Konsesi jalur ini awalnya diajukan oleh G.H.C. van Zijll de Jong G. C. Vonek dan E.F. int Veld dari Poerwodadie–Goendih Stoomtram Maatschappij. Konsesi tersebut diajukan pada 7 dan 27 Juli 1889 untuk jalur Jombang–Dolok (kemudian menjadi bagian dari jalur Babat–Jombang), Jombang–Kediri via Pesantren, Pulorejo–Kandangan, dan Pare–Wates. Pengajuan tersebut ditolak pada 25 Desember 1889 karena kurangnya dokumen.[2]:36-37
Pada 16 Agustus 1889, D. Mounier mengajukan konsesi untuk rute Papar–Pelem–Pare, kemudian berlanjut ke Kandangan–Ploso–Jombang. Mounier juga mengajukan perpanjangan masa pengajuan pada 2 Mei 1891. Usulan tersebut disetujui melalui Gouvernements Besluits Nomor 16 pada 7 Juli 1891. Namun hingga awal 1892, Mounier tidak dapat memenuhi persyaratan sehingga ajuan konsesi ditolak. Pada 30 Juni 1892, E. Fabius mengajukan konsesi untuk rute yang sama, tetapi juga ditolak melalui Gouvernements Besluits Nomor 38 pada 26 Mei 1891.[2]:37
Pada 31 Desember 1894, Gouvernements Besluits Nomor 42 diterbitkan sebagai keterangan penolakan konsesi yang diajukan Mounier sekaligus persetujuan konsesi jalur dari Jombang Kota kepada L. M. Tyl Jr. yang nantinya menjadi jalur utama KSM. Konsesi dengan durasi 99 tahun tersebut diterbitkan untuk jalur Jombang–Kediri via Pare–Ngoro. [2]:37 Konsesi dengan durasi yang sama untuk segmen Pare–Blimbing menyusul diberikan pada 5 November 1895 melalui Gouvernements Besluits Nomor 19.[1]:66
Jalur ini merupakan jalur lintas utama bagi KSM dengan Stasiun Pare sebagai pusat dari aktivitas jalur ini. Pada masa awal pembangunan, jalur ini dimulai dari Stasiun Jombang Kota hingga Stasiun Kediri KSM, tetapi pada tahun 1916 SS mengakuisisi segmen Jombang–Jombang Kota dari KSM.[3] KSM lantas membangun stasiun barunya di sebelah selatan Stasiun Jombang.
Pada masa operasinya, jalur ini digunakan untuk melayani beberapa pabrik gula, yakni:
Dalam melayani penumpang maupun pabrik gula tersebut, KSM bisanya mengoperasikan gerbong campuran (barang dan penumpang) dalam satu rangkaian dengan dihela oleh lokomotif uap kelas B dan C (lihat pula: #Armada). Selama pengoperasian jalur utama beserta cabangnya tersebut, KSM mendapatkan laba sebesar ƒ182.316,58 pada tahun 1929, tetapi memasuki tahun 1930 KSM mengalami penurunan laba sebesar ƒ15.194,31. Akibat kerugian tersebut, KSM terpaksa melakukan pengurangan pegawai serta melakukan penutupan beberapa haltenya.[4]
Selain dinonaktifkan oleh PJKA saat itu, terdapat pula beberapa jalur trem yang telah dinonaktifkan bersamaan dengan ditutupnya beberapa pabrik gula pada masa pendudukan Jepang maupun pada masa depresi ekonomi 1930. Periode penonaktifannya (secara total) dimulai pada lintas Jombang–Jombang Kota pada tahun 1981, lalu Jombang–Pare 1976, dan Pare–Kediri pada tahun 1978. Pada tahun 1984, sisa sarana dan armada yang masih dapat beroperasi dipindahkan ke Stasiun Madiun.[5]
^ abcReitsma, S.A. (1919). Indische Spoorweg-politiek (dalam bahasa Belanda). Batavia: Batavia Landsdrukkerij.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Reitsma, S.A. (1925). Gedenkboek der staatsspoor- en tramwegen in Nederlandsch- Indië 1875-1925. Landsdrukkerij.
^Subdirektorat Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero).Parameter |link= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
^Perusahaan Umum Kereta Api (1992). Ikhtisar Lintas Jawa.