Suku LubuSuku Lubu adalah kelompok etnis yang mendiami wilayah perbatasan antara Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Suku ini diketahui telah muncul sejak lama, jauh sebelum suku-suku lainnya khususnya di Sumatera Utara seperti Batak dan Melayu. Mayoritas suku ini mendiami Sumatera Utara bagian selatan, dan hingga tahun 2014 populasi suku ini diperkirakan mencapai 45.000 orang.[1] SejarahPada zaman dahulu, suku Lubu hidup secara nomaden di pedalaman hutan Sumatra. Oleh karenanya, suku Lubu telah lama mendiami wilayah tersebut sebelum kemunculan suku-suku lainnya di Sumatera Utara. Namun setelah ribuan tahun terjadi pembauran budaya dengan suku Batak dan juga dengan suku Melayu, sehingga saat ini meskipun mereka tetap mengakui bahwa mereka merupakan suku Lubu, tetapi budaya dan adat-istiadat mereka sudah terpengaruh secara signifikan oleh suku Mandailing dan suku Padang Lawas.[2] KarakteristikBerdasarkan pengelompokan ras, suku Lubu termasuk ras Weddoid, dengan karakteristik berkulit gelap, rambut keriting, dan badan yang kekar. Karakteristik tersebut berbeda dengan suku Batak pada umumnya yang mayoritas merupakan keturunan Mongoloid.[2] Dalam kesehariannya suku Lubu berkomunikasi dengan bahasa Lubu, yang tergolong ke dalam rumpun Austronesia. Berdasarkan data dalam "Language Atlas of Pacifik Area" (1983), penutur bahasa Lubu berjumlah kurang lebih 30.000 orang. Bahasa Lubu mayoritas menyerap perbendaharaan kata bahasa Mandailing dan bahasa Padang Lawas, oleh karena itu bahasa Lubu terkadang dianggap sebagai salah satu dialek dari bahasa Batak Mandailing.[2] Sebagian besar masyarakat suku Lubu hidup dengan bercocok tanam. Suku Lubu masih mengenal sistem tebang-bakar hutan untuk membuka ladang bagi pertanian mereka. Selain bercocok tanam, sebagian dari mereka juga bekerja pada perkebunan karet sebagai buruh. Di samping itu, mereka juga masih memanfaatkan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, dengan cara berburu dan mengumpulkan hasil hutan. Beberapa jenis hewan ternak, seperti sapi, ayam, dan bebek juga mereka pelihara untuk mendukung kebutuhan keluarga.[2] Hubungan antar sukuMenjadi salah satu suku di wilayah Sumatera Utara, suku Lubu menjalin hubungan dengan beberapa suku yang masih berdekatan wilayah khususnya Kabupaten Mandailing Natal. Salah satu suku yang memiliki hubungan erat dengan suku Lubu adalah Orang Ulu. Sering juga disebut "Orang Tanah Hulu", masyarakat Ulu memiliki pemukiman yang terletak di Desa Sibinail dan Desa Tamiang Mudo di kecamatan Muara Sipongi, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara. Diperkirakan populasi Ulu ini sekitar 135 kepala keluarga. Orang Ulu sendiri diperkirakan berasal dari Rao di Minangkabau yang melarikan diri ke Mandailing karena sebelum adanya pembagian suku di kalangan orang Minangkabau di zaman dahulu yang menimbulkan peperangan-peperangan. Bersama orang-orang suku Lubu, mereka melarikan diri ke tengah hutan sehingga hidup mereka menjadi terisolasi dan menjadi setengah primitif. Sama seperti suku Lubu, pekerjaan orang Orang Ulu adalah berladang dan berburu serta mengumpulkan hasil hutan, yang ditukarkan dengan penduduk suku Lubu. Senjata mereka antara lain sumpit dan panah beracun. Dibandingkan dengan orang suku Lubu, orang Ulu mempunyai rumah dan pakaian lebih baik. Seiring berjalannya waktu, perkembangan budaya juga dirasakan oleh suku-suku di Indonesia, salah satunya di Sumatera Utara termasuk suku Lubu. Selain Orang Ulu, ada salah satu suku yang bernama suku Siladang. Suku yang juga disebut Batak Siladang, ini dapat ditemukan pada perkampungan dalam desa Sipagapaga, kecamatan Panyabungan. Populasinya diperkirakan melebihi 2000 orang. Suku Siladang merupakan suku pendatang, yang pada awalnya diperkirakan menempati daerah Sibinail. Suku ini juga diduga berupa hasil percampuran dua suku, Ulu dan Lubu. Mereka dulunya untuk beberapa abad tinggal di muara Sipongi. Agama yang dianut adalah Hindu yang beraliran animisme. Pekerjaan masyarakat Orang Ulu adalah berburu dan bertani, yang hasilnya akan dibarter dengan hasil pertanian suku Lubu. Dalam kesehariannya, suku Siladang berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Siladang yang masih serumpun dengan bahasa Mandailing dengan beberapa perbedaan. Adapun secara geografis, masyarakat suku Siladang bermukim di lembah perbukitan Tor Sihite yang pada bagian Timur, Utara, dan Selatan berbatasan langsung dengan wilayah pemukiman suku Mandailing.[3][4] Lihat pulaReferensi
|