Pengakuan dosa
Pengakuan dosa, sering disingkat pengakuan (bahasa Inggris: confession), di dalam banyak agama, merupakan pernyataan dari seseorang dalam rupa pengakuan atas kesalahan atau dosa (keberdosaan) yang telah dilakukannya. BuddhismeSejak awal lahirnya, Buddhisme utamanya merupakan tradisi penyangkalan diri dan monastisisme. Dalam kerangka monastik (disebut Vinaya) sangha, pengakuan kesalahan secara rutin kepada superior (tetua; bahasa Pali: Thera) merupakan kewajiban. Dalam sutra-sutra Kanon Pāli, para biksu mengakukan kesalahan mereka kepada Sang Buddha sendiri.[1] Bagian dari Kanon Pāli yang disebut Vinaya mensyaratkan para biksu untuk mengakukan dosa mereka masing-masing sebelum pertemuan dwimingguan untuk pembacaan Patimokkha. KekristenanKatolikDalam ajaran Katolik, Sakramen Tobat adalah metode Gereja yang dengannya umat dapat mengakukan dosa-dosa yang telah dilakukan setelah baptisan dan belum memperoleh absolusi dari seorang imam. Ritus Katolik ini biasanya dilakukan di dalam sebuah ruang atau bilik pengakuan, meski tidak diwajibkan demikian. Sakramen Tobat dikenal dengan banyak nama, termasuk pertobatan, rekonsiliasi, dan pengakuan (Katekismus Gereja Katolik, Bagian 1423-1442). Publikasi resmi Gereja biasanya menyebut sakramen ini sebagai "Sakramen Tobat", "Sakramen Tobat dan Perdamaian", atau "Sakramen Rekonsiliasi", namun banyak kalangan awam yang menggunakan istilah "Sakramen Pengakuan". Bagi Gereja Katolik, maksud dari sakramen ini adalah untuk memberikan penyembuhan bagi jiwa serta untuk mendapatkan kembali rahmat Allah, yang hilang karena dosa. Tindakan penyesalan sempurna, sekalipun di luar pengakuan sakramental, menghapuskan hukuman kekal akibat dosa berat, namun seorang Katolik diwajibkan untuk mengakukan dosa berat yang dilakukannya itu sesegera mungkin saat memungkinkan.[2] Dalam konteks teologis, imam bertindak in persona Christi dan menerima dari Gereja kuasa yurisdiksi atas peniten. Konsili Trente (Sesi Keempat Belas, Bab I) mengutip Yohanes 20:22-23 sebagi bukti biblis utama untuk ajaran mengenai sakramen ini, namun kalangan Katolik juga melihat Matius 9:2-8, 1 Korintus 11:27, dan Matius 16:17-20 sebagai dasar-dasar biblis untuk sakramen ini. Gereja Katolik mengajarkan bahwa pengakuan sakramental mensyaratkan tiga "tindakan" pada pihak peniten: penyesalan (dukacita jiwa karena dosa yang dilakukan), pengungkapan dosa ('pengakuan'), dan pemenuhan ('tobat' yaitu melakukan sesuatu untuk menyilih dosa).[3] Bentuk dasar pengakuan dosa tidak mengalami perubahan selama berabad-abad, kendati pada suatu waktu pengakuan dosa pernah dilakukan di depan publik.[4] Biasanya peniten mengawali pengakuan sakramental dengan mengatakan, "Berkatilah saya Romo/Pastor, karena saya telah berdosa. Pengakuan saya yang terakhir adalah ... waktu yang lalu." Peniten harus mengakukan dosa-dosa yang ia yakini sebagai dosa berat dan serius, baik jenisnya maupun jumlahnya,[5] agar dapat didamaikan dengan Allah dan Gereja. Peniten juga dapat mengakukan dosa ringan, yang sangat dianjurkan terutama jika peniten tidak memiliki dosa berat untuk diakukan. Menurut Katekismus, "meski tidak benar-benar diperlukan, pengakuan kesalahan sehari-hari (dosa-dosa ringan) tetap sangat dianjurkan oleh Gereja. Pengakuan dosa-dosa ringan secara teratur membantu kita membentuk hati nurani kita, melawan kecenderungan jahat, membiarkan diri kita sendiri disembuhkan oleh Kristus, dan memperoleh kemajuan hidup rohani. Dengan lebih sering menerima anugerah Belas Kasih Bapa melalui sakramen ini, kita terdorong untuk berbelas kasih sebagaimana Dia."[6] "Bila umat beriman Kristus berusaha untuk mengakukan semua dosa yang dapat mereka ingat, niscaya mereka menempatkan semuanya itu di hadapan belas kasih ilahi untuk diampuni."[7] Akibatnya, apabila pengakuannya dilakukan dengan baik, "sakramen tersebut valid" sekalipun sang peniten secara tidak sengaja lupa mengakukan beberapa dosa berat, namun dosa-dosa yang 'terlupakan' itu perlu ia akukan dalam pengakuan berikutnya.[8] Katolik Timur dan Ortodoks TimurSecara umum, umat Kristen Ortodoks dan Katolik Timur memilih seorang pribadi yang dipercaya sebagai pembimbing rohaninya. Dalam kebanyakan kasus, pribadi tersebut adalah imam paroki, namun mungkin juga seorang starets (tetua, seorang biarawan yang dikenal karena kemajuannya dalam hidup rohani) ataupun siapa saja yang telah mendapat izin dari seorang uskup untuk mendengarkan pengakuan.[diragukan ] Pribadi tersebut sering disebut sebagai "bapa rohani" atau "ibu rohani". Setelah dipilih, umat meminta nasihat seputar perkembangan rohaninya dan mengakukan dosa-dosanya kepada pembimbing rohaninya. Umat Kristen Ortodoks cenderung hanya melakukan pengakuan kepada pribadi ini, dan kedekatan yang tercipta karena ikatan ini menjadikan bimbingan rohani sangat berkualitas, sehingga tidak ada umat yang dapat mengesampingkan apa yang disampaikan oleh pembimbing rohaninya. Apa yang diakukan kepada pembimbing rohaninya dilindungi dengan meterai yang sama seperti dalam pengakuan yang didengarkan oleh seorang imam. Tidak hanya imam semata yang dapat mendengarkan pengakuan, tetapi hanya seorang imam tertahbis yang dapat memberikan absolusi.[butuh rujukan] Pengakuan tidak berlangsung dalam sebuah bilik pengakuan, tetapi umumnya di bagian utama bangunan gereja, biasanya di depan analogion yang terdapat di dekat ikonostasis. Pada analogion ditempatkan sebuah Buku Injil dan sebuah salib berkat. Pengakuan sering berlangsung di depan ikon Yesus Kristus. Kalangan Ortodoks memahami bahwa pengakuan tidak dilakukan kepada imam, tetapi kepada Kristus, dan imam hanya bertindak sebagai saksi dan pembimbing. Sebelum pengakuan, peniten menghormati Buku Injil dan salib, serta menempatkan ibu jari dan dua jari pertama tangan kanannya di kaki Kristus yang tergambar pada salib tersebut. Imam yang mendengarkan pengakuan sering kali membacakan peringatan untuk mengingatkan peniten agar melakukan pengakuan penuh, tidak menyimpan dosa apa pun.[butuh rujukan] Sama seperti pelayanan sakramen lainnya, pengakuan darurat dapat dilakukan di mana saja dalam kasus darurat dan mendesak. Karena alasan ini, khususnya dalam Gereja Ortodoks Rusia, salib pektoral yang dikenakan setiap saat oleh imam sering kali memiliki Ikon Kristus "Yang Tidak Dibuat dengan Tangan" yang tergores padanya sehingga ikon tersebut tersedia bagi peniten yang mengalami bahaya kematian atau bahaya yang mengancam jiwa di hadapan seorang imam tetapi jauh dari gereja.[butuh rujukan] Dalam praktik umum, setelah seseorang melakukan pengakuan kepada pembimbing rohaninya, imam paroki (yang mungkin mendengar ataupun tidak mendengarkan pengakuannya) menyelubungi kepalanya dengan Epitrakelion (Stola) dan mendasarkan Doa Absolusi, memohon kepada Allah untuk mengampuni pelanggarannya (terdapat perbedaan rumusan doa dalam penggunaan Yunani dan Slavia). Tidak jarang seorang umat mengakukan dosa-dosanya kepada pembimbing rohaninya secara rutin, tetapi hanya datang kepada imam yang mendaraskan doa tersebut sebelum menerima Komuni Kudus.[butuh rujukan] Dalam Gereja-Gereja Timur, kaum klerus sering kali melakukan pengakuan di sanctuarium. Uskup, imam, ataupun diakon akan melakukan pengakuan di Meja Kudus (Altar) tempat Buku Injil dan salib berkat biasanya ditempatkan. Mereka melakukan pengakuan dengan cara yang sama seperti umat awam, namun ketika imam mendengarkan pengakuan seorang uskup maka imam tersebut berlutut. Terdapat banyak praktik berbeda dalam hal seberapa sering umat Kristen Ortodoks perlu melakukan pengakuan. Beberapa patriarkat menyarankan agar pengakuan dilakukan setiap kali akan menerima Komuni Kudus, sementara lainnya menyarankan agar pengakuan dilakukan dalam masing-masing dari keempat periode puasa (Prapaskah Agung, Puasa Kelahiran, Puasa Para Rasul, dan Puasa Tertidurnya Maria), dan terdapat juga banyak variasi tambahan.[9] Banyak pastor yang mendorong praktik komuni dan pengakuan dosa rutin. Dalam beberapa biara di Gunung Athos, para rahib mengakukan dosa-dosa mereka setiap hari. Umat Kristen Timur juga mempraktikkan semacam pengakuan umum, yang disebut sebagai "Pengampunan Bersama". Ritusnya terdiri dari pertukaran pengakuan antara imam dan jemaat (atau, dalam biara-biara, antara superior dan rekan sepersaudaraan). Imam akan menelungkup di hadapan semuanya dan memohon pengampunan mereka atas dosa-dosa yang dilakukan dalam tindakan, perkataan, perbuatan, dan pikiran. Mereka yang hadir memohon kepada Allah agar mengampuninya, dan selanjutnya mereka semua turut menelungkup dan memohon pengampunan sang imam. Imam tersebut kemudian mengucapkan kata-kata berkat. Ritus Pengampunan Bersama tidak menggantikan Misteri Pengakuan dan Absolusi, namun bertujuan untuk memelihara cinta kasih Kristen serta suatu semangat penyesalan dan kerendahan hati. Pengakuan umum ini dipraktikkan di biara-biara saat ibadat pertama setelah bangun tidur (Salat Tengah Malam) dan ibadat terakhir sebelum beristirahat untuk tidur (Completorium). Orang-Orang Percaya Lama melakukan ritus tersebut secara teratur sebelum permulaan Liturgi Ilahi. Permohonan untuk pengampunan bersama yang paling dikenal dilakukan saat Vesper pada Minggu Pengampunan, dan tindakan ini menjadi penanda dimulainya Prapaskah Agung.[butuh rujukan] AnglikanDalam tradisi Anglikan, pengakuan dan absolusi biasanya merupakan suatu bagian integral dari ibadah bersama, terutama ketika kebaktian Ekaristi Kudus. Tata caranya memuat ajakan untuk bertobat oleh pastor, waktu doa hening yang memungkinkan umat untuk mengakukan dosa-dosa mereka di dalam hati, satu bentuk pengakuan umum yang diserukan bersama oleh semua yang hadir, dan pemakluman absolusi umum oleh pastor yang umumnya disertai dengan membuat tanda salib. Pengakuan pribadi atau personal juga dipraktikkan oleh kalangan Anglikan dan sangat umum di kalangan Anglo-Katolik. Tempat berlangsung pengakuan adalah di bilik pengakuan tradisional, yang merupakan praktik umum di antara penganut Anglo-Katolik, atau juga dalam suatu pertemuan pribadi dengan pastor. Seringkali pastor duduk di sanctuarium, tepat di dalam jalur penerimaan komuni, menghadap ke arah altar dan jauh dari peniten. Terkadang ia juga menggunakan layar portabel untuk memisahkan dirinya dengan peniten. Setelah pengakuan dosa dan penetapan penitensi, sang pastor memaklumkan absolusi. Meterai pengakuan, seperti halnya di kalangan Katolik Roma, merupakan hal mutlak dan setiap pastor pendengar pengakuan yang membocorkan informasi yang diungkapkan dalam pengakuan akan diturunkan dan dipecat dari jabatannya. Secara historis, praktik pengakuan pribadi merupakan hal yang sangat kontroversial di dalam Anglikanisme. Dahulu, ketika para pastor mulai mendengarkan pengakuan, mereka menanggapi kritik dengan menunjukkan fakta bahwa hal tersebut telah disetujui secara eksplisit dalam Perintah untuk Kunjungan Orang Sakit di dalam Buku Doa Umum, yang berisi arahan berikut ini:
Pengakuan pribadi diterima di dalam Anglikanisme arus utama pada paruh kedua abad ke-20; Buku Doa Umum tahun 1979 dari Gereja Episkopal di Amerika Serikat menyajikan dua tata caranya di dalam bagian "Rekonsiliasi Seorang Peniten". Pengakuan pribadi juga dibahas dalam hukum kanon Gereja Inggris, demi menjamin Meterai Pengakuan, yang mencantumkan hal berikut ini:
Tidak ada keharusan untuk melakukan pengakuan pribadi, tetapi terdapat pemahaman umum bahwa keinginan akan hal ini tergantung pada keadaan masing-masing individu. Satu pepatah Anglikan mengenai praktik ini menyebutkan: "Semua orang dapat; tidak ada orang yang harus; beberapa orang perlu".[11] ProtestanKebanyakan kalangan Protestan meyakini bahwa tidak perlu ada perantara selain Kristus dalam hubungan antara umat Kristen dengan Allah untuk dapat terbebas dari dosa-dosa. Banyak kalangan Protestan arus utama yang memasukkan pengakuan bersama di dalam ibadah reguler mereka. Sebagai contoh, Petunjuk Ibadah Gereja Presbiterian Amerika Serikat dalam rangka mengatur komponen-komponennya ataupun ibadah menyatakan: "Doa pengakuan akan realitas dosa dalam kehidupan pribadi dan bersama mengikuti. Dalam suatu pernyataan pengampunan, kabar baik diwartakan dan pengampunan dinyatakan dalam nama Yesus Kristus. Penebusan Allah dan tuntutan Allah atas kehidupan manusia dikenang."[12] Beberapa kalangan Protestan mengakukan dosa-dosa mereka dalam doa pribadi di hadapan Allah, meyakini bahwa hal ini mencukupi untuk mendapatkan pengampunan Allah. Bagaimanapun, pengakuan di hadapan orang lain sering kali dianjurkan dan diharuskan di dalam beberapa denominasi ketika melakukan suatu kesalahan terhadap orang lain sebagaimana juga terhadap Allah. Pengakuan lalu dilakukan kepada orang yang dirugikan dan juga kepada Allah, serta merupakan bagian dari proses rekonsiliasi. Dalam kasus dosa yang diperbuat mengakibatkan keterpisahan seseorang dari keanggotaan gereja karena tidak adanya pertobatan, pengakuan publik sering kali dijadikan suatu prasyarat untuk penerimaan kembali. Orang yang berdosa itu mengakukan pertobatannya kepada jemaat dan diterima kembali ke dalam persekutuan. Dalam kedua kasus tersebut pengakuan yang perlu dilakukan adalah untuk dosa-dosa terhadap Allah dan untuk dosa-dosa terhadap sesama manusia. LutheranJemaat Lutheran berbeda dengan banyak jemaat Protestan lainnya karena mereka mempraktikkan "pengakuan dan absolusi" (dalam dua tata cara). Mereka, sama seperti penganut Katolik Roma dan banyak penganut Anglikan, menggunakan Yakobus 5:16 dan Yohanes 20:22-23 sebagai bukti alkitabiah untuk melakukan pengakuan.[13] Tata cara pertama pengakuan dan absolusi dilakukan saat Ibadah Ilahi dengan segenap jemaat yang berhimpun (serupa dengan tradisi Anglikan). Pada saat itu, seluruh jemaat berhenti sejenak untuk melakukan pengakuan dalam keheningan, mendaraskan confiteor, dan menerima pengampunan Allah melalui pastor atau pendeta yang memimpin ketika ia mengatakan hal berikut (atau yang serupa): "Atas pengakuan saudara/i ini serta sebagai wakil dan berdasarkan perintah dari Tuhanku Yesus Kristus, saya mengampuni saudara/i dari semua dosa saudara/i dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus."[14] Tata cara pengakuan dan absolusi yang kedua dikenal sebagai "Absolusi Kudus", yang dilakukan secara pribadi di hadapan pendeta (biasanya hanya dilakukan berdasarkan permintaan). Pada saat ini umat yang melakukan pengakuan (juga dikenal dengan sebutan "peniten") mengakukan dosa-dosanya secara pribadi dan melakukan suatu tindakan penyesalan kemudian sang pendeta, bertindak in persona Christi, memaklumkan rumusan absolusi berikut ini (atau yang serupa): "Sebagai wakil dan berdasarkan perintah Tuhanku Yesus Kristus, saya mengampuni saudara/i dari semua dosa saudara/i dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus."[15] Pendeta Lutheran diikat oleh Meterai Pengakuan (serupa dengan tradisi Katolik Roma). Katekismus Kecil Luther menyebutkan: "pendeta berikrar untuk tidak memberitahukan kepada orang lain dosa-dosa yang diberitahukan kepadanya dalam pengakuan pribadi, karena dosa-dosa itu telah dihapuskan.[16] Pada abad ke-19 dan ke-20, tata cara pengakuan dan absolusi yang kedua tidak digunakan; sementara pada zaman sekarang praktik ini, antara lain, dianjurkan sebelum menerima Roti dan Anggur Perjamuan Kudus untuk pertama kali.[17] MetodisDalam Gereja Metodis, sama seperti dalam Komuni Anglikan, pertobatan didefinisikan oleh Artikel Agama sebagai salah satu dari "yang biasa disebut Sakramen tetapi tidak diperhitungkan sebagai Sakramen Injil", juga dikenal sebagai "lima sakramen yang lebih rendah".[18][19] John Wesley, pendiri Gereja Metodis, berpegang pada "validitas praktik Anglikan pada zamannya sebagaimana tercermin dalam Buku Doa Umum 1662",[20] menyatakan bahwa "Kita memperbolehkan pengakuan kepada orang-orang dalam banyak kasus penggunaan: publik, dalam kasus skandal publik; pribadi, untuk bimbingan rohani demi pelepasan beban dari hati nurani, dan sebagai bantuan untuk pertobatan."[21] Buku Ibadah Metodis Bersatu berisi ritus pengakuan dan absolusi pribadi dalam bagian "Layanan Penyembuhan II", yang di dalamnya pelayan mengucapkan kata-kata "Dalam nama Yesus Kristus, saudara/i diampuni".[note 1] Beberapa gereja Metodis telah secara rutin menjadwalkan pengakuan dan absolusi pribadi, sementara yang lain melayankannya berdasarkan permintaan.[22] Karena Metodisme berpandangan bahwa kuasa "mengikat dan melepaskan" adalah "milik semua orang yang telah dibaptis", pengakuan pribadi tidak harus dilakukan di hadapan pastor atau pendeta, dan karenanya pengakuan awam diizinkan, kendati hal ini bukan merupakan norma.[23] Saat menjelang ajal, banyak umat Metodis mengakukan dosa-dosa mereka dan menerima absolusi dari pendeta tertahbis, selain juga menerima pengurapan.[24] Dalam Metodisme, pelayan terikat oleh Meterai Pengakuan sebagaimana dinyatakan dalam Buku Disiplin: "Semua rohaniwan Gereja Metodis Bersatu dituntut untuk memelihara semua rahasia tanpa dilanggar, termasuk rahasia pengakuan"; pendengar pengakuan yang membocorkan informasi yang diungkapkan dalam pengakuan akan dicabut jabatannya berdasarkan hukum kanon.[25] Dalam tradisi Metodis, seperti halnya Lutheranisme, pengakuan bersama adalah praktik yang paling umum, dan liturgi Metodis mengandung "doa-doa pengakuan, kepastian dan pengampunan".[26] Pengakuan tradisional dalam Ibadah Hari Minggu, teks liturgis pertama yang digunakan oleh kalangan Metodis, berasal dari ibadah Doa Pagi dalam Buku Doa Umum.[26] Buku Ofisi dan Ibadah dari Ordo Santo Lukas, suatu ordo keagamaan Metodis, juga mengandung Ibadah Doa untuk Rekonsiliasi di samping Ritus Rekonsiliasi untuk Perseorangan.[27] Pengakuan dosa seseorang sangat penting dilakukan sebelum menerima Komuni Kudus; publikasi resmi Metodis Bersatu mengenai Perjamuan Kudus yang berjudul Misteri Kudus Ini menyatakan bahwa:
Banyak umat Metodis, seperti kebanyakan umat Protestan lainnya, secara teratur mempraktikkan pengakuan dosa mereka secara langsung kepada Allah, meyakini bahwa "Ketika kita mengaku, persekutuan kita dengan Bapa dipulihkan. Dia menawarkan pengampunan kebapaan-Nya. Dia membersihkan kita dari segala ketidakbenaran, sehingga menghapusan konsekuensi-konsekuensi dari dosa yang tidak diakukan sebelumnya. Kita kembali ke jalur untuk mewujudnyatakan rencana terbaik yang Dia miliki untuk hidup kita."[29] MormonGereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (Gereja OSZA, LDS Church) mengajarkan bahwa "pengakuan adalah keharusan yang diperlukan untuk pengampunan sepenuhnya".[30] Orang berdosa harus mengaku kepada Allah maupun kepada orang-orang yang ia rugikan dengan dosanya.[31] Pengakuan juga diperlukan untuk seorang pemimpin imamat yang berwenang seperti uskup, presiden cabang, presiden pasak, atau presiden misi. Kendati tidak ada daftar definitif dosa-dosa yang memerlukan pengakuan untuk dapat menjadi seorang pemimpin imamat,[32] "perzinaan, percabulan, penyimpangan dan pelanggaran seksual lainnya, serta dosa-dosa yang tingkat keseriusannya sebanding" termasuk yang harus diakukan,[30] sebagaimana juga penggunaan pornografi secara sengaja dan berulang kali.[33] Tergantung pada tingkat keseriusan dosa, pemimpin imamat dapat menyarankan orang berdosa untuk tunduk pada kewenangan suatu dewan disipliner, meski tanpa wewenang untuk mengampuni dosa karena hanya dapat diberikan dari Allah.[30][31] Pengakuan di hadapan pemimpin imamat harus diadakan dalam kerahasiaan ketat, kecuali pendengar pengakuan memberikan izin untuk mengungkapkannya kepada dewan disipliner.[30] Gereja OSZA menolak keyakinan yang mengatakan bahwa pengakuan adalah satu-satunya hal yang diperlukan untuk menjamin pertobatan dari Allah.[34] IslamTindakan mencari pengampunan dari Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukan disebut Istighfar. Tindakan ini, umumnya dilakukan dengan mengulang-ulang perkataan dalam bahasa Arab astaghfirullah, yang berarti "Saya mencari pengampunan dari Allah", dipandang sebagai salah satu bagian penting ibadah dalam Islam. Pengakuan dosa dilakukan secara langsung kepada Allah dan bukan melalui manusia (kecuali dalam meminta ampunan dari korban akibat dosa yang diperbuat). Diajarkan bahwa dosa-dosa harus disimpan bagi diri sendiri untuk mencari pengampunan individual dari Allah. Allah mengampuni mereka yang mencari ampunan-Nya dan berkomitmen pada diri mereka sendiri untuk tidak mengulangi dosa tersebut, kendati beberapa dosa yang mengakibatkan orang lain menjadi korban tidak dapat diampuni kecuali orang tersebut mengampuni, sehingga mereka juga perlu meminta pengampunannya.[35][36] YudaismeDalam Yudaisme, pengakuan merupakan suatu bagian penting untuk memperoleh pengampunan atas dosa-dosa terhadap Allah maupun terhadap orang lain. Pengakuan kepada Allah dilakukan secara komunal dengan perkataan dalam bentuk jamak. Umat Yahudi mengaku dengan mengatakan: "Kami telah berdosa." Dalam hal-hal yang melibatkan pelanggaran terhadap sesama manusia, pengakuan pribadi kepada korban merupakan persyaratan untuk memperoleh pengampunan dari korban, yang umumnya merupakan persyaratan untuk memperoleh pengampunan dari Allah. Apabila korban menolak untuk memaafkan, pelanggar melakukan pengakuan publik secara terbuka, di hadapan hadirin yang lebih banyak. Pengakuan (Widduy, Viddui) juga dilakukan ketika seseorang terbaring di ranjang kematiannya, apabila memungkinkan. Alcoholics AnonymousDalam Program 12 langkah Alcoholics Anonymous (AA), pengakuan dilakukan pada Langkah 5: "Mengaku kepada Allah, kepada diri kita sendiri, dan kepada orang lain sebagai hakikat sepatutnya kesalahan kita."[37] "Jika kita menolak untuk menindaklanjuti dengan langkah ini, dosa-dosa kita yang tidak diakukan akan menghantui kita, mengakibatkan kematian tubuh dan jiwa kita. Kita akan terus membayar denda atas pelanggaran-pelanggaran kita." "Dengan menyelesaikan Langkah Kelima, kita mendapatkan kekuatan, pengawasan, dan pengampunan Allah. Kita mendapatkan pengampunan sepenuhnya..." [Kutipan-kutipan diambil dari http://aa-history.com/12stephistory2.html] Lihat pula
ReferensiCatatan
Kutipan
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Confession.
|