah atau propertinya jika tidak diberikan apa-apa.[81] Praktik tersebut dikatakan berakar dari praktik bermain sandiwara bisu (mumming) pada abad pertengahan, yang mana berkaitan erat dengan kebiasaan berbagi kue jiwa (souling).[129] John Pymm menuliskan bahwa "banyak hari-hari raya yang berkaitan dengan pertunjukan drama mumming yang dirayakan oleh Gereja Kristen."[130] Hari-hari raya ini misalnya Malam Para Kudus (All Hallows' Eve), Natal, Malam Keduabelas, dan Selasa Pengakuan (Shrove Tuesday, Mardi Gras).[131][132] Bermain sandiwara bisu dipraktikkan di Jerman, Skandinavia, dan belahan Eropa lainnya;[133] orang-orang mengenakan kostum dan topeng serta "berpawai di jalan-jalan dan masuk ke rumah-rumah untuk menari atau bermain dadu dalam keheningan."[134] Di Inggris, sejak masa abad pertengahan,[135] sampai tahun 1930-an,[136] masyarakat mempraktikkan kebiasaan Kristen meminta-minta kue jiwa saat Halloween, dimana sekelompok anak-anak dan kaum miskin, baik umat Protestan maupun Katolik,[102] pergi dari paroki ke paroki untuk meminta kue-kue jiwa pada kaum kaya, dengan imbalan doa bagi jiwa-jiwa para pemberi dan teman mereka.[83] Di Skotlandia dan Irlandia, menyamar (guising) – yaitu anak-anak menyamarkan diri dengan mengenakan kostum sambil berkeliling dari rumah ke rumah demi mendapatkan makanan atau uang logam – merupakan suatu kebiasaan Halloween tradisional, dan tercatat di Skotlandia saat Halloween tahun 1895 di mana mereka yang bertopeng dalam penyamaran membawa lentera yang terbuat dari turnip yang dilubangi, mengunjungi rumah-rumah untuk mendapatkan kue, buah, dan uang.[119] Praktik menyamar saat Halloween di Amerika Utara pertama kali tercatat tahun 1911, di mana sebuah surat kabar di Kingston, Ontario melaporkan anak-anak yang melakukan guising di lingkungan sekitarnya.[137] Penulis dan sejarawan Amerika Ruth Edna Kelley dari Massachusetts menuliskan buku pertama yang berisi sejarah panjang Halloween di Amerika Serikat, The Book of Hallowe'en (1919), dan bercerita tentang souling dalam bab "Hallowe'en di Amerika".[138] Dalam bukunya, Kelley menyinggung kebiasaan-kebiasaan yang datang dari seberang Atlantik: "Orang-orang Amerika telah memeliharanya, dan menjadikan ini suatu acara sebagaimana harusnya dalam hari-hari terbaiknya di seberang lautan. Semua kebiasaan Halloween di Amerika Serikat dipinjam langsung atau diadaptasi negara-negara lain".[139] Referensi pertama tentang guising di Amerika Utara mencatat tahun 1911, sedangkan referensi lain tentang ritual meminta-minta saat Halloween memperlihatkan tahun 1915, di tempat yang tak diketahui, dengan referensi ketiga di Chicago pada tahun 1920.[140] Penggunaan paling awal yang diketahui atas istilah "trick or treat" dalam media cetak memperlihatkan tahun 1927, di Blackie Herald Alberta, Kanada.[141] Ribuan kartu pos Halloween yang diproduksi saat pergantian abad ke-20 sampai tahun 1920-an menampilkan anak-anak, tetapi tanpa trick-or-treating.[142] Kebiasaan ini tampaknya belum dipraktikkan secara luas sampai tahun 1930-an; kemunculan pertama istilah tersebut di Amerika Serikat tercatat pada tahun 1934,[143] dan penggunaan pertama dalam suatu publikasi nasional terjadi pada tahun 1939.[144] Ada suatu varian populer dari trick-or-treating, yang dikenal dengan nama trunk-or-treating (atau Halloween tailgating), di mana "anak-anak ditawarkan suguhan (treat) dari bagasi (trunk) mobil yang diparkir di pelataran parkir gereja," atau terkadang di pelataran parkir sekolah.[106][145] Dalam acara tersebut, bagasi masing-masing mobil dihias dengan suatu tema tertentu,[146] misalnya peran kerja, kitab suci, film, dan bacaan anak.[147] Trunk-or-treating telah berkembang popularitasnya karena dianggap lebih aman daripada pergi dari pintu ke pintu, suatu pokok yang diterima dengan baik oleh para orang tua, serta kenyataan bahwa perayaan tersebut "memecahkan teka-teki di daerah pedesaan di mana rumah-rumah dibangun terpisah setengah mil jaraknya".[148][149] KostumKostum-kostum Halloween secara tradisi menirukan tokoh-tokoh supranatural seperti vampir, monster, hantu, kerangka, penyihir, dan setan. Seiring berjalannya waktu, di Amerika Serikat pemilihan kostum diperluas hingga mencakup karakter-karakter populer dari arketipe umum, selebriti, dan fiksi seperti ninja dan putri raja.[81] Berdandan dengan kostum dan melakukan penyamaran merupakan hal yang lazim di Irlandia dan Skotlandia pada akhir abad ke-19.[119] Mengenakan kostum menjadi populer dalam pesta-pesta Halloween di Amerika Serikat pada awal abad ke-20, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak. Kostum Halloween pertama yang diproduksi secara massal terlihat di toko-toko pada tahun 1930-an ketika trick-or-treating telah menjadi populer di Amerika Serikat. Parade Halloween Newyork dimulai pada tahun 1974 oleh Ralph Lee, seorang pemain boneka dan pembuat topeng dari Greenwich Village. Acara tahunan tersebut merupakan pawai perayaan Halloween terbesar di dunia, dan salah satu pawai besar malam hari khas Amerika (bersama dengan Parade Cahaya Bintang Portland), yang menarik minat lebih dari 60 ribu peserta berkostum, 2 juta penonton, dan lebih dari 100 juta pemirsa televisi di seluruh dunia.[107] Eddie J. Smith, dalam bukunya Halloween, Hallowed is Thy Name menawarkan suatu perspektif religius dalam hal mengenakan kostum saat Malam Para Kudus. Ia berpendapat bahwa dengan berdandan sebagai makhluk-makhluk "yang pada satu waktu menyebabkan kita takut dan gemetar", orang dapat menertawakan Setan "yang kerajaannya telah dirampas oleh Juruselamat kita." Gambar-gambar kerangka dan orang mati merupakan dekorasi tradisional yang digunakan sebagai memento mori (pengingat bahwa setiap orang akan meninggal dunia).[150][151] UNICEF"Trick-or-Treat for UNICEF" merupakan program penggalangan dana untuk mendukung UNICEF,[81] suatu badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyediakan bantuan kemanusiaan untuk anak-anak di negara berkembang. Bermula sebagai acara setempat di suatu lingkungan Philadelphia Timur Laut pada tahun 1950 dan diperluas ke tingkat nasional pada tahun 1952, program tersebut meliputi pembagian kotak-kotak kecil oleh semua sekolah (atau di zaman modern, sponsor perusahaan seperti Hallmark, di toko-toko berlisensi mereka) kepada para trick-or-treater agar mereka dapat memperoleh sedikit sumbangan dari setiap rumah yang mereka kunjungi. Diperkirakan bahwa anak-anak berhasil mengumpulkan lebih dari $ 118 juta untuk UNICEF sejak awal peluncuran program tersebut. Di Kanada, pada tahun 2006, UNICEF memutuskan untuk menghentikan kotak-kotak pengumpulan tersebut, sambil menyebut kekhawatiran mengenai administrasi dan keamanan; setelah berkonsultasi dengan sekolah-sekolah, mereka mendesain ulang program tersebut.[152][153] Permainan dan aktivitas lainnyaAda beberapa permainan tradisional yang dikaitkan dengan perayaan Halloween. Salah satu permainan umum adalah membenamkan apel atau apple bobbing, atau disebut juga "dooking" di Skotlandia,[154] yang mana dalam permainan ini buah-buah apel ditaruh dalam suatu bak atau baskom besar berisi air dan para peserta harus menggunakan gigi-gigi mereka untuk mengambil apel dari baskom tersebut. Beberapa kalangan menganggap permainan ini berasal dari praktik Romawi dalam rangka memperingati Pomona.[81] Varian lain dari permainan ini misalnya dengan berlutut pada sebuah kursi, peserta menggigit sebuah garpu dan berusaha untuk menusukkannya pada apel tersebut. Permainan umum yang lain misalnya menggantung kue scone yang berlapis sirup dengan seutas benang; kue ini harus dimakan tanpa menggunakan tangan sementara kue tersebut tetap tergantung dengan benang yang mengikatnya, sehingga aktivitas ini akan membuat wajah menjadi lengket karena berlumuran sirup. Beberapa permainan yang secara tradisi dimainkan saat perayaan Halloween merupakan wujud-wujud praktik tenung atau ramalan. Selama Abad Pertengahan, aktivitas-aktivitas ini secara historis hanya berlangsung pada daerah pedesaan dan hanya dilakukan oleh beberapa orang tertentu karena dianggap sebagai praktik yang berbahaya atau "sangat serius".[93] Salah satu bentuk praktik tradisional di Skotlandia dalam meramal pasangan seseorang di masa depan adalah mengiris sebuah apel dengan satu sayatan panjang, kemudian melemparkan kulit kupasan apel tersebut ke bahu seseorang. Kulit ini diyakini jatuh dalam rupa huruf pertama dari nama pasangan orang tersebut di masa depan.[155] Perempuan yang belum menikah dahulu diberitahu bahwa apabila mereka duduk di ruangan gelap dan menatap sebuah cermin pada malam Halloween, wajah suami mereka di masa mendatang akan terlihat di cermin tersebut.[156] Namun jika mereka ditentukan akan meninggal sebelum menikah, maka suatu rupa tengkorak akan terlihat. Kebiasaan tersebut tersebar cukup luas sehingga tergambar dalam kartu-kartu ucapan[157] pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Takhayul atau permainan lainnya pada awal tahun 1900-an melibatkan kulit kacang kenari. Seseorang menuliskan peruntungannya dengan air susu pada kertas putih. Setelah kering, kertas tersebut dilipat dan ditempatkan dalam kulit kacang kenari. Ketika kulit tersebut dipanaskan, warna air susu akan berubah menjadi cokelat sehingga tulisan pada kertas akan terlihat. Masyarakat juga bermain membaca nasib (fortune telling). Untuk memainkannya, potongan simbol-simbol dari kertas ditempatkan dalam sebuah piring. Seseorang lalu masuk ke dalam suatu ruangan gelap dan diperintahkan untuk meletakkan tangannya di atas sepotong es dan kemudian menyentuh piring tersebut. "Keberuntungan" akan menempel di tangannya. Simbol-simbol kertas itu misalnya: dolar (kekayaan), kancing (tidak akan beristri), tudung jari (tidak akan bersuami), jepitan baju (kemiskinan), beras (pernikahan), payung (perjalanan), periuk (kesulitan), 4 daun semanggi (nasib baik), penny (keberuntungan), cincin (pernikahan dini), dan kunci (ketenaran).[158] Pengisahan cerita hantu dan tontonan film horor merupakan atribut-atribut umum dari perayaan Halloween. Berbagai episode dari serial televisi dan tayangan televisi spesial Halloween (biasanya untuk anak-anak) pada umumnya ditayangkan pada saat atau sebelum Halloween, sedangkan film-film baru dengan tema horor sering kali dirilis secara teatrikal sebelum Halloween agar dapat meraih keuntungan dari suasana tersebut. Atraksi berhantuAtraksi berhantu adalah tempat hiburan yang dirancang untuk menakut-nakuti dan menimbulkan sensasi ketegangan bagi para pengunjungnya. Kebanyakan atraksi tersebut merupakan usaha musiman yang hanya ada saat Halloween. Sulit untuk menelusuri asal usul hiburan komersial ini, tetapi secara umum diakui bahwa hiburan ini pertama kali digunakan oleh Junior Chamber International (Jaycees) untuk penggalangan dana.[159] Hiburan tersebut misalnya rumah hantu, labirin jagung, dan wahana jerami,[160] yang mana semakin hari tingkat kecanggihan efeknya semakin meningkat karena pertumbuhan industri ini. Atraksi-atraksi berhantu di Amerika Serikat menghasilkan sekitar $ 300–500 juta setiap tahunnya, dan menarik sekitar 400.000 pengunjung, meski tulisan berbagai sumber media pada tahun 2005 berspekulasi bahwa industri tersebut telah mencapai puncaknya kala itu.[159] Pertumbuhan dan matangnya industri tersebut telah mengakibatkan adanya kostum dan efek khusus yang secara teknis lebih maju, sehingga dapat dibandingkan dengan yang digunakan dalam film-film Hollywood.[161] MakananSaat Malam Para Kudus, banyak denominasi Kristen Barat yang menganjurkan umatnya untuk berpantang daging, sehingga menyebabkan timbulnya berbagai variasi makanan vegetarian terkait dengan hari raya ini.[29] Karena perayaan Halloween di Belahan Utara berlangsung saat puncak panen tahunan apel, permen apel (di luar Amerika Utara dikenal dengan sebutan toffee apples) atau apel karamel merupakan suguhan umum saat Halloween yang dibuat dengan melumuri keseluruhan buah apel dengan sirup gula yang pekat, terkadang dilanjutkan dengan melumurinya dengan kacang. Konon, permen apel biasa diberikan kepada anak-anak yang melakukan trick-or-treating, tetapi praktik ini dengan cepat memudar di tengah rumor yang beredar secara luas bahwa beberapa orang menanamkan benda seperti jarum atau silet di dalam buah-buah apel di Amerika Serikat.[162] Walaupun ada bukti dari insiden-insiden tersebut,[163] dalam kaitannya dengan tingkat pelaporan kasus-kasus serupa, kasus-kasus nyata terkait tindakan-tindakan berbahaya sangatlah langka dan belum pernah mengakibatkan luka berat. Meski demikian, banyak orang tua menganggap bahwa praktik-praktik mengerikan seperti itu menjadi marak terjadi karena peranan media massa. Pada saat puncak histeria tersebut, beberapa rumah sakit menawarkan sinar-X gratis kepada anak-anak dalam petualangan Halloween guna menemukan bukti adanya penyalahgunaan. Hampir semua dari insiden permen berbahaya yang sedikit ditemukan itu ternyata melibatkan para orang tua yang mencemari permen anak-anak mereka sendiri.[164] Ibadah keagamaan KristenPada waktu Hallowe'en (Malam Para Kudus) di Polandia, umat beragama dahulu diajarkan untuk berdoa dengan lantang ketika berjalan melintasi hutan agar jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dunia dapat merasa terhibur; imam Kristen di desa-desa kecil di Spanyol, saat Malam Para Kudus, membunyikan lonceng gereja untuk mengingatkan umat agar mengenang mereka yang telah meninggal.[165] Di Irlandia, dan di kalangan imigran di Kanada, ada suatu kebiasaan Kristen berpantang, menjadikan Malam Para Kudus "sebagai suatu hari tanpa daging dengan panekuk atau Callcannon" sebagai ganti sajian makanan.[166] Di Meksiko, pada saat "Malam Para Kudus, anak-anak membuat suatu altar kecil untuk mengundang angelitos (roh anak-anak yang telah meninggal dunia) agar datang kembali untuk suatu kunjungan."[167] Gereja Kristen secara tradisi merayakan Hallowe'en dengan vigili "dimana umat mempersiapkan diri mereka dengan doa dan puasa" untuk hari raya pada hari berikutnya (Hari Para Kudus).[168] Ibadah gereja ini dikenal sebagai Vigili Para Kudus (Vigil of All Hallows atau Vigil of All Saints);[169][170] suatu prakarsa yang dikenal sebagai Malam Cahaya (Night of Light) merupakan upaya untuk lebih menyebarluaskan Vigili Para Kudus di seluruh Kekristenan.[171][172] Setelah ibadah tersebut, sering kali dilanjutkan dengan "hiburan dan pesta yang sesuai", serta kunjungan ke pekuburan atau pemakaman—di mana bunga dan lilin biasa ditempatkan—dalam persiapan untuk Hari Para Kudus.[173][174] Di Finlandia, banyak sekali orang yang mengunjungi pemakaman saat Malam Para Kudus untuk menyalakan lilin doa di sana, sehingga fenomena ini disebut sebagai valomeri, atau lautan cahaya.[175] Pada masa kini terdapat beragam pandangan di kalangan Kekristenan sehubungan dengan perayaan Halloween. Dalam Gereja Anglikan, beberapa keuskupan tetap menekankan tradisi Kristen yang berkaitan dengan Malam Para Kudus.[176][177] Beberapa praktik ini misalnya berdoa, berpuasa, dan menghadiri kebaktian.[1][2][3]
Jemaat Kristen Protestan lainnya juga merayakan Malam Para Kudus sebagai Hari Reformasi, yaitu suatu hari untuk mengenang Reformasi Protestan, bersamaan dengan Malam Para Kudus ataupun terlepas darinya.[179][180] Hal ini karena Martin Luther dikatakan memakukan 95 dalil di All Saints' Church, Wittenberg pada saat Malam Para Kudus.[181] Seringkali "Festival Panen" atau "Festival Reformasi" diselenggarakan saat Malam Para Kudus, di mana anak-anak berpakaian seperti tokoh Alkitab atau Reformator.[182] Selain membagikan permen ke anak-anak yang melakukan trick-or-treating saat Hallowe'en, banyak juga kalangan Kristen yang menyediakan teks Injil bagi mereka. Salah satu organisasi, American Tract Society, menyatakan bahwa sekitar 3 juta teks Injil dipesan dari mereka untuk perayaan Hallowe'en.[183] Sementara lainnya memesan Scripture Candy bertema Halloween untuk dibagikan kepada anak-anak pada hari tersebut.[184][185] Beberapa kalangan Kristen merasa khawatir dengan perayaan Halloween modern karena mereka merasa hal ini berarti meremehkan – atau merayakan – paganisme, okultisme, atau praktik-praktik lainnya dan fenomena budaya yang dianggap tidak sesuai dengan keyakinan mereka.[186] Pastor Gabriele Amorth, seorang eksorsis di Roma, mengatakan, "Jika anak-anak Amerika dan Inggris senang berpakaian seperti penyihir dan setan pada satu malam dalam setahun maka itu bukan suatu masalah. Jika hanya permainan, tidak ada salahnya itu."[187] Pada beberapa tahun terakhir, Keuskupan Agung Katolik Roma Boston menyelenggarakan suatu Festival Orang Kudus (Saint Fest) saat Halloween.[188] Demikian pula banyak gereja Protestan masa kini memandang Halloween sebagai suatu acara yang menyenangkan bagi anak-anak; mereka mengadakan acara-acara di gereja mereka di mana anak-anak dan orang tua dapat berdandan, bermain berbagai permainan, dan mendapatkan permen gratis. Bagi kalangan Kristen ini, Halloween tidak dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan rohani anak-anak: mereka diajarkan tentang kematian dan kefanaan, serta kebiasaan para leluhur Keltik benar-benar menjadi suatu pelajaran kehidupan yang berharga dan bagian dari warisan jemaat mereka.[189] Sam Portaro, seorang pendeta Kristen, menuliskan bahwa Halloween adalah tentang bagaimana menggunakan "humor dan olokan untuk menghadapi kuasa kematian".[190] Dalam Gereja Katolik Roma ada kutipan mengenai hubungan Halloween dengan Kekristenan, dan perayaan Halloween adalah hal yang umum di sekolah-sekolah paroki Katolik di seluruh Amerika Utara dan Irlandia.[191][butuh sumber yang lebih baik] Banyak gereja evangelikal dan fundametalis menggunakan "rumah neraka" dan teks literatur bergaya komik dalam rangka memanfaatkan popularitas Halloween sebagai suatu kesempatan untuk melakukan penginjilan.[192] Kalangan lainnya menganggap Halloween sama sekali bertentangan dengan iman Kristen karena asal mulanya diduga bersumber dari perayaan Festival Arwah.[193] Meskipun umat Kristen Ortodoks Timur merayakan Hari Para Kudus pada hari Minggu Pertama setelah Pentakosta, Gereja Ortodoks Timur menganjurkan Ibadat Sore (Vespers) dan/atau suatu Paraklesis pada perayaan Malam Para Kudus sesuai kalender liturgi Barat, karena pentingnya kebutuhan pastoral dalam menyediakan suatu alternatif dari perayaan-perayaan populer.[194] Perspektif dan perayaan serupaYudaismeMenurut Alfred J. Kolatch dalam Second Jewish Book of Why, dalam Yudaisme, Halloween tidak diizinkan dalam Halakha Yahudi karena bertentangan dengan Imamat 18:3 yang melarang orang Yahudi untuk mengambil bagian dalam kebiasaan non-Yahudi. Banyak orang Yahudi yang merayakan Yizkor, yang mana dapat disetarakan dengan perayaan Masa Para Kudus dalam Kekristenan karena doa-doa didaraskan bagi "para martir dan keluarganya sendiri".[195] Namun demikian banyak orang Yahudi Amerika merayakan Halloween tanpa mengaitkan perayaan tersebut dengan asal mulanya yang dari Kekristenan.[196] Jeffrey Goldwasser, seorang rabi Reform, mengatakan bahwa, "Tidak ada alasan keagamaan mengapa orang Yahudi masa kini tidak seharusnya merayakan Halloween"; sedangkan Michael Broyde, seorang rabi Ortodoks, menentang kaum Yahudi yang merayakan hari libur tersebut.[197] Kaum Yahudi merayakan Purim; pada saat itu anak-anak juga mengenakan kostum saat merayakannya. IslamSyekh Idris Palmer, penulis A Brief Illustrated Guide to Understanding Islam, berpendapat bahwa umat Muslim tidak seharusnya berpartisipasi dalam Halloween, dengan menyatakan bahwa "partisipasi dalam Halloween adalah lebih buruk daripada partisipasi dalam Natal, Paskah, ... lebih berdosa daripada mengucapkan selamat kepada umat Kristen atas sembah sujud mereka kepada salib".[198] Javed Memon, seorang penulis muslim, menyatakan ketidaksetujuannya dengan mengatakan bahwa anak perempuannya "yang berpakaian seperti sebuah bilik telepon Inggris tidak akan membinasakan imannya sebagai seorang Muslim".[199] HinduKebanyakan umat Hindu tidak merayakan Hallowe'en, sebagai gantinya mereka mengenang orang yang telah meninggal dalam festival Pitru Paksha, di mana saat itu umat Hindu memberi penghormatan dan melakukan upacara "untuk menjaga jiwa-jiwa leluhur mereka dalam peristirahatan." Mereka merayakannya pada bulan Hindu Bhadrapada, biasanya pada pertengahan bulan September.[200] Perayaan festival Hindu Deepawali terkadang bertepatan dengan tanggal perayaan Halloween, tetapi beberapa umat Hindu memilih untuk berpartisipasi dalam kebiasaan-kebiasaan populer Halloween.[201] Umat Hindu lainnya, seperti Soumya Dasgupta, menentang perayaan tersebut dengan alasan bahwa hari libur Barat seperti Halloween telah "mulai mempengaruhi festival-festival adat kami."[202] Paganisme modernKaum neopagan tidak merayakan Halloween, tetapi mereka merayakan Samhain pada tanggal 1 November,[203] meskipun beberapa orang memilih untuk berpartisipasi dalam perayaan Halloween kultural, dengan mengutip gagasan bahwa seseorang dapat secara bersamaan merayakan "kekhidmatan Samhain di samping kegembiraan Halloween." Kalangan neopagan lainnya menentang perayaan Halloween karena meyakini bahwa perayaan tersebut "meremehkan Samhain",[204] dan "menghindari Halloween karena gangguan dari para trick or treater."[205] The Manitoban menuliskan bahwa "kaum Wicca tidak secara resmi merayakan Halloween, meskipun kenyataannya 31 Oktober masih akan tetap bertanda bintang di sampingnya dalam setiap agenda harian yang baik di kalangan Wicca. Mulai saat matahari terbenam, kaum Wicca merayakan suatu hari libur yang dikenal sebagai Samhain. Samhain sebenarnya berasal dari tradisi Kelt kuno dan tidak terbatas pada agama-agama neopagan seperti Wicca. Meskipun tradisi-tradisi dari hari libur ini berasal dari negara-negara Kelt, kaum Wicca modern tidak berusaha untuk meniru secara historis perayaan-perayaan Samhain. Beberapa ritual Samhain tradisional masih dipraktikkan, namun pada intinya hari libur tersebut hanyalah waktu untuk merayakan kegelapan dan orang yang telah meninggal — suatu alasan yang memungkinkan mengapa Samhain sering kali dicampuradukkan dengan perayaan Halloween."[203] Di seluruh duniaTradisi dan arti penting Halloween sangat bervariasi di antara negara-negara yang merayakannya. Di Skotlandia dan Irlandia, adat tradisional Halloween misalnya anak-anak berdandan dengan kostum untuk melakukan guising, mengadakan pesta, sementara praktik lainnya di Irlandia meliputi penerangan api unggun besar (bonfire) dan pertunjukan kembang api.[206][207] Di Bretagne anak-anak bermain lelucon praktis dengan menempatkan lilin-lilin di dalam tengkorak di pemakaman untuk menakut-nakuti pengunjung.[208] Imigrasi transatlantik secara massal pada abad ke-19 telah mempopulerkan Halloween di Amerika Utara, dan perayaan di Amerika Serikat serta Kanada memberi dampak yang berarti menyangkut bagaimana acara tersebut dirayakan di negara-negara lainnya. Pengaruh Amerika Utara yang lebih kuat ini, terutama dalam unsur-unsur komersial dan ikonik, telah meluas ke tempat-tempat seperti Amerika Selatan (terutama Chili[209]), Australia,[210] Selandia Baru,[211] sebagian besar Eropa Daratan, Jepang, dan belahan Asia Timur lainnya.[212] Di Filipina, saat Halloween, orang-orang Filipina pulang ke kampung halaman mereka dan membeli lilin serta bunga,[213] untuk persiapan Hari Raya Semua Orang Kudus (Araw ng mga Patay) pada 1 November dan Hari Semua Jiwa —meski hari ini jatuh pada tanggal 2 November, kebanyakan dari mereka merayakannya lebih cepat pada hari sebelumnya.[214] Lihat pulaCatatan
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
|