Partai Rakyat Demokratik
Partai Rakyat Demokratik (PRD) adalah sebuah partai politik di Indonesia. Partai ini tidak memiliki wakil langsung di Parlemen; namun demikian, perannya dalam sejarah politik Indonesia sejak era Orde Baru sangatlah penting. Partai ini dikenal sebagai partai gerakan yang aktif melakukan kaderisasi, penggalangan massa dan kerap berjuang dengan metode ekstraparlementer. Partai ini kemudian mencoba mengikuti pemilu 2024 dengan kendaraan partai baru yaitu Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA). Misi dan Pokok PerjuanganTujuan PRD[2] yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur tanpa penindasan manusia atas manusia dan penindasan bangsa atas bangsa. Adapun pokok-pokok perjuangan PRD yaitu:
SejarahPartai ini sebelumnya bernama Persatuan Rakyat Demokratik, di mana kemudian mengalami perpecahan. Organisasi ini menyatakan diri sebagai partai pada bulan April 1996 dengan diprakarsai oleh sejumlah intelektual muda, termasuk ketua pertamanya, Budiman Sudjatmiko. Banyak dari anggotanya adalah intelektual dan aktivis muda, khususnya mahasiswa. Sebelum terjadinya Peristiwa 27 Juli 1996, di mana PRD dikambinghitamkan[3][1] sebagai dalangnya, Partai ini mendapat dukungan utama dari salah satu organisasi onderbouwnya, yakni Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID). Persatuan Rakyat Demokratik adalah organisasi payung dari organisasi-organisasi massa lintas sektoral:
Organisasi payung ini kemudian mentransformasikan diri dari organisasi massa menjadi Partai Politik dengan nama Partai Rakyat Demokratik yang dideklarasikan pada tanggal 22 Juli 1996. Sejak awal pendirian, PRD sudah menunjukkan sikap oposisi terhadap pemerintahan otoriter Orde Baru. Manifesto 22 Juli 1996[4] yang dideklarasikan partai ini pada tanggal tersebut, adalah deklarasi yang secara tajam menyerang dan mengkritik kondisi politik dan kondisi sosial-ekonomi di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Kondisi politik yang dikritik adalah jauhnya model pemerintahan Orde Baru dari sistem yang demokratis. Sementara kondisi sosial-ekonomi yang dikritik adalah kesenjangan sosial akibat kebijakan berorientasi pertumbuhan, dengan melupakan pemerataan dan distribusi yang adil. Pokok-pokok penting dari Manifesto 22 Juli 1996, adalah:
Di samping itu, Manifesto PRD juga menyinggung-nyinggung masalah korupsi dan kolusi yang menjamur di birokrasi pemerintahan. Di usia awalnya ini pula, partai ini mulai membela dan mengadvokasi petani-petani pedesaan dalam membela hak atas tanah. Urusan ini, secara umum ditangani oleh Serikat Tani Nasional (STN). Sementara untuk urusan perburuhan melalui Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI). Mobilisasi massa untuk demonstrasi, yang saat Orde Baru dilarang, pun tak jarang terjadi. PRD menyelenggarakan berbagai demonstrasi baik yang sifatnya dalam lingkup lokal maupun dilakukan secara serentak di berbagai daerah, sektoral dan multi-sektoral. Kadang kala PRD dalam kegiatannya PRD juga bekerjasama dengan aktivis dari organisasi lain. Sejak 1997, karena popularitas PRD yang semakin meningkat, dan juga kondisi sosial-ekonomi serta politik yang mulai tidak stabil, pemerintah Orde Baru mulai melakukan penindasan terhadap berbagai gerakan politis yang dianggap subversif, apalagi yang dianggap kiri, dan komunis, termasuk salah satu korbannya adalah PRD. Reaksi pemerintah Orde BaruSetelah Peristiwa 27 Juli 1996, pimpinan-pimpinan utama PRD ditangkap[5] dan dipenjarakan. Anggota PRD dan pihak-pihak yang dianggap memiliki kaitan dengan PRD menerima teror dan tekanan. Tak sedikit dari mereka yang ditahan tanpa alasan yang jelas di markas lembaga ekstrayudisial, Bakorstanasda (Badan Koordinasi Stabilitas Nasional Daerah). Menjelang runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, 1 orang anggotanya terbunuh, beberapa mengalami penculikan[6] dan hingga sekarang, sebagian diantaranya, termasuk penyair Wiji Thukul, tidak diketahui nasibnya (menjadi bagian dari sekian banyak "Orang Hilang"). Di samping mengadvokasi dan mengorganisasi petani dan buruh, salah satu tindakan PRD yang membuat pemerintah semakin kebakaran jenggot adalah pernyataan dukungan PRD atas hak menentukan nasib sendiri (self determination) di Timor Timur. Budiman Sudjatmiko sendiri sempat berada dalam satu penjara di LP. Cipinang dengan Xanana Gusmao, pemimpin gerakan pro-kemerdekaan CNRM (Conselho Nacional de Resistência Maubere) Timor Timur yang kelak menjadi Timor Leste atau Timor Lorosa'e. Peran PRD dalam reformasiPada akhir 1997 dan awal 1998, peran PRD dalam gelombang Reformasi Indonesia dan dalam menumbangkan rezim Soeharto juga signifikan. Meski terpaksa berjuang secara bawah tanah, anggotanya membentuk atau menggabungkan diri dalam berbagai komite rakyat dan mahasiswa.[7] Di tengah krisis ekonomi, gelombang tuntutan demokrasi serta terjadinya Peristiwa Mei 1998, Presiden Suharto kemudian mundur dan menyerahkan tampuk pemerintahan kepada wakilnya B.J. Habibie. Pada pemilihan umum (pemilu) pertama masa Reformasi, PRD yang sebelumnya dinyatakan terlarang oleh Orde Baru, diakui dan turut serta menjadi peserta Pemilu 1999.[1][8] PRD menjadi organisasi peserta pemilu dengan pimpinan yang masih di penjara.[9] Meski ditinggal sebagian besar tokoh pendiri dan pimpinan awal,[10] hingga sekarang, PRD masih aktif dalam menggalang aksi protes dan demonstrasi mengkritik berbagai kebijakan yang dianggap neoliberal. PRD juga gencar mengkampanyekan kedaulatan nasional dan Gerakan Nasional Pasal 33 (GNP33)[11] UUD 1945. Saat ini, PRD dipimpin Agus 'Jabo' Priyono, anggota pendiri dan salah satu pemimpin utama PRD pasca tertangkapnya Budiman Sudjatmiko,cs pada tahun 1996. Rujukan
Pranala luar
|