Fadjroel Rachman
Dr. Mochammad Fadjroel Rachman, S.E., M.H. (lahir 17 Januari 1964[1]) adalah seorang akademisi, dan politikus Indonesia yang menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Kazakhstan merangkap Republik Tajikistan sejak 25 Oktober 2021. Ia juga Komisaris PT Waskita Karya (Persero) Tbk.[2] Fadjroel menjadi tim sukses Jokowi sejak pemilihan presiden 2014.[3] Pada tahun 2015-2020, ia menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Setelah itu, Jokowi mengangkatnya sebagai Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Bidang Komunikasi sekaligus Juru bicara Presiden pada Kabinet Indonesia Maju (2019-2024).[4][5] Sebelumnya, Fadjroel dikenal sebagai pengamat politik. Ia juga aktivis mahasiswa tahun 1980 hingga 1998.[6] Riwayat hidupFadjroel Rachman lahir di Banjarmasin pada tanggal 17 Januari 1964. Ia memiliki darah campuran Banjar dan Bugis. Fadjroel merupakan Pelajar Teladan sejak Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas se-Kalimantan Selatan. Setelah tamat SMA kemudian dia pergi ke pulau Jawa untuk kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Kimia. Namun, pada tahun 1989, bersama 6 (enam) pimpinan mahasiswa Institut Teknologi Bandung, ia dikeluarkan setelah Peristiwa Lima Agustus 1989 atau Aksi 5 Agustus 1989 yang menolak kehadiran Menteri Dalam Negeri Jenderal (purn) Rudini ke kampus ITB, dan menyatakan seruan Keluarga Mahasiswa ITB untuk turunnya Presiden Jenderal Besar (purn) Soeharto (Turunkan Soeharto!). Melalui rekomendasi wartawan senior Mochtar Lubis, Fadjroel mengambil kuliah Manajemen Keuangan di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan Magister Hukum (Ekonomi) di Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (lulus dengan predikat Cum Laude). Fadjroel adalah Doktor Ilmu Komunikasi Pascasarjana FISIP Universitas Indonesia (Komunikasi Politik). Pada masa Orde Baru, Ia sempat mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan akibat aktivitasnya menentang pemerintahan Jenderal Besar Soeharto dan Rezim Orde Baru semasa menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung.[7] Fadjroel bersama lima rekannya dipindah-pindah dari penjara satu ke penjara lainnya. Dari Rumah Tahanan Militer Bakorstanasda Jawa Barat, ia dipindah ke Penjara Kebonwaru, lalu ke Penjara Batu di Pulau Nusakambangan, dan terakhir di Penjara Sukamiskin (tempat Ir. Soekarno Presiden Pertama Republik Indonesia dipenjarakan penjajah Belanda). Fadjroel merupakan cicit Pangeran Abdurrahman Kasuma bin Pangeran Berangta Kasuma (Raja Pulau Laut III) bin Pangeran Abdoel Kadir (Raja Pulau Laut II). Pangeran Aburrahman Kasuma, adik Pangeran Amir Husin Kasuma (Raja Pulau Laut IV) adalah Pejabat Raja Kerajaan Pulau Laut ke-V dari 10 Januari 1900 hingga 7 Januari 1903 di Kerajaan Pulau Laut dari trah Sultan Sulaiman Al-Mutamidullah. Sultan Sulaiman Al-Mutamidullah bin Sultan Tahmidullah II atau Sulaiman dari Banjar atau Sultan Sulaiman Saidullah II adalah Sultan Banjar ke-11 dari Kesultanan Banjar atau Kesultanan Banjarmasin atau Kerajaan Banjar yang memerintah dari tahun 1801 hingga tahun 1825. Sedangkan Pangeran Abdoel Kadir adalah anak dari Ratu Salamah (Ratoe Hadji Moesa) binti Sultan Sulaiman Al-Mutamidullah, dari permaisuri Nyai Ratu Intan Sari atau Nyai Ratu Sepuh. Ratu Salamah (Ratoe Hadji Moesa) adalah adik perempuan dari Sultan Adam Al-Watsiq Billah (Sultan Banjar ke-12 yang memerintah dari 3 Juni 1825 - 1 November 1857). Adapun Raja Pulau Laut I adalah Pangeran Jaya Sumitra atau Pangeran Djaija Sumitra bin Pangeran Hadji Moesa, saudara sebapak Pangeran Abdoel Kadir. Fadjroel mendapatkan gelar I Palattui Daeng Manrapi atau "Sosok cendekiawan, pemikir yang arif dan bijaksana, serta punya kemampuan menyampaikan fakta kebenaran demi kepentingan bangsa dan tanah air yang diamanahkan oleh negara" dari Ketua Dewan Adat Saoraja Kabupaten Bone Drs. H. A. Baso Hamid Ahmad dan Bupati Bone Dr. H.A. Fahsar Padjalangi Buku-buku yang ditulis Fadjroel diantaranya penelitian disertasi Indonesia Memilih Presiden (Kepustakaan Populer Gramedia, 2024); Tiga Antologi Puisi Trilogi Nusakambangan yaitu: Catatan Bawah Tanah (Yayasan Obor Indonesia, 1993, Edisi I) dan (Kepustakaan Populer Gramedia, 2024. Edisi II); Sejarah Lari Tergesa (Gramedia Pustaka Utama, 2004); Dongeng Untuk Poppy (Penerbit Bentang, 2007). Selain itu Democracy Without the Democrats: On Freedom, Democracy and The Welfare State (Friedrich Ebert Stiftung, 2006); Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat: Tentang Kebebasan, Demokrasi dan Negara Kesejahteraan (Penerbit Koekoesan, 2006); Sutan Sjahrir: Guru Bangsa (PDP Guntur 49, 1999. Editor); Menggugat Indonesia (Pledoi Pengadilan Mahasiswa Indonesia, Institut Teknologi Bandung, 1990); Bertarung Demi Demokrasi: Manifesto Kedaulatan Rakyat (FKHJ ITB, 1990); Revolusi Demokrasi (Yayasan Obor Indonesia, 1990. Kata Pengantar). Referensi
Pranala luar
|