Ujian Nasional
Ujian Nasional, biasa disingkat UN/UNAS, adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat Penilaian Pendidikan, Depdiknas di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional dilakukan evaluasi sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan oleh lembaga yang mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistematik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan dan proses pemantauan evaluasi tersebut harus dilakukan secara berkesinambungan. Proses pemantauan evaluasi tersebut dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada akhirnya akan dapat membenahi mutu pendidikan. Pembenahan mutu pendidikan di mulai dengan penentuan standar. Penentuan standar yang meningkat diharapkan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan, yang dimaksud dengan penentuan standar pendidikan adalah penentuan nilai batas (cut off hiscore). Seseorang dikatakan sudah lulus/kompeten bila telah melewati nilai batas tersebut berupa nilai batas antara peserta didik yang sudah menguasai kompetensi tertentu dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi tertentu. Bila itu terjadi pada ujian nasional atau sekolah maka nilai batas berfungsi untuk memisahkan antara peserta didik yang lulus dan tidak lulus disebut batas kelulusan, kegiatan penentuan batas kelulusan disebut standard setting. Manfaat pengaturan standar ujian akhir:
Jenis ujian semasa waktu
Mata pelajaranUntuk tingkat Sekolah Dasar (SD) ada 3 mata pelajaran yang diujikan yaitu: Untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) ada 4 mata pelajaran yang diujikan yaitu: Untuk tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA/MA/SMAK/SMTK/Utama Widya Pasraman) ada 6 mata pelajaran yang diujikan, tergantung penjurusannya:
Keterangan
Untuk tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada 4 mata pelajaran yang diujikan yaitu:
Untuk Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) ada 2 mata pelajaran yang diujikan yaitu:
Standar Nasional PendidikanSelama ini penentuan batas kelulusan ujian nasional ditentukan berdasarkan kesepakatan antara pengambil keputusan saja. Batas kelulusan itu ditentukan sama untuk setiap mata pelajaran. Padahal karakteristik mata pelajaran dan kemampuan peserta didik tidaklah sama. Hal itu tidak menjadi pertimbangan para pengambil keputusan pendidikan. Belum tentu dalam satu jenjang pendidikan tertentu, tiap mata pelajaran memiliki standar yang sama sebagai standar minimum pencapaian kompetensi. Ada mata pelajaran yang menuntut pencapaian kompetensi minimum yang tinggi, sementara mata pelajaran lain menentukan tidak setinggi itu. Keadaan ini menjadi tidak adil bagi peserta didik, karena dituntut melebihi kapasitas kemampuan maksimalnya. Strategi perancanganPenyusunan standard setting dimulai dengan penentuan pendekatan yang digunakan dalam penentuan standar. Ada tiga macam pendekatan yang dapat dipakai sebagai acuan yaitu:
Pada tiap-tiap akhir tahun kegiatan belajar diambil kesimpulan dan pembukuan standar setting berdasarkan tiga pendekatan tersebut untuk menentukan batas kelulusan. Nilai kelulusan
KontroversiPenentuan kelulusan ujian nasional 2011Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP) bersama Kementerian Pendidikan Nasional dan Komisi X DPR memutuskan, tahun 2011 tetap ada Ujian Nasional (UN). Pelaksanaannya direncanakan pada April dan Mei 2011, mundur sebulan dibanding tahun 2010 yang dilaksanakan Maret-April. Sedang standar nilai UN pada tahun ini direncanakan masih sama dengan tahun lalu, yakni 5,50 untuk SMP/SMA. Meski hingga tulisan ini dipublikasikan belum ada kepastian melalui peraturan menteri (permen) perihal Ujian Nasional, namun beberapa informasi seputar UN 2011 mulai beredar. Informasi itu misalnya terkait dengan formula kelulusan dan seputar jadwal UN yang oleh pemerintah ditujukan sebagai sosialisasi kepada khalayak. Untuk formula kriteria kelulusan tahun ini, pemerintah menggunakan formula baru. Kelulusan siswa dari sekolah dengan melihat nilai gabungan rencananya dipatok minimal 5,50. Nilai gabungan merupakan perpaduan nilai UN dan nilai sekolah untuk setiap mata pelajaran UN. Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan nilai rapor semester 1-5 untuk tiap mata pelajaran UN. Dengan formula baru ini, rencananya akan dipatok nilai tiap mata pelajaran minimal 4,00. Integrasi nilai UN dan nilai sekolah ini diharapkan jadi pendorong untuk menganggap penting semua proses belajar sejak kelas 1 hingga kelas 3. Sedangkan kriteria kelulusan ujian sekolah diserahkan kepada sekolah. Nilai sekolah merupakan nilai rata-rata dari ujian sekolah dan nilai rapor semester 1-5 setiap mata pelajaran yang tidak diujikan dalam UN. Sementara itu, jadwal UN semula dalam tulisan penulis posting akan dilaksanakan bulan Mei 2011 berubah menjadi bulan April 2011. Ujian nasional (UN) utama untuk SMA/SMK digelar pada minggu ketiga April 2011, sedangkan untuk SMP pada minggu keempat April 2011. Adapun UN susulan bagi mereka yang belum mengikuti UN utama dilaksanakan satu minggu kemudian. Selain itu, untuk UN 2011 ujian ulangan bagi siswa yang tidak lulus ditiadakan. Oleh karena itu, bagi siswa yang dinyatakan tidak lulus harus mengikuti ujian kembali pada tahun berikutnya. Hadirnya kontroversi UN memunculkan gelombang agar UN segera dihapuskan, minimal adalah melakukan moratorium. Hal ini tidak lain, karena UN semakin dinilai akan semakin merusak tatanan sistem pendidikan nasional. Setidaknya waktu itu ada 5 asalan UN harus ditiadakan, apalagi ketika masih menjadi standar kelulusan siswa.
Kontroversi UN SMA/SMK/MA 2014Pada UN tahun 2014 muncul soal Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris tentang Jokowi. Hal ini dipadang KPAI sebagai politik praktis.[1] Dibatalkannya Ujian Nasional 2020Sebagai akibat dari pandemi COVID-19 di Indonesia yang ditetapkan sebagai pandemi oleh WHO pada bulan Maret 2020, muncul wacana dari berbagai pihak untuk meniadakan Ujian Nasional tahun 2020.[2][3] Selain itu, mulai tahun 2021 Ujian Nasional sendiri mulai diwacanakan untuk dihapus berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.[2][4] Alasan-alasan yang umum disampaikan sebagai dasar argumen pembatalan Ujian Nasional 2020 ini adalah risiko pelaksanaan UN yang sangat tinggi akibat pandemi COVID-19.[2] Kemudian, terdapat usulan alternatif terkait ujian akhir (Ujian Nasional) diputuskan berdasarkan kebijakan pada masing-masing sekolah.[2] Pada tanggal 24 Maret 2020 pada saat pelaksanaan rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk membatalkan Ujian Nasional 2020 yang diadakan untuk tingkat Sekolah menengah atas (SMA) atau setingkat Madrasah Aliah (MA), Sekolah menengah pertama (SMP) atau setingkat Madrasah sanawiyah (MTs), dan Sekolah Dasar (SD) atau setingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI).[3] Alasan dari pembatalan tersebut adalah Pandemi Covid-19 yang sangat menggangu proses pendidikan di Indonesia. Sementara, untuk pelajar lain yang tidak melaksanakan Ujian Nasional, proses belajar mengajar telah diantisipasi dengan melakukan pembelajaran dari rumah untuk meredam perluasan penyebaran wabah tersebut.[3] Pengumuman terkait pembatalan UN 2020 dan pembelajaran jarak jauh ini disampaikan oleh Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman.[3] Ia juga menambahkan, peniadaan UN menjadi penerapan kebijakan social distancing (pembatasan sosial) untuk memotong rantai penyebaran virus Corona SARS 2 atau Covid-19.[3] Selain itu, Nadiem Makarim ketika melakukan rapat dengan Komisi X DPR RI secara online pada tanggal 24 Maret 2020 juga menyetujui untuk membatalkan Ujian Nasional 2020.[5] Kesepakatan itu didasarkan atas penyebaran COVID-19 yang kian masif (pada saat itu jadwal UN SMA harus dilaksanakan pada 30 Maret sedangkan UN SMP yang harus dijadwalkan paling lambat akhir April 2020). Menurut Nadiem, alasan pembatalan Ujian Nasional 2020 adalah risiko pelaksanaan jika digelar di tengah pandemi SARS COVID-19 yang sedang terjadi di Indonesia. Ia juga menambahkan bahwa UN yang dilakukan secara massal akan berbahaya tidak hanya untuk para siswa tetapi juga untuk keluarganya. "Alasan nomor satu prinsip dasar Kemendikbud adalah keamanan dan kesehatan siswa-siswa kita dan keamanan keluarga siswa-siswa itu, kalau melakukan UN di dalam tempat-tempat pengujian bisa menimbulkan risiko kesehatan," kata Nadiem. "Bukan hanya siswa-siswa, tapi juga keluarga dan kakek nenek karena jumlah sangat besar 8 juta yang tadinya dites UN. Tidak ada yang lebih penting daripada keamanan dan kesehatan siswa dan keluarga, sehingga UN dibatalkan untuk 2020," ujar Nadiem Makarim.[5] Selain itu, kebijakan pembatalan UN 2020 ini juga selaras dengan keputusannya pada akhir tahun 2019 untuk membatalkan Ujian Nasional yang dianggap tidak lagi sebagai syarat kelulusan ataupun syarat seleksi masuk ke perguruan tinggi.[5][4][6][7] Salah satu alternatif untuk ujian pada saat pandemi, menurut Nadiem, adalah dilaksanakannya ujian online atau berdasarkan masing-masing sekolah (berdasarkan rapor 5 semester atau 11 semester untuk sekolah dasar).[5][8] Kemendikbud sendiri mengkaji opsi pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) sebagai pengganti UN. Kendati demikian opsi tersebut hanya akan diambil jika pihak sekolah mampu menyelenggarakan USBN dalam jaringan (daring). Jika USBN via daring tidak bisa dilakukan, maka muncul opsi terakhir yakni metode kelulusan akan dilakukan dengan menimbang nilai kumulatif siswa selama belajar di sekolah.[6] Penghapusan Ujian NasionalKetika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Nadiem Makarim, wacana untuk menghapuskan Ujian Nasional semakin menguat meskipun wacana ini bersifat timbul tenggelam.[4][9] Keputusan untuk menghapuskan ujian nasional ini sendiri diputuskan pada 12 November 2020 di Hotel Bidakara, Jakarta. Beberapa alasan penghapusan Ujian Nasional ini, menurut Nadiem Makarim, sebagai berikut:[4]
Keputusan untuk menghapus Ujian Nasional ini sendiri juga telah disetujui oleh survey dan diskusi terkait pendidikan yang ditujukan kepada beberapa orang tua siswa, siswa, guru, dan kepala sekolah.[10] Ia juga menilai bahwa materi untuk Ujian Nasional terlalu padat, sehingga siswa dan guru cenderung fokus terhadap mengajarkan materi dan menghafal materi bukan terhadap kompetensi mata pelajaran.[10] Selain itu, Ujian Nasional sendiri dianggap hanya menilai pada satu aspek yaitu aspek kognitif dari siswa meskipun menurutnya UN berstandar nasional adalah untuk menyamaratakan sistem pendidikan, yaitu sekolahnya maupun geografinya maupun sistem pendidikannya secara nasional.[10] Meskipun terdapat pertentangan dari berbagai pihak, Nadiem sendiri menjabarkan beberapa sanggahan terkait keputusan ini. Menurutnya, dengan dihapuskannya UN justru akan membuat siswa akan lebih tertantang.[9] Selain itu, hal yang akan ditingkatkan setelah Ujian Nasional 2020 dihapuskan adalah meningkatkan kemampuan literasi melalui bacaan atau wacana.[9] Meskipun UN sendiri akan dihapuskan pada tahun 2021, UN untuk tahun 2020 sendiri masih akan dilakukan secara nasional (sebelum SARS COVID-19 menjadi pandemi baik di Indonesia maupun di dunia).[10] Asesmen NasionalPenilaian Nasional atau Asesmen Nasional merupakan evaluasi mutu pendidikan yang dilakukan di semua lembaga pendidikan, termasuk sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. Evaluasi ini terbagi menjadi tiga komponen, yakni Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) meliputi; Literasi dan Numerasi, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.[11] Asesmen terbagi menjadi 4 (empat) instrumen: LiterasiLiterasi membaca adalah kemampuan untuk memahami, menerapkan, menilai, dan merenungkan beragam jenis tulisan guna meningkatkan kapabilitas individu sebagai anggota masyarakat Indonesia maupun masyarakat global, serta untuk berpartisipasi secara produktif dalam kehidupan sosial. NumerasiNumerasi adalah kapasitas kognitif dalam menggunakan ide-ide, proses, informasi, dan alat matematika untuk menyelesaikan tantangan praktis dalam beragam situasi yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, dengan tujuan memajukan peran individu sebagai anggota masyarakat, baik di tingkat nasional maupun global. Survei KarakterSurvei karakter menilai pencapaian siswa dalam hal pembelajaran sosial-emosional, terutama terkait dengan nilai-nilai dasar yang ditetapkan untuk membentuk identitas siswa sebagai Pelajar Pancasila. Nilai-nilai tersebut meliputi keyakinan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, perilaku moral yang baik, toleransi terhadap keberagaman global, kemandirian, semangat kerja sama, kemampuan berpikir kritis, dan kekreatifan.[12] Survei Lingkungan BelajarSurvei Lingkungan Belajar merupakan instrumen evaluasi yang digunakan untuk menilai dan menggambarkan elemen-elemen yang mendukung kualitas proses pembelajaran di sekolah. Hasil survei ini mencakup informasi tentang faktor-faktor dari elemen input dan proses pembelajaran yang berpotensi memengaruhi prestasi belajar siswa.[13] Lihat pulaReferensi
Pranala luar
Pustaka
|