Zulkifli
Zulkifli, juga ditulis sebagai Dzulkifli (bahasa Arab: ذو الكفل, translit. Żulkifli), adalah salah satu tokoh dalam Al-Qur'an. Umumnya dia dipandang sebagai nabi dan masuk dalam daftar 25 nabi. Meski demikian, sebagian ulama menyebutkan bahwa dia hanyalah orang saleh dan bukan nabi. Keterangan mengenai Zulkifli sangat sedikit di dalam Al-Qur'an dan terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai jati diri dan kehidupannya. Tokoh yang kadang dianggap sebagai sosok yang sama dengan Zulkifli adalah Yehezkiel dan Siddhartha Gautama. Ayat
NamaZulkifli secara harfiah bermakna "pemilik Kifli" atau "yang empunya Kifli", dengan ذُو żū ("pemilik dari") diletakkan di depan sebelum keterangan mengenai karakteristik sosok terkait.[1] Beberapa tokoh Al-Qur'an yang menggunakan julukan seperti itu antara lain Yunus yang disebut dengan Żun-Nūn (ذُوٱلْنُّون)[2] "pemilik (ikan) Nun" atau "yang bersama dengan (ikan) Nun" dan Żulqarnain (ذُوٱلْقَرْنَيْن) yang berarti "pemilik dua tanduk" atau "pemilik dua masa". Terdapat sejumlah pendapat mengenai makna Kifl. Sebagian menyebutkan bahwa itu adalah kata Arab kuno yang berarti "ganda", juga digunakan untuk menyebut lipatan kain. Nama Zulkifli umumnya dipahami memiliki arti "salah satu dari bagian ganda". Beberapa ulama berpendapat bahwa nama itu berarti "orang dengan ganjaran ganda" atau lebih tepatnya "orang yang menerima ganjaran dua kali lipat".[3] Ada juga pendapat yang memberikan keterangan lain. KeteranganNama Zulkifli disebutkan dalam Al-Qur'an sebanyak dua kali.[a] Namanya selalu dirangkaikan dengan Isma'il, disebut sekali bersama Idris, dan sekali bersama Ilyasa'. Zulkifli disebutkan dalam Al-Qur'an sebagai orang yang sabar, saleh, mendapat rahmat,[4] dan termasuk orang-orang pilihan yang paling baik,[5] tetapi tidak ada keterangan mengenai jati diri atau kisahnya. RiwayatTerdapat sejumlah keterangan yang berbeda-beda dalam berbagai literatur Muslim mengenai Zulkifli , baik latar belakang, jati diri, maupun kisahnya. Semuanya tidak berasal dari Al-Qur'an dan hadits, tapi dari tafsiran para ulama dan beberapa sumber lain. Beberapa keterangan tersebut menyebutkan bahwa Zulkifli adalah:
Beberapa pendapat yang disebutkan ini pada dasarnya berdiri sendiri-sendiri dan tidak dapat digabungkan, karena terdapat perbedaan waktu dan tempat. Putra AyyubSebagian menyatakan bahwa dia adalah Bisyr atau Basyar, putra Ayyub.[6] Sebagian pendapat menyebutkan bahwa Ayyub adalah leluhur bangsa Romawi Kuno[7] atau berdakwah pada bangsa Romawi, sehingga Zulkifli juga kerap dikaitkan dengan Romawi sebagai penerus tugas dakwah Ayyub.[8] Penerus Ilyasa'Pendapat lain menerangkan bahwa dia adalah orang yang meneruskan tugas Ilyasa' (Elisa) dalam membimbing Bani Israil. Ilyasa' sendiri adalah keturunan jauh Ya'qub dan hidup pada abad ke-9 SM. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan[9][10] bahwa setelah Ilyasa' sudah tua, dia mencari orang yang bisa meneruskannya membimbing masyarakat. Dia kemudian mengumpulkan orang-orang untuk mencari penerusnya di antara mereka, dengan syarat bahwa dia bisa selalu puasa di siang hari, ibadah malam, dan tidak marah. Seorang lelaki yang dianggap hina mengajukan diri, tetapi Ilyasa' menolak kesanggupan orang tersebut. Kemudian seorang lelaki lain mengajukan diri dan Ilyasa' menerimanya. Suatu ketika, setan menjelma sebagai kakek-kakek renta yang miskin. Dia mendatangi lelaki penerus Ilyasa' ini pada tengah hari pada jadwal lelaki tersebut tidur siang. Lelaki ini tidak tidur pada siang ataupun malam hari selain saat tidur siang tersebut. Setelah dipersilakan masuk, kakek tersebut menceritakan pada lelaki tersebut kalau dirinya dizalimi oleh kaumnya. Kakek tersebut bercerita sangat lama sampai sore sehingga laki-laki tersebut tidak bisa tidur siang. Laki-laki tersebut kemudian meminta kakek itu untuk hadir di majelisnya pada sore hari untuk memutuskan perkara. Namun setelah sore, kakek itu tidak hadir. Esok harinya, laki-laki tersebut memutuskan sengketa di antara kaumnya, tetapi kakek itu tidak ada juga. Saat lelaki itu hendak tidur siang, barulah kakek itu datang. Saat ditanya alasannya tidak datang di majelis sebelumnya, kakek itu beralasan bahwa kaumnya menjanjikan akan memberikan hak kakek itu, sehingga dia tidak jadi datang ke majelis, tapi kemudian mereka mengingkarinya lagi. Laki-laki tersebut meminta kakek itu untuk datang lagi saat sore. Kembali lelaki itu tidak bisa tidur siang lantaran percakapannya dengan kakek itu. Namun saat sore, kakek itu tidak datang lagi. Dikarenakan sangat mengantuk dan ingin istirahat, laki-laki itu kemudian meminta orang-orang untuk tidak membiarkan seorangpun mengganggu waktu istirahatnya. Saat kakek itu kembali, penjaga benar-benar melarang kakek itu untuk bertamu. Kakek yang merupakan jelmaan setan itu kemudian masuk ke dalam rumah melalui sebuah lubang. Lelaki itu kemudian berkata, "Wahai fulan, bukankah aku telah bilang kepadamu, jangan menggangguku ketika aku sedang tidur?" Namun setelah tahu bahwa pintu rumahnya terkunci, barulah tersadar kalau kakek itu adalah jelmaan setan. Dia berusaha membuat lelaki itu marah, tetapi gagal. Lelaki yang diganggu kakek jelmaan setan dalam kisah tersebut diidentifikasikan sebagai Zulkifli .[11] Kisah ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an maupun hadits, tapi merupakan tafsiran sebagian ulama. Sebagian ulama menceritakan bahwa seorang sahabat Nabi, Abu Musa Al-Asy'ari, menyatakan bahwa Zulkifli bukanlah seorang nabi, tapi orang saleh yang shalat seratus kali. Zulkifli menjamin untuk menjalankan perintah agama sepeninggal Ilyasa'.[12] YehezkielSebagian pendapat menyebutkan bahwa Zulkifli adalah sosok yang sama dengan Yehezkiel, nabi Bani Israil yang hidup pada masa pengasingan bangsa Yahudi ke Babilonia. Dalam literatur Islam, Yehezkiel biasanya disebut dengan ejaan Arabnya, Hazqiyal atau Hizqil. Yehezkiel diperkirakan hidup dua ratus tahun lebih setelah Ilyasa', lahir dan besar pada masa-masa akhir Kerajaan Yehuda. Pada tahun 597 SM, Yerusalem jatuh ke tangan Kekaisaran Babilonia Baru di bawah kekuasaan Nebukadnezar II. Yehezkiel termasuk mereka yang kemudian ditangkap dan dibawa ke Babilonia. Empat atau lima tahun kemudian,[13] Yehezkiel diangkat sebagai nabi untuk berdakwah pada Bani Israil di pengasingan.[14] Dia meninggal di Babilonia dan dipercaya dimakamkan di tempat yang kemudian disebut Al-Kifl di kawasan Iraq. Abdullah Yusuf Ali mendukung pendapat kartografer Denmark Karsten Niebuhr yang menyebutkan bahwa Kifli (الكفل) adalah bentuk Arab dari Yehezkiel (Ibrani: יְחֶזְקֵאל Yəḥezqē’l),[15][16] sehingga menurut pendapat ini, Zulkifli bukanlah julukan, melainkan nama. Namun terlepas kebenaran pendapat ini, Yehezkiel biasanya juga dipandang sebagai nabi oleh para ulama, seperti Ath-Thabari, Ibnu Katsir, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Kutaibah. Ibnu Katsir dalam karyanya, Qashashul Anbiya', menuliskan mengenai Zulkifli dan Yehezkiel (Hazqiyal) dalam dua bab berbeda. Siddhattha GotamaAda juga pendapat yang menyebutkan bahwa Zulkifli adalah Siddhattha Gotama, tokoh pusat dalam agama Buddha. Perkiraan masa kehidupannya berkisar pada rentang abad ke-6 sampai ke-5 SM. Pendapat ini didasarkan bahwa Kifl dianggap sebagai pelafalan Arab dari Kapil, kependekan dari Kapilavatthu,[17] ibu kota Sakya dan tempat tinggal Siddhattha Gotama sebelum meninggalkan istana.[18] Bangsa AmoriDzulkifli juga kadang disebut sebagai nabi bangsa Amori. Keterangan tambahanSebagian literatur Muslim menggabungkan beberapa pendapat di atas sekaligus, menyebutkan Zulkifli sebagai Bisyr bin Ayyub, kemudian menjadi penerus Ilyasa', dan dimakamkan di Al-Kifl setelah wafat. Meski demikian, penggabungan ini bermasalah dari sisi kronologi waktu. Ayyub merupakan cicit Esau, kakak kembar Ya'qub, menurut sebagian pendapat.[19] Di sisi lain, Ilyasa' adalah keturunan jauh Ya'qub, hidup pada abad ke-9 SM atau sekitar seribu tahun setelah masa Ya'qub. Ilyasa' hidup saat Kerajaan Samaria masih utuh dan tinggal di sana pada masa kekuasaan Raja Yoram, Yehu, dan Yoahas.[20] Di sisi lain, sosok yang dimakamkan di Al-Kifl, Yehezkiel, lahir pada masa-masa akhir Kerajaan Yehuda, yakni pada abad ke-7 SM, atau sekitar dua abad setelah masa Ilyasa'. MakamSebuah tempat di Al-Kifl, kota di tepi sungai Eufrat, Iraq, diyakini sebagai makam Zulkifli . Awalnya tempat itu dikaitkan dengan Yehezkiel karena diyakini Yehezkiel dimakamkan di tempat tersebut.[21] Pada tahun 1316 M (715-716 H), Sultan Ilkhanat Öljaitü memperoleh hak perwalian atas makam tersebut dari komunitas Yahudi. Hal ini menjadikan nama Yehezkiel yang melekat pada makam tersebut diganti dengan Zulkifli lantaran dua nama tersebut dipandang sebagai satu orang yang sama. Setelahnya, dibangunlah Masjid An-Nukhailah dan makam Zulkifli menjadi bagian dari kompleks masjid tersebut.[22][23] Lihat pulaCatatan
Rujukan
Daftar pustaka
Pranala luar |