Pasar GambirPasar Gambir adalah pasar malam yang diadakan setahun sekali di Koningsplein (Lapangan Gambir, sekarang Taman Monumen Nasional), Jakarta. Pasar Gambir mulanya adalah wahana hiburan rakyat yang sudah ada setidaknya sejak paruh kedua abad ke-19. Pasar Gambir menampilkan pertunjukan seperti wayang, ronggeng, dan topeng. Selain itu juga diadakan permainan seperti panjat pinang, balap karung. Berita di harian Java-bode, 29 April 1863 menyebut, Pasar Gambir tak pernah gagal menarik perhatian orang-orang Betawi untuk datang.[1] Pada tahun 1898 Pasar Gambir diselenggarakan mulai tanggal 31 Agustus, bertepatan dengan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina, sekaligus menyambut hari penobatannya. Setelah itu, Pasar Gambir diadakan setahun sekali, selama satu pekan antara Agustus dan September[2] sebagai perayaan menyambut hari ulang tahun Ratu Wilhelmina pada 31 Agustus. Pasar malam ini berhenti diadakan sejak masa pendudukan Jepang tahun 1942.[3] Pasar Gambir waktu itu diramaikan berbagai tontonan, anjungan pameran, rumah makan, dan pedagang kaki lima. Makanan khas Pasar Gambir adalah kerak telor.[3] Pameran dan kegiatanPada awalnya, Pasar Gambir hanya berlangsung selama satu minggu, kemudian karena minat masyarakat sangat tinggi maka acara tersebut diperpanjang hingga dua minggu dari jam 10 pagi hingga 12 malam. Pada tahun 1906, jumlah pengunjung kegiatan ini tercatat mencapai 75.000 orang dari dalam dan luar Batavia.[4] Harga karcis untuk pribumi adalah 10 sen, sedangkan untuk orang Belanda sebesar 25 sen.[5] Menurut surat kabar "Bataviaasch Nieuwsblad" pada 23 September 1921, laba bersih yang didapat dari penyelenggaraan Pasar Gambir adalah 18.848.38 Gulden dengan jumlah pengunjung 334.985 orang.[6] Salah satu hal yang menjadi daya tarik Pasar Gambir adalah pintu gerbang selalu dirancang dengan meniru berbagai bangunan khas Indonesia yang setiap tahun selalu berbeda-beda. Kota Praja mengumpulkan satu tim insinyur yang bertugas menentukan tema pintu masuk dan membangunnya sesuai, beberapa rancangan yang telah dibuat adalah Pura dari Bali dan rumah Gadang.[4] Setiap pembukaan, penutupan, dan tepat pada hari ulang tahun Ratu, penyelenggara Pasar Gambir selalu menyalakan kembang api. Produk kembang api yang digunakan berasal dari pabrik Gorz di Krukut dan Lauw Kang Boen di kawasan Angke.[7] Sejak awal diadakan hingga tahun 1930-an, Pasar Gambir hanya menyediakan hiburan saja. Stand terbuka yang diadakan di pasar ini memuat foto-foto Perang Waterloo, permainan lotre, permainan konel, dan layar tancap yang berisi film Charlie Chaplin yang semuanya tidak dipungut biaya. Sedangkan stand tertutup yang dikenakan biaya masuk 10 sen, berisi pertunjukan sulap Schand, motor dalam keranjang, tong setan, aksi manusia dibakal, Alxoha Hawai, dan Dancing Hall.[5] Pada tahun 1923, pertunjukan Karapan Sapi dari Madura juga diadakan di Pasar Gambir.[7] Dalam perkembangannya, beberapa lembaga pemerintahan memamerkan hasil penggalian minyak dan tanaman khas Indonesia dalam Pasar Gambir. Selain itu, Balai Pustaka ikut memamerkan buku bacaan serta pelajaran. Pada tahun 1937, kesenian rakyat seperti tarian doger, wayang wong, dan ketoprak serta perlombaan keroncong, dansa, paduan suara, kasti, layang-layang, panjat pohon pinang, dan sepak bola ikut ditampilkan dalam perayaan tahunan ini.[5] Makanan dan minumanDi dalam area Pasar Gambir, para penduduk asli Indonesia menyediakan warung-warung kecil untuk menjual nasi dan lauk-pauk serta minuman. Para pedagang makanan kaki lima seperti kerak telor dari Tanjung Duren, laksa dari Petamburan, dan bandrek dari Manggarai, juga ikut berjualan di dalam maupun area luar pasar menuju gerbang masuk.[5] Es krim Ragusa juga pernah ikut berpartisipasi di Pasar Gambir dan cukup banyak diminati pengunjung di masanya.[7] Selain itu, para pendatang dari Eropa juga memiliki restoran tersendiri di dalam kawasan Pasar Gambir.[5] Kelanjutan Pasar GambirSetelah Perang Dunia II berakhir, kegiatan Pasar Gambir diadakan kembali di Jl. Sudirman (sekarang menjadi lokasi Rumah Sakit Jakarta), namun tidak berlangsung lama seiring dengan perkembangan kawasan Jakarta.[5] Pada tahun 1968, Gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin, menghidupkan kembali acara Pasar Gambir di tempat yang sama sebagai Djakarta Fair (DF) untuk memperingati hari ulang tahun Jakarta.[8] Sementara itu, perayaan Pasar Gambir juga terus digelar di Belanda dengan nama Pasar Malam Tong Tong atau Pasar Malam Besar. Kegiatan tersebut terutama diikuti oleh orang-orang yang pernah tinggi di Indonesia atau masih memiliki hubungan dengan Indonesia dan berisi berbagai kesenian dan kuliner tradional Indonesia.[6] Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Pasar Gambir. |