IndulgensiDalam ajaran Gereja Katolik, indulgensi (bahasa Inggris: indulgence, bahasa Latin: indulgentia) adalah penghapusan hukuman atau siksa dosa sementara (temporal) karena dosa-dosa yang telah mendapat ampunan. Pada praktiknya indulgensi berhubungan erat dengan daya guna pengampunan dosa dari Sakramen Tobat. Menurut Katekismus Gereja Katolik, hanya umat beriman yang benar-benar siap menerimanya, sesuai persyaratan yang telah ditetapkan dengan jelas, yang dapat memperoleh indulgensi dengan bantuan Gereja.[1] Sebagaimana dijelaskan di atas, indulgensi bukan penghapusan atau pengampunan dosa, dan indulgensi tidak menghapuskan hukuman (siksa dosa) karena dosa yang belum mendapatkan pengampunan (lih. Elemen-elemen Sakramen Tobat). MaknaDalam pandangan Gereja Katolik, dosa mempunyai dua akibat: kesalahan (yaitu dosa itu sendiri), dan hukuman (siksaan) akibat dosa tersebut. Kesalahan dihapus jika dosa diampuni, tetapi hukuman atas dosa yang telah diampuni tetap ada. Frank Sheed , seorang pewarta dan penulis Katolik ternama dari Inggris, mengibaratkan dosa seperti paku yang dipakukan pada sepotong kayu (digambarkan sebagai jiwa seseorang). Saat seseorang mengakukan dosanya, dan Tuhan mengampuninya, adalah ibarat mencabut paku dari potongan kayu tersebut. Tetapi lubang bekas paku tetap ada dan harus diisi kembali. Dosa yang dilakukan seseorang telah meninggalkan bekas luka pada jiwanya, dan kerusakan tersebut perlu diperbaiki.[2] Dengan demikian, jika seseorang meninggal dalam keadaan rahmat (tidak dalam keadaan berdosa berat), tetapi masih menyimpan hukuman akibat dosa, maka hukuman tersebut perlu dijalani dalam proses pemurnian yang disebut purgatorium (api penyucian). Kitab Hukum Kanonik Kan. 992 menyatakan bahwa, melalui kewenangannya, Gereja sebagai pelayan keselamatan memberikan "indulgensi" yang adalah harta kekayaan pemulihan Kristus dan para kudus.[3] Harta kekayaan Gereja (treasury of merit) tersebut adalah kelimpahan jasa dan penebusan dosa yang dilakukan Yesus Kristus di kayu salib, ditambah dengan kebajikan dan doa yang dilakukan orang-orang kudus.[4] Kanon 994 menuliskan bahwa setiap orang dapat memperoleh indulgensi bagi dirinya sendiri, atau dapat juga mempersembahkannya bagi orang-orang tertentu yang telah meninggal dunia agar mereka dapat segera masuk dalam kebahagiaan abadi (Surga); tetapi indulgensi tidak dapat dipersembahkan bagi orang lain yang masih hidup di dunia ini.[3] Persyaratan umumDalam Kanon 996 tertulis syarat-syarat umum yang harus dipenuhi seluruhnya agar seseorang dapat memperoleh indulgensi:[3]
Suplemen Bagian Ketiga Summa Theologia (suplemen ini mungkin tidak ditulis oleh St. Thomas Aquinas sendiri) menyebutkan bahwa indulgensi tidak membebaskan seseorang dari kewajiban yang perlu ia lakukan sebagai konsekuensi dari dosanya; ia tetap harus melakukan laku tobat atau penitensi yang diberikan kepadanya agar ia dapat mengalami pemulihan atas luka jiwanya melalui penyilihannya.[5] Seseorang yang telah mencuri wajib sedapat mungkin mengembalikan apa yang dicurinya, seseorang yang telah menyakiti hati orang lain wajib mengusahakan diri meminta maaf kepada orang yang telah disakitinya, dan sebagainya. Macam indulgensi dan cara memperolehnyaBuku Panduan Indulgensi (Enchiridion Indulgentiarum) Edisi Keempat (1999) menyebutkan bahwa seseorang hanya dapat memperoleh indulgensi penuh sekali dalam sehari dan berlaku hanya pada hari di mana perbuatan dilakukan; terdapat pengecualian pada saat seseorang meninggal dunia—sekalipun ia telah memperoleh "indulgensi penuh" pada hari yang sama. Namun, "indulgensi sebagian" dapat diperoleh sesering mungkin.[4] Indulgensi sebagianMenurut Kanon 993, indulgensi sebagian (bahasa Inggris: partial indulgence) menghapuskan sebagian hukuman (siksa dosa) sementara akibat dosa-dosa yang telah diampuni.[3] Pada masa silam, indulgensi sebagian diberikan dengan ukuran "hari", "bulan", atau "tahun" seiring dengan pertobatan seseorang yang sebanding dengan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penyilihan berat. Pada 1 Januari 1967, Paus Paulus VI menghapuskan perhitungan berdasarkan ukuran waktu tersebut dengan dikeluarkannya Konstitusi Apostolik Indulgentiarum Doctrina. Selain itu, sang paus juga menegaskan bahwa seseorang yang dengan hati penuh penyesalan melakukan perbuatan untuk memperoleh indulgensi sebagian, karena bantuan Gereja, telah menerima penghapusan (setidaknya sebagian) siksa dosa sementara sebanyak perbuatan yang dilakukannya—dan ia telah merasakannya.[6] Cara umum untuk memperolehnyaDalam Buku Panduan Indulgensi Edisi Keempat (1999) tertulis 4 cara umum (concessiones) untuk memperoleh indulgensi sebagian.[4] Empat cara yang dimaksud merupakan hal-hal umum yang seharusnya dapat dilakukan umat dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga umat yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh indulgensi sebagian dengan melakukan salah satu dari keempat cara yang disebutkan:
Cara-cara lainSelain empat cara umum yang dianjurkan sebelumnya, Buku Panduan Indulgensi juga menuliskan banyak cara lain agar seorang umat dapat memperoleh indulgensi sebagian; sebagian di antara cara-cara tersebut berupa doa. Beberapa cara tersebut misalnya:[4]
Indulgensi penuhIndulgensi penuh atau indulgensi seluruhnya (bahasa Inggris: plenary indulgence) menghapuskan seluruh hukuman (siksa dosa) sementara yang timbul karena dosa-dosanya yang telah diampuni.[7] Jika seorang umat menerima indulgensi penuh dan tiba-tiba meninggal dunia segera sesudahnya, maka ia diyakini tidak perlu menjalani pemurnian dalam purgatorium. Persyaratan khususAda empat syarat yang harus dipenuhi seluruhnya agar seseorang dapat memperoleh indulgensi penuh melalui suatu perbuatan:[4]
Satu kali pengakuan sakramental cukup untuk memperoleh beberapa kali indulgensi penuh, tetapi menerima Komuni Kudus dan berdoa untuk intensi Sri Paus harus dilakukan untuk memperoleh indulgensi penuh pada hari yang bersangkutan. Seandainya salah satu syarat tidak terpenuhi, maka indulgensi yang diperoleh adalah indulgensi sebagian. Bagaimanapun, terdapat pengecualian bagi umat yang tinggal di tempat yang sangat sulit untuk menerima Sakramen Tobat ataupun Komuni Kudus. Ordinaris setempat (biasanya uskup) dapat memberikan izin agar mereka memperoleh indulgensi penuh—walaupun tanpa menyambut Komuni Kudus ataupun Sakramen Tobat—asalkan mereka sungguh menyesali dosa-dosanya dan mempunyai niat untuk secepatnya menerima sakramen-sakramen yang disyaratkan.[4] Perbuatan untuk memperolehnyaSetelah keempat syarat di atas terpenuhi, seseorang akan memperoleh indulgensi penuh jika melakukan suatu perbuatan yang telah ditetapkan (baik yang tertulis dalam Buku Panduan Indulgensi, ataupun yang diumumkan oleh Bapa Suci, untuk dilakukan dalam kesempatan tertentu); misalnya: menerima berkat Urbi et Orbi (sekalipun melalui siaran radio ataupun televisi), mengikuti retret setidaknya 3 hari penuh, mengikuti misa santo pelindung parokinya, memiliki niat teguh setiap hari untuk mencapai tujuan religius tertentu (contoh: panggilan imamat, karya pastoral kepada kaum miskin dan lemah, pembinaan iman kaum muda) termasuk menghadiri perayaannya dengan kesalehan, dan lain-lain. Dalam Buku Panduan Indulgensi juga dituliskan mengenai perbuatan-perbuatan yang layak mendapat perhatian khusus, yang melaluinya umat Katolik dapat memperoleh indulgensi penuh setiap hari, yaitu dengan melakukan salah satu perbuatan berikut:[4]
Seandainya salah satu syarat tidak terpenuhi, atau syarat minimumnya tidak terpenuhi, maka akan memperoleh indulgensi sebagian. Indulgensi bagi yang telah meninggalDengan tetap memperhatikan persyaratan umum maupun persyaratan khusus (untuk indulgensi penuh) yang telah disebutkan di atas, umat yang masih hidup di dunia ini dapat mempersembahkan indulgensi bagi mereka yang telah meninggal dunia. Yang dapat menerima indulgensi adalah jiwa-jiwa yang dalam keadaan pemurnian (purgatorium), sementara jiwa-jiwa yang berada dalam hukuman abadi (Neraka) tidak dapat menerimanya. (Conc. 29)[4] Indulgensi sebagian dapat diterima oleh mereka yang telah meninggal jika umat yang memenuhi syarat melakukan salah satu hal berikut:
Indulgensi penuh dapat diterima oleh mereka yang telah meninggal jika umat yang memenuhi syarat melakukan salah satu hal berikut:
Indulgensi saat Minggu Kerahiman IlahiSehubungan dengan devosi Kerahiman Ilahi, Penitensiaria Apostolik pada 29 Juni 2002 mengeluarkan dekret yang menetapkan persyaratan bagi umat agar dapat memperoleh indulgensi saat Minggu Kerahiman Ilahi (hari Minggu sesudah Paskah, atau Minggu II Paskah). Sri Paus memberikan indulgensi pada hari Minggu istimewa ini dengan maksud agar semua umat yang layak menerimanya dapat merasakan kelimpahan besar karunia penghiburan Roh Kudus. Dengan demikian, mereka yang memperolehnya dapat bertumbuh cintanya kepada Tuhan dan sesamanya, dan karena mereka telah menerima pengampunan Tuhan, sebagai timbal baliknya (seharusnya) mereka juga terdorong untuk mengampuni orang-orang yang bersalah kepada mereka.[8] Dengan tetap memperhatikan persyaratan umum maupun persyaratan khusus (untuk indulgensi penuh) yang telah disebutkan di atas, setiap umat berkesempatan untuk memperoleh baik indulgensi penuh maupun indulgensi sebagian jika melakukan salah satu perbuatan yang ditentukan.[8] Indulgensi sebagian diberikan kepada umat yang memenuhi syarat, yang setidaknya dengan hati penuh penyesalan karena dosa-dosanya, berdoa kepada Tuhan Yesus yang berbelas kasih dengan rumusan doa resmi; misalnya: "Yesus, Engkau andalanku", "Yesus, Raja Kerahiman Ilahi, Engkaulah andalanku".[8] Indulgensi penuh dapat diterima oleh umat yang memenuhi syarat, yang melakukan salah satu perbuatan berikut:[8]
Bagi umat yang berhalangan untuk pergi ke gereja (misalnya: mereka yang mengalami sakit serius dan yang merawatnya, pelaut yang sedang menjalankan pekerjaannya di tengah lautan, mereka yang terpaksa mengungsi karena situasi perang atau politik ataupun lainnya) dapat memperoleh indulgensi penuh jika memenuhi semua kondisi berikut:[8]
Seandainya kondisi yang ke-3 di atas tidak memungkinkan untuk dipenuhi oleh umat yang berhalangan, indulgensi penuh tetap dapat diperoleh asalkan ia:[8]
PenyalahgunaanPada abad ke-16, ketika Paus Leo X memulai proyek pembangunan kembali Basilika Santo Petrus di Roma, Gereja membutuhkan dana yang besar. Dikatakan bahwa Paus Leo X mengutus Johann Tetzel untuk 'memasarkan' surat indulgensi kepada umat, agar mereka menyumbang dana untuk pembangunan basilika. Tetzel sangat berhasil dalam hal ini, namun Martin Luther keberatan dengan kata-katanya: "Begitu mata uang bergemerincing di dalam kotak, jiwa yang sedang menanti di purgatorium pun akan terlepas".[9] Luther memandang praktik penjualan indulgensi ini sebagai penyelewengan yang dapat menyesatkan umat, karena umat dianggap akan mengandalkan indulgensi itu saja dan mengabaikan pengakuan dosa serta pertobatan sejati. Sebagai akibatnya, pada 31 Oktober 1517, Luther memublikasikan 95 Tesis, salah satunya mengkritik praktik penjualan indulgensi tersebut, sehingga memicu terjadinya Reformasi Protestan.[9] Beberapa puluh tahun kemudian Konsili Trente meluruskan dan mengatur hal-hal terkait indulgensi, yang sebelumnya telah menimbulkan kontroversi dalam Gereja Katolik. Puncaknya, pada tahun 1567, Paus Pius V membatalkan semua pemberian indulgensi yang melibatkan segala bentuk biaya ataupun transaksi keuangan.[10][11] Pada 6 Juli 1669, Paus Klemens IX mendirikan Kongregasi Indulgensi dan Relikui untuk menangani hal-hal terkait indulgensi.[butuh rujukan] Saat ini segala hal terkait indulgensi ditangani oleh Penitensiaria Apostolik—yang menerbitkan Buku Panduan Indulgensi (Enchiridion Indulgentiarum). Lihat pulaReferensi
Bacaan lanjutan
Penalaran luarLihat entri indulgence atau :en:indulgence di kamus bebas Wiktionary. Wikimedia Commons memiliki media mengenai Indulgences. Sejumlah orang berpandangan bahwa dulu sekitar abad 15-16 terjadi jual beli surat indulgensi agar memperoleh pengampunan Dosa, sehingha Martin Luther memprotesnya. Namun pandangan ini tidak benar, justru karena dari definisinya saja tidak cocok, Sebab indulgensi tidak diberikan agar dosa-dosa diampuni, tetapi sebaliknya, dosa-dosa itu harus diakui tetlebih dahulu dalam sakramen pengakuan dosa dan baru ketika dosa-dosa itu diampuni, orang yang bersangkutan dapat memperoleh indulgensi, jika syarat-syarat lainnya dipenuhi. Memang pada saat gereja sedang membangub Basilika Santo Petrus harus diakui, mungkin saja ada penyimpangan dalam penerapan ajaran indulgensi, tetapi ini tidak menghapus kebenaran bahwa gereja mempunyai kuasa untuk memberikan indulgensi. Jika kita membaca catatan sejarah, mungkin ini yange terjadi. Paus Leo X (1513-1521), memberikan indulgensi kepada orang-orang yang memberikan sumbangan untuk pembangunan Basilika Santo Petrus, namun pertama-tama bukan karena memberikan uang, melainkan karena mereka melakukan perbuatan amal kasih, yaitu mendukung seluruh jemaat agar memiliki rumah ibadah untuk menyembah dan memuliakan Tuhan. Namun untuk memenuhi indulgensi tersebut seseorang juga harus memenuhi syarat lainnya, contohnya seperti pengakuan dosa dalam sakramen tobat, menerima komuni, mendaraskan doa tertentu, berpuasa/matiraga dan memberi sedekah, yang semuanya harus dilakukan dengan sikap hati yang benar. Seorang pengkotbah Dominikan bernama Johann Tatzel diutus berkotbah ke Juterbog Jerman. Mengambil tema "Amal/derma yang selalu menjadi salah satu ungkapan perbuatan kasih" (Mat 6:2). Dan ini diakitkan dengan indulgensi. Dan sayangnya Tatzel membuat sebuah pantun yang memang dapat disalah artikan seperti ini "Begitu terdengar bunyi emas dikotak, bangkitlah jiwa menuju surga" maka kesannya seolah-olah oramg didorong untuk menyumbang supaya bisa masuk surga. Padahal jika kita membaca ajaran tentang indulgensi terlihat bahwa yang dihapuskan dengan indulgensi itu adalah siksa dosa temporal dari dosa-dosa yang sudah diampuni (melalui sakramen pengakuan dosa) dan bukan untuk dosa yang belum diakui dan karenanya, belum diampuni, apalagi membebaskan seseoramg dari siksa dosa dari siksa dora yang belum dilakukan. Atau jika doa ditunjukkan bagi jiwa yang sudah meninggal, tetaplah pada akhirnya Tuhanlah yang memutuskan apakah jiwa tersebut sudah siap untuk beralih ke surga atau belum, dan bukan atas jasa orang yang memasukkan sumbangan kedalam kotak. Sebab yang berkuasa mengampuni dosa dan membawa jiwa-jiwa kesurga tetaplah Kristus. Hanya Tuhan lah yang mengetahui apakah syarat memperoleh indulgensi penuh itu sungguh-sungguh terpenuhi. Sebab indulgensi penuh yang menyebabkan jiwa-jiwa dipurgatorium dapat dibawa kesurga, mensyaratkan bahwa orang yang mendoakannya tidak mempunyai keterikatan terhadap dosa apapun. Maka kita tidak akan tau persis apakah kita dapat memperoleh indulgensi Penuh hanya Tuhanlah yang mengetahuinya. Jadi perbuatan apapun yang kita lakukan tidak dapat menggantikan peran Kristus untuk memyelamatkan seseorang. Doktrin indulgensi berkaitan dengan samkramen pengakuan Dosa, api penyucian. Dan mendoakan jiwa-jiwa umay beriman yang sudah meninggal. Doktrin-doktrin ini kemudian ditolak oleh gereja-gereja Protestan. Telah disebutkan, kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan ajaran indulgensi diabad 15-16 itu. Inilah yang mengundang protes Martin Luther dalam 95 thesis yang diletakkan dipintu gereja tersebut tak lama setelah Tetzel datang, di thesis no 27 Luther memprotes pantun Tetzel, dan thesis no 50 dan 86 memprotes pembangunan basilika Santo Petrus. Namun Luther sendiri sebenarnya tidak menolak prinsip pengajaran tentang indulgensi, ia hanya menentang penerapannya. Thesis no 49 membuktikan hal ini dimana Luther mengatakan bahwa indulgensi sebenarnya "berguna". Kemungkinan karena adanya risiko penyimpangan sehubungan dengan pelaksanaan ajaran tentang indulgensi yang melibatkan sumbangan dana kepada Gereja, maka dalam konsili Trente (1545-1563), Paus Pius V membatalkan segala peraturan indulgensi yang melibatkan transaksi keuangan. Maka sampai sekarang sumbangan kepada Gereja tidak termasuk dalam perbuatan yang disyaratkan untuk memperoleh indulgensi. Namun demikian hal tersebut tidak mengubah fakta bahwa gereja tetap mempunyai kuasa untuk melepaskan umay dari siksa dosa temporal akibat dari dosa-dosa yang sudah diakui dalam sakramen Pengakuan Dosa. Jadi indulgensi tidak pernah diperjual belikan/ "for sale" seperti yang dituduhkan. Meskipun indulgensi abad ke-16 itu dapat diperoleh dengan menyumbang, namun hayi yang bertobat, mengakundosa dalam sakramen Pengakuan Dosa, dan segala persyaratan religius lainnya harus ditepati agar indulgensi tersebut dapat diberikan. Jadi bukan semacam membeli surat dan setelah itu dosa diampuni. Indulgensi bukan untuk menggantikan peran Sakramen Pengakuan Dosa. Indulgensi berkaitan dengan penghapusan siksa dosa sementata untuk dosa-dosa yang sudah diampuni, yang dapat dimohonkan untuk diri kita sendiri maupun untuk jiwa-jiwa orang-orang yang sudah meninggal yang kita doakan. (sumber :Martin Luther, Disputation of Doctor Martin Luther on the Power and Efficacy of Indulgences, 1517, Project Wittenberg, 2 July 2008)
|