Kitab Suci Katolik
Kitab Suci Katolik atau Alkitab Katolik adalah Alkitab yang memuat keseluruhan 73 kitab kanonik, termasuk kitab-kitab Deuterokanonika, yang diakui oleh[siapa?] Daftar kitabKitab Suci Katolik terdiri dari 46 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru. Urutan tersebut sesuai dengan Katekismus Gereja Katolik no. 120.[1] Perjanjian Lama
Kitab Tobit, Yudit, 1 dan 2 Makabe, Kebijaksanaan, Sirakh, Barukh (termasuk Surat Yeremia), Tambahan Ester, dan Tambahan Daniel termasuk kitab-kitab Deuterokanonika, sementara kitab-kitab selain itu disebut kitab-kitab Protokanonika. Perjanjian Baru
Prinsip penerjemahanTanpa mengurangi kewibawaan teks-teks Kitab Suci dalam bahasa aslinya, Konsili Trente mendeklarasikan Vulgata sebagai terjemahan resmi Alkitab untuk Gereja Latin; tanpa melarang pembuatan terjemahan langsung dari bahasa-bahasa aslinya.[2][3] Sebelum pertengahan abad ke-20, terjemahan Katolik sering kali dilakukan dari teks tersebut dibandingkan dari bahasa-bahasa aslinya. Karenanya Ronald Knox, penulis dari apa yang disebut Knox Bible, mengatakan: "Ketika saya berbicara tentang menerjemahkan Kitab Suci, maksud saya adalah menerjemahkan Vulgata."[4] Saat ini versi Kitab Suci yang digunakan dalam dokumen-dokumen resmi bahasa Latin adalah Nova Vulgata, sebuah revisi dari Vulgata yang di antara berbagai perubahan lain membuatnya lebih sesuai dengan naskah-naskah dalam bahasa asli. Hal ini tidak berarti mempertahankan bahasa aslinya pada setiap edisi apapun. Dengan demikian, dalam menerjemahkan Alkitab Ibrani, fakta dari naskah Qumran dan versi-versi kuno dalam bahasa Yunani, Aramaik, Suriah terkadang digunakan untuk menyesuaikan Teks Masoret. Tujuannya adalah mengupayakan sedekat mungkin dengan apa yang "telah dituliskan oleh para penulis yang terilhami itu sendiri, yang lebih memiliki kewibawaan dan bobot jauh lebih besar dibandingkan dengan terjemahan apapun — bahkan yang paling terbaik — entah terjemahan kuno atau modern."[5] Prinsip-prinsip yang diuraikan dalam ensiklik Paus Pius XII Divino afflante Spiritu mengenai eksegesis atau interpretasi, sebagaimana tampak pada komentar-komentar di Alkitab, berlaku juga untuk persiapan sebuah terjemahan. Ini mencakup kebutuhan untuk mengakrabkan dengan bahasa-bahasa aslinya dan bahasa-bahasa serumpun lainnya, kajian tentang berbagai kodeks kuno dan bahkan fragmen papirus dari teks tersebut dan aplikasinya atas kritik tekstual, "untuk memastikan bahwa teks suci tersebut dikembalikan ke makna aslinya sesempurna mungkin, dimurnikan dari penyimpangan akibat kecerobohan para penyalin dan dibebaskan - sejauh mungkin dilakukan - dari keterangan dan kelalaian, dari pertukaran dan pengulangan kata-kata dan dari segala jenis kesalahan lainnya yang biasa dilakukan bertahap sedikit demi sedikit menjadi tulisan-tulisan yang diturunkan selama berabad-abad."[6] Hukum kanonDalam hal ini, sebuah "Kitab Suci Katolik" adalah sebuah Kitab Suci yang diterbitkan sesuai dengan syarat-syarat yang tercantum dalam Kitab Hukum Kanonik (Kan.) 825:[7]
Versi bahasa InggrisBerikut ini adalah daftar Kitab Suci versi bahasa Inggris yang sesuai dengan deskripsi di atas:
Sebagai tambahan atas daftar Alkitab Katolik versi Inggris di atas, yang seluruhnya telah memperoleh imprimatur dari seorang uskup Katolik atau Konferensi Uskup, para penulis Catholic Public Domain Version[11] tahun 2009 dan terjemahan tahun 1913 dari Septuaginta oleh Pastor Yesuit Nicholas King[12] menyebutnya juga sebagai Alkitab-Alkitab Katolik. Kedua versi ini belum memperoleh imprimatur, namun memasukkan semua 73 kitab kanonik Katolik. Versi bahasa IndonesiaSatu-satunya Kitab Suci terjemahan bahasa Indonesia yang digunakan secara resmi dalam Gereja Katolik di Indonesia adalah Alkitab Deuterokanonika yang diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), dengan hak cipta LAI tahun 1974 dan hak cipta Lembaga Biblika Indonesia (LBI) tahun 1976.[13] Alkitab Deuterokanonika memuat kitab-kitab PL dan PB versi Terjemahan Baru, ditambah dengan kitab-kitab Deuterokanonika (tidak terintegrasi dalam PL namun diletakkan di antara PL dan PB Alkitab TB). Pada tahun 2002 mulai beredar "Kitab Suci Komunitas Kristiani – Edisi Pastoral Katolik" (KSKK) yang dicetak oleh Penerbit OBOR, dan merupakan terjemahan Christian Community Bible (CCB) ke dalam bahasa Indonesia.[13] KSKK mencantumkan nihil obstat (oleh Mgr.Henrikus Pidyarto, O.Carm.) dan imprimatur (oleh Mgr. Benyamin Yosef Bria).[14] LBI menganjurkan terjemahan Alkitab ini sebagai bahan perbandingan untuk Alkitab TB Deuterokanonika, namun, "Kitab Suci resmi adalah TB yang ekumenis, sedang KSKK bukan yang resmi."[13] KSKK menggunakan urutan PL (termasuk Deuterokanonika) yang berbeda dengan urutan Kitab Suci Katolik pada umumnya (termasuk Vulgata),[15] sama seperti CCB yang menjadi dasar penerjemahannya.[16] Selain itu dikatakan bahwa KSKK memuat lebih dari 2.000 kata "Yahweh",[17] sehingga — merujuk pada instruksi Kongregasi Ibadah Ilahi dan Tata-tertib Sakramen — KSKK tidak dapat dipergunakan dalam liturgi.[10] Perbedaan dengan leksionarium KatolikLeksionarium (bacaan harian Alkitab) untuk penggunaan dalam liturgi agak berbeda teksnya dengan versi Alkitab yang menjadi dasarnya. Banyak liturgi, termasuk Ritus Roma, yang menghilangkan beberapa ayat dalam bacaan Alkitab yang digunakannya.[18] Hal ini terkadang memerlukan perubahan tata bahasa atau identifikasi seorang atau beberapa individu yang dimaksud pada ayat sisanya dengan sebuah kata ganti, seperti "ia" atau "mereka". Perbedaan lainnya menyangkut penggunaan Nama Tuhan. Penyebutan "Yahweh" terlihat pada beberapa terjemahan Alkitab seperti Jerusalem Bible (1966) di seluruh kitab Perjanjian Lama. Tradisi Kekristenan dan Yahudi sejak dahulu menganggap bahwa nama-nama ini tidak untuk diucapkan dalam ibadat ataupun dicetak dalam teks liturgi demi penghormatan kepada-Nya.[10][19] Dalam sebuah suratnya, Kongregasi Ibadah Ilahi dan Tata-tertib Sakramen secara eksplisit melarang penggunaan Nama Ilahi dalam teks-teks ibadat, yang menyatakan: "Untuk terjemahan teks Alkitab dalam bahasa modern, yang ditujukan untuk menggunaan liturgi Gereja, apa yang sudah ditentukan oleh Instruksi Liturgiam authenticam n. 41 adalah untuk diikuti; yakni tetragrammaton ilahi harus diubah dengan yang setara seperti Adonai/Kyrios; Lord (Tuhan), Signore, Seigneur, Herr, Señor, dan lainnya." Akibatnya, berbagai Alkitab yang digunakan umat Katolik berbahasa Inggris untuk studi dan devosi pada umumnya tidak sesuai dengan teks liturgi yang dibacakan saat Misa, walau berdasar pada terjemahan yang sama. Saat ini, para penerbit dan penerjemah sama-sama melakukan upaya baru agar lebih tepat lagi menyelaraskan teks Leksionarium dengan berbagai terjemahan Alkitab Katolik yang telah disetujui. Saat ini tercatat ada satu leksionarium yang sama persis dengan sebuah cetakan terjemahan Kitab Suci Katolik, yaitu: leksionarium Ignatius Press yang dibuat berdasarkan RSV-2CE yang disetujui untuk penggunaan dalam liturgi di kepulauan Antillen[20] dan oleh mantan umat Anglikan di ordinariat personal.[21] Pada tahun 2007 Catholic Truth Society menerbitkan "CTS New Catholic Bible" yang merupakan revisi naskah asli Jerusalem Bible tahun 1966 untuk menyesuaikan penggunaannya dalam leksionarium di seluruh negara berbahasa Inggris, selaras dengan arahan Kongregasi Ibadah Ilahi dan Tata-tertib Sakramen[10][19] dan Komisi Kitab Suci Kepausan.[22] Di dalamnya, kata "Yahweh" telah digantikan dengan "the LORD" (TUHAN) pada seluruh kitab Perjanjian Lama, dan Kitab Mazmur diganti seluruhnya dengan Grail Psalms tahun 1963. Pada tahun 2012, Konferensi Uskup Katolik Amerika Serikat (USCCB) "mengumumkan suatu rencana untuk merevisi Perjanjian Baru dari NABRE sehingga sebuah versi tunggal dapat digunakan untuk liturgi, katekese, dan doa pribadi" di Amerika Serikat.[23] Setelah menyusun suatu rencana dan anggaran untuk proyek revisi tersebut, pekerjaan dimulai tahun 2013 dengan pembentukan dewan redaksi yang terdiri dari 5 orang dari Catholic Biblical Association (CBA). Pekerjaan revisi tersebut masih terus berlangsung, dan setelah mendapat persetujuan yang dibutuhkan dari para uskup dan Vatikan, diharapkan selesai sekitar tahun 2025.[24] Perbedaan dengan Alkitab Kristen lainnyaKitab Suci yang digunakan umat Katolik berbeda jumlah dan urutan kitab-kitabnya dengan yang biasa digunakan umat Protestan, karena Kitab Suci Katolik tetap tidak berubah paska Reformasi Protestan dan tetap mempertahankan tujuh kitab yang ditolak secara khusus oleh Martin Luther. Kanon teks-teks Perjanjian Lama pada Kitab Suci Katolik agak lebih panjang dibandingkan dengan terjemahan yang digunakan kalangan Protestan, yang umumnya didasarkan secara khusus pada Teks Masoret berbahasa Aram dan Ibrani yang lebih pendek. Di sisi lain, kanon Katolik, yang tidak menerima semua kitab yang termasuk dalam Septuaginta,[25] lebih pendek dibandingkan dengan kanon beberapa Gereja Ortodoks Timur dan Ortodoks Oriental, yang mengakui kitab-kitab lainnya sebagai Kitab Suci. Gereja Ortodoks Yunani umumnya menganggap Mazmur 151 sebagai bagian dari Kitab Mazmur dan menerima kitab-kitab Makabe yang berjumlah 4, namun biasanya menempatkan 4 Makabe dalam sebuah lampiran, bersama dengan Doa Manasye.[26] Ada beberapa perbedaan penamaan beberapa kitab dibandingkan dengan penggunaan dalam Gereja Barat (misalnya Esdras). Ortodoks Yunani umumnya menganggap Septuaginta terinspirasi secara Illahi, tak kurang dari teks Ibrani kitab-kitab Perjanjian Lama. Kitab Suci dari Gereja-Gereja Tewahedo berbeda dengan Kitab Suci Barat dan Ortodoks Yunani dalam hal urutan, penamaan, dan pembagian bab/ayat atas beberapa kitabnya. Kanon yang "lebih sempit" dari Alkitab kalangan Ethiopia tersebut mencakup 81 kitab sekaligus: 27 kitab Perjanjian Baru; kitab Perjanjian Lama dari Septuaginta dan yang diterima oleh Ortodoks Timur (lebih banyak dari Deuterokanonika Katolik); dengan tambahan Henokh, Yobel, 1 Esdras, 2 Esdras, Paralipomena Barukh dan 3 kitab Makabian (kitab-kitab Makabe Ethiopia ini sama sekali berbeda isinya dibandingkan dengan 4 Kitab Makabe Ortodoks Timur). Sebuah kanon Perjanjian Baru Ethiopia yang "lebih luas" mencakup 4 kitab "Sinodos" (praktik menggereja), 2 "Kitab Kovenan", "Klemens Ethiopia", dan "Didaskalia Ethiopia" (Ordinansi-Gereja Apostolik). Kanon yang "lebih luas" ini terkadang dikatakan memasukkan juga dalam Perjanjian Lama-nya sebuah kisah sejarah Yahudi dalam 8 bagian yang berdasarkan pada tulisan Flavius Yosefus, dan dikenal sebagai "Pseudo-Yosefus" atau "Joseph ben Gurion" (Yosēf walda Koryon).[27][28] Lihat pula
Referensi
|