Perlombaan senjataPerlombaan senjata atau Perlombaan Senjata Nuklir adalah persaingan dalam memperoleh kekuatan supremasi dalam perang nuklir antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet beserta sekutu masing masing selama Perang Dingin. Selama periode ini, Amerika serikat dan Uni Sovyet dan negara-negara sekutunya mengembangkan hulu ledak nuklir, sekalipun perang secara terbuka tidak benar-benar terjadi. Perang Dunia IISenjata nuklir pertama diciptakan oleh Amerika Serikat selama Perang Dunia II dan dikembangkan untuk dipakai selama perang melawan negara poros.[1] Uni Soviet menyadari potensi senjata nuklir dan sehingga mendorong ilmuan uni sovyet melakukan penelitian senjata nuklir.[2] Uni Sovyet di wakili oleh Stalin baru diberi beritahu oleh Presiden AS Harry S. Truman tentang Proyek Manhattan secara resmi pada Konferensi Potsdam pada 24 Juli 1945,[3][4] delapan hari setelah uji coba senjata nuklir pertama yang berhasil. Pada Agustus 1945, atas perintah Harry S. Truman, dua bom atom dijatuhkan di kota-kota Jepang. Bom pertama dijatuhkan di kota Hiroshima, dan bom kedua dijatuhkan di kota Nagasaki oleh pesawat pembom B-29 bernama Enola Gay dan Bockscar.[1] Berakhirnya Perang Dunia Kedua pada tahun 1945, mendorong didirikanya Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Selama Sidang Umum PBB yang pertama di London pada Januari 1946, Negara-negara membahas masa depan Senjata Nuklir dan membentuk Komisi Energi Atom Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tujuan dari lembaga tersebut untuk menghilangkan penggunaan semua senjata nuklir. Amerika Serikat menyodorkan proposal pengamanan nuklir, yang disebut Rencana Baruch..[5] Proposal tersebut mengusulkan bahwa, harus ada otoritas internasional yang mengontrol semua aktivitas atom berbahaya. Uni Soviet menolak proposal dari Amerika Serikat. Uni Soviet menyodorkan proposal yang melibatkan perlucutan senjata nuklir secara universal. Sayangnya, baik proposal Amerika dan proposal Soviet ditolak oleh PBB. Pengembangan Hulu ledakHanya enam bulan setelah Sidang Umum PBB, Amerika Serikat melakukan uji coba nuklir pasca perang dunia ke II, operasi ini disebut Operation Crossroads.[6] uji coba ini dilakukan di Bikini Atoll di Pasifik terhadap 95 kapal, termasuk kapal Jerman dan Jepang yang ditangkap selama Perang Dunia II. Satu bom tipe ledakan plutonium diledakkan di atas armada, sementara yang lain diledakkan di bawah air. Tujuan dari uji coba adalah untuk menguji keefektifan ledakan nuklir di kapal. Pemerintah Uni Soviet secara rahasia juga membangun senjata atomnya sendiri dengan mengambil pasokan baru uranium dari Eropa Timur. Walaupun para ahli Amerika telah meramalkan bahwa Uni Soviet tidak akan memiliki senjata nuklir sampai pertengahan 1950-an, akan tetapi dunia terkejut ketika secara tiba-tiba Uni Soviet melakukan uji coba nuklir pertama pada 29 Agustus 1949. Bom atom tersebut diberi nama First Lightning kurang lebih serupa dengan Fat Man salah satu bom yang dijatuhkan Amerika Serikat di Jepang pada tahun 1945. Kedua pemerintah mengeluarkan dana yang sangat besar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas persenjataan nuklir. Kedua negara dengan cepat memulai pengembangan bom hidrogen. Amerika Serikat melakukan uji coba bom hidrogen pertama pada tanggal 1 November 1952, uji coba ini di beri nama Ivy Mike dan dipimpin oleh Edward Teller, fisikawan nuklir Hungaria-Amerika di Enewetak sebuah atol di Samudra Pasifik. Hasil dari uji coba tersebut menciptakan awan selebar 100 mil dan tinggi 25 mil, serta membunuh semua kehidupan di pulau-pulau sekitarnya.[7] Sekali lagi, Soviet mengejutkan dunia dengan meledakkan perangkat termonuklir walaupun daya ledaknya nya lebih kecil dan masih belum masuk multi tahap bom hidrogen, namun cukup kecil untuk dijatuhkan dari pesawat, membuatnya siap untuk digunakan.[8] Pada tanggal 1 Maret 1954 Amerika Serikat melakukan uji Castle Bravo, yang menguji bom hidrogen lain di Bikini Atoll. Para ilmuwan memperkirakan daya ledak yang ditimbulkan akan menghasilkan 5 megaton. Namun, ledakan itu menghasilkan 14,8 megaton, yang merupakan ledakan nuklir terbesar yang diuji oleh Amerika Serikat. Dampak Ledakan nuklir tersebut begitu besar sehingga membuat penduduk hingga 300 mil jauhnya terkena radiasi dalam jumlah yang signifikan.[9] Uni Soviet meledakkan bom hidrogen pertamanya pada tanggal 22 November 1955, yang menghasilkan 1,6 megaton. Pada tanggal 30 Oktober 1961, Soviet meledakkan kembali bom hidrogen dengan hasil sekitar 58 megaton [10] Alat AngkutPembom strategis adalah metode pengankutan bom nuklir di awal Perang Dingin. Pengembangan Rudal di awal tahun 1950 menjadi platform yang ideal untuk senjata nuklir, dan berpotensi menjadi sistem pengiriman yang lebih efektif daripada pembom. Mulai tahun 1950-an, rudal balistik menengah dan rudal balistik jarak menengah dikembangkan untuk pengiriman senjata nuklir taktis, dan teknologinya berkembang dengan jangkauan yang semakin jauh, akhirnya menjadi rudal balistik antarbenua (ICBM). Pada tanggal 4 Oktober 1957, Uni Soviet memperlihatkan kepada dunia bahwa mereka memiliki misil yang dapat menjangkau bagian manapun di dunia ketika mereka meluncurkan satelit Sputnik ke orbit Bumi. Amerika Serikat meluncurkan satelit pertamanya Penjelajah 1 pada tanggal 31 Januari 1958.
Selain Amerika Serikat dan Uni Soviet, tiga negara lain juga mengembangkan senjata nuklir yaitu, Inggris Raya, ,[13] Republik Rakyat Tiongkok,[14] and Prancis[15] selama perang dingin. Krisis Rudal KubaPada tanggal 1 Januari 1959, pemerintah Kuba jatuh ke tangan revolusioner komunis, mendorong Fidel Castro ke tampuk kekuasaan. Uni Soviet mendukung dan mengakui pemerintahan Castro pada 10 Januari. Amerika Serikat mulai memboikot gula Kuba, mendorong Uni Soviet mulai membeli dalam jumlah besar gula kuba untuk mendukung ekonomi Kuba dengan imbalan bahan bakar dan akhirnya menempatkan rudal balistik nuklir di tanah Kuba. Rudal ini akan mampu mencapai Amerika Serikat dengan sangat cepat. Pada tanggal 14 Oktober 1962, sebuah pesawat mata-mata Amerika menemukan situs rudal nuklir yang sedang dibangun di Kuba.[16] Presiden Kennedy memerintahkan blokade laut di sekitar Kuba dan semua pasukan militer kestatus darurat DEFCON 3. Ketika ketegangan meningkat, Kennedy akhirnya memerintahkan pasukan militer AS ke status DEFCON 2. Status darurat tertinggi yang mendekati perang nuklir. Para pemimpin Amerika Serikat dan Uni Soviet bekerja keras untuk mencapai kesepakatan yang damai menghindari kehancuran masal, akhirnya, pada 28 Oktober 1962, melalui banyak diskusi antara AS dan pejabat Soviet, Khrushchev mengumumkan bahwa Uni Soviet akan menarik semua rudal dari Kuba. Tidak lama kemudian, AS secara diam-diam menarik semua rudal nuklir dari Turki, yang mengancam Soviet. Penarikan AS atas Rudal Jupiter dari Turki sangat dirahasiakan selama beberapa dekade setelahnya.[16] PerjanjianPada 10 Oktober 1963, Perjanjian Larangan Uji Coba Terbatas (LTBT) ditandatangani. Ini adalah kesepakatan antara AS, Uni Soviet, dan Inggris, yang secara signifikan membatasi pengujian nuklir. Semua pengujian nuklir atmosfer, bawah air, dan luar angkasa disetujui untuk dihentikan, tetapi pengujian masih diizinkan secara rahasia. 113 negara lainya juga telah menandatangani perjanjian nuklir ini sejak 1963.[17] Perjanjian SALT I yang ditandatangani pada Mei 1972 menghasilkan kesepakatan atas dua dokumen penting. Ini adalah Perjanjian Rudal Anti-Balistik (Perjanjian ABM) dan Perjanjian Sementara tentang Batasan Senjata Serangan Strategis.[18] Perjanjian ABM membatasi setiap negara dalam pengembangan rudal balistik nuklir.Perjanjian juga membekukan jumlah rudal balistik antarbenua (ICBM) dan rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam (SLBM) di setiap negara pada level saat ini selama lima tahun. Namun, SALT I gagal menjelaskan berapa banyak hulu ledak nuklir yang dapat ditempatkan pada satu rudal. sehingga Selama 10 tahun berikutnya, Uni Soviet dan AS menambahkan 12.000 hulu ledak nuklir ke persenjataan. Pada tanggal 18 Juni 1979, perjanjian SALT II ditandatangani di Wina. Perjanjian ini membatasi persenjataan dan teknologi nuklir kedua belah pihak. Namun, akibat invasi Uni Soviet ke Afghanistan pada Desember 1979, Senat Amerika Serikat menolak meratifikasi perjanjian SALT II sehingga mengakhiri negosiasi perjanjian.[19] Pada tahun 1991, (Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis) perjanjian antara AS dan Uni Soviet, untuk mengurangi jumlah dan membatasi kemampuan pembatasan senjata ofensif strategis. Akhir Perang DinginSelama pertengahan 1980-an, hubungan AS-Soviet meningkat secara signifikan, Mikhail Gorbachev mengambil alih kendali Uni Soviet mengumumkan era baru perestroika dan glasnost, yang masing-masing berarti restrukturisasi dan keterbukaan. Perjanjian Pasukan Nuklir Menengah (INF) ditandatangani pada 8 Desember 1987 di Washington, yang menghapuskan seluruh kelas senjata nuklir.[20] Referensi
|