Transgender
Orang transgender adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan seksnya yang ditunjuk saat lahir.[1][2][3] Orang transgender juga terkadang disebut sebagai orang transseksual jika ia menghendaki bantuan medis untuk transisi dari satu seks ke seks lainnya. Transgender juga merupakan sebuah kata umum. Selain mencakup orang yang identitas gendernya berlawanan dengan seksnya yang ditunjuk (pria trans dan wanita trans), istilah transgender juga dapat mencakup orang-orang yang tidak secara spesifik maskulin atau feminin (orang-orang genderqueer seperti bigender, pangender, genderfluid, atau agender).[2][4][5] Definisi transgender lainnya juga mencakup orang-orang yang termasuk ke dalam gender ketiga atau memiliki gender ketiga transgender.[6][7] Dalam kasus yang lebih jarang, istilah transgender digunakan hingga mencakup cross-dresser,[8] tanpa memperhatikan identitas gender. Keadaan transgender tidak terikat dengan orientasi seksual.[9] Orang transgender dapat memilki orientasi heteroseksual, homoseksual, biseksual, aseksual, dan lain-lain. Istilah transgender berbeda dengan istilah interseks, yaitu kondisi seseorang yang lahir dengan karakteristik seks fisik yang "...tidak padan dengan gagasan umum mengenai laki-laki atau perempuan".[10] Tingkat seorang individu untuk merasa asli, murni, dan nyaman dengan penampilan luarnya serta menerima identitas aslinya disebut sebagai kesesuaian transgender (transgender congruence).[11] Banyak dari orang transgender mengalami apa yang disebut disforia gender dan beberapa menerima bantuan medis seperti terapi penyulihan hormon, operasi penentuan ulang seks, atau psikoterapi.[12] Tidak semua orang transgender menghendaki penanganan medis dan beberapa tidak melakukannya karena kendala ekonomi atau kesehatan.[12][13] Mayoritas orang transgender menghadapi diskriminasi dalam pekerjaan dan pencarian kerja,[14] pemenuhan kebutuhan tempat tinggal,[15] serta pelayanan kesehatan.[16] Orang transgender juga tidak dilindungi oleh hukum dari diskriminasi di banyak tempat.[17] IstilahSejarahPsikiater John F. Oliven dari Universitas Columbia mencetuskan istilah transgender pada buku referensi ilmiahnya tahun 1965 berjudul Sexual Hygiene and Pathology. Ia menulis bahwa istilah sebelumnya yang telah selama itu digunakan yaitu transseksualisme adalah salah dan menyebut bahwa "... transgenderisme adalah istilah yang dimaksud karena seksualitas bukanlah sebuah faktor utama dalam transvestisme primer."[18] Istilah transgender kemudian banyak digunakan dan didefinisikan secara beragam oleh orang-orang transgender, transseksual, dan transvestis termasuk di antaranya Virginia Prince,[19] yang digunaknnya dalam edisi Desember 1969 dari majalah Transvestia, sebuah majalah cross dresser yang ia dirikan.[20] Pada pertengahan dekade 1970-an, baik trans-gender (dengan tanda hubung [-]) dan orang trans digunakan sebagai kata umum.[note 1] Transgenders (akhiran -s pembentuk kata benda jamak dalam bahasa Inggris) juga dahulu digunakan untuk menyebut seseorang yang ingin hidup lintas-gender tanpa operasi penentuan ulang seks.[21] Konsep dari sebuah masyarakat transgender berkembang pada tahun 1984 dengan digunakannya kata transgender sebagai kata umum (hipernim).[22] Pada tahun 1985, Richard Elkins mendirikan Trans-Gender Archive (Arsip Trans-Gender) di Universitas Ulster.[20] International Conference on Transgender Law and Employment Policy (Konferensi Internasional tentang Kebijakan Hukum dan Ketenagakerjaan Transgender) pada tahun 1992 mendefinisikan kata transgender sebagai sebuah kata umum yang mencakup "...transseksual, transgenderis, cross dressers..." serta orang yang bertransisi.[23] Istilah kiniIstilah pria trans mengacu kepada seseorang yang transgender perempuan-ke-laki-laki (bahasa Inggris: female-to-male, FtM atau F2M) sementara istilah wanita trans mengacu kepada seseorang yang transgender laki-laki-ke-perempuan (bahasa Inggris: male-to-female, MtF atau M2F). Panduan praktik kesehatan, pedoman gaya jurnalisme professional, serta kelompok advokasi LGBT menyarankan penggunaan nama dan kata ganti yang mengidentifikasi seseorang tersebut, termasuk ketika merujuk kepada orang tersebut di masa lalu kehidupannya.[24][25] Kata transgender itu sendiri digunakan sebagai sebuah kata sifat. Contoh penggunaan yang benar adalah Max adalah seseorang yang transgender, Max adalah orang transgender, atau Max adalah seorang pria transgender bukan Max adalah transgender atau Max adalah seorang transgender.[26][27][28] GLAAD menyatakan bahwa ketika membicarakan orang transgender, sikap yang sopan adalah menggunakan nama dan kata ganti yang orang tersebut pilih tanpa mempedulikan status legal dari gender mereka karena tidak semua orang yang transgender mampu membiayai prosedur operasi atau pengubahan tubuh lainnya.[26] Orang-orang yang tidak transgender atau genderqueer—seseorang yang identitas pribadinya sama dengan seks dan gender yang ditunjuk saat lahir—disebut sebagai orang cisgender.[29] Perbedaan transgender dengan transseksualIstilah transseksual pertama kali diperkenalkan oleh Magnus Hirschfeld pada tahun 1923 dalam bahasa Jerman transsexualismus. David Oliver Cauldwell pada tahun 1949 menterjemahkannya ke dalam bahasa Inggris menjadi transsexual yang kemudian dipopulerkan oleh Harry Benjamin pada tahun 1966, waktu yang sama saat istilah transgender juga mulai banyak digunakan.[19] Istilah transseksual pada tahun 1990-an kemudian digunakan untuk menyebut sebagaian dari orang transgender[19][30][31] yang berkeinginan untuk melakukan trasnsisi secara permanen menuju gender yang mereka identifikasi dan untuk itu mencari bantuan medis (seperti operasi penentuan ulang seks). Perbedaan antara istilah transgender dan transseksual pada umumnya berdasar pada perbedaan antara gender (psikologis, sosial) dan seks (fisik).[note 2][32] Dengan demikian, trasnsseksual dapat dimengerti lebih mengarah kepada segi fisik dari seks seseorang sementara transgender lebih terfokus kepada kondisi gender internal dan juga aspek sosial yang dapat berkaitan dengan gender tersebut.[33] Banyak dari orang transgender lebih memilih penggunaan kata transgender dan menolak penggunaan kata transseksual.[34][35] Sebagai contoh, Christine Jorgensen pada tahun 1979 menolak istilah transsexual serta mengidentifikasi dirinya—seperti ditulis dalam surat kabar—sebagai seorang trans-gender dengan berkata, "... gender tidak ada hubungannya dengan siapa kita di atas ranjang, melainkan terhadap identitas."[36][37] Pernyataan tersebut mengacu kepada anggapan umum bahwa transseksual memiliki kaitan dengan seksualitas bukan dengan identitas gender.[38][note 3] Beberapa orang yang mengidentifikasi dirinya sebagai orang transseksual sebaliknya juga tidak menerima kata transgender digunakan untuk mencakup mereka.[39][40][41][42] Definisi kedua istilah bervariasi dari waktu ke waktu di sepanjang sejarahnya. Antropolog David Valentin di dalam bukunya tahun 2007 berjudul Transgender, an Ethnography of a Category menyebutkan bahwa pemakaian kata transgender dicetuskan oleh aktivis-aktivis untuk mencakup orang-orang yang justru bisa saja tidak ingin diidentifikasi dengan kata tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa orang-orang yang merasa tidak mengidentifikasi dirinya dengan kata transgender sebaiknya jangan dicakupkan di dalam spektrum transgender tersebut.[39] Leslie Feinberg juga menyampaikan hal yang serupa bahwa beberapa orang tidak menggunakan kata transgender untuk mendeskripsikan dirinya namun kata tersebut merupakan sebuah istilah yang digunakan oleh orang lain untuk memahami orang-orang transgender.[40] Akan tetapi, pernyataan-pernyataan tersebut menuai kritik dari Transgender Health Program (THP, Program Kesehatan Transgender) dari lembaga Fenway Health di Boston. Mereka mengatakan bahwa tidak ada definisi tunggal dari kata transgender sedangkan untuk istilah-istilah yang telah ada sebelumnya, kini dapat dianggap tidak sopan. THP menyarankan tenaga medis untuk menanyakan kepada klien mereka mengenai istilah apa yang mereka lebih kehendaki serta untuk menghindari kata transseksual kecuali jika mereka yakin bahwa klien nyaman dengan kata tersebut.[38] Kategori lainPria dan wanita trans berada di inti dari definisi sempit istilah transgender dengan identitas gendernya yang berlawanan dengan seks yang ditunjuk saat lahir. Definisi luas dari istilah tersebut sendiri mencakup beberapa kelompok masyarakat lain yang identitas gendernya tidak secara spesifik hanya maskulin/feminin namun bisa jadi androgini, bigender, pangender, atau agender —umumnya dikelompokkan dalam istilah genderqueer —serta orang-orang dengan gender ketiga.[5] Di beberapa budaya, orang transgender justru dipandang sebagai orang dengan gender ketiga.[7] Meskipun beberapa sumber mendefinisikan kata transgender secara luas hingga mencakup orang transvesti/cross-dresser,[8] secara umum kedua istilah tersebut dapat dipisahkan karena orang transvesti fetis dianggap memiliki parafilia sehingga bukan merupakan sebuah identifikasi gender. Selain itu, terdapat pula drag king dan drag queen yaitu aktor yang melakukan crossdress untuk tujuan hiburan. GenderqueerIdentitas genderqueer atau non-biner yang tidak secara spesifik maskulin/feminin di antaranya adalah agender, androgini, bigender, pangender, dan genderfluid.[43] Identitas-identitas tersebut berada di luar norma cisgender.[44][45] Identitas bigender dan androgini adalah kategori yang berdekatan. Individu bigender dapat merasa dirinya berubah-ubah antara peran laki-laki dan perempuan (genderfluid) atau merasa sebagai laki-laki dan perempuan secara bersamaan (androgini). Individu androgini di sisi lain dapan mengidentifikasi dirinya berada di luar gender atau tanpa gender (postgender, agender), di antara gender (intergender), berubah-ubah di antara gender (genderfluid), atau secara bersamaan mengekspresikan beberapa gender (pangender). Perilaku androgini umum seperti memakai celana untuk perempuan, atau memakai anting-anting untuk laki-laki, bukan merupakan perilaku transgender. Androgini (androgyne) juga terkadang digunakan dalam istilah medis untuk menyebut kondisi orang interseks.[46] Identitas-identitas genderqueer tidak terikat pula dengan orientasi seksual. Transvesti dan crossdressSeorang transvesti adalah seseorang yang ber-cross-dress (lintas busana), atau mengenakan pakaian yang umumnya dianggap sebagai pakaian lawan gendernya yang ditunjuk saat lahir.[47] Istilah transvesti (transvestite) digunakan sebagai sebuah sinnonim dari cross-dresser[48][49] walaupun cross-dresser secara umum lebih direkomendasikan.[49][50] Istilah cross-dresser sendiri tidak didefinisikan secara pasti di sumber-sumber pustaka. Michael A. Gilbert, guru besar Departemen Filsafat, Universitas York, Toronto, mengajukan definisi berikut, "[Cross-dresser] adalah seseorang yang memiliki identifikasi gender pada seks tertentu serta ditunjuk sebagai jenis tertentu saat lahir, tetapi mengenakan pakaian lawan jenisnya karena pakaian tersebut merupakan pakaian lawan jenisnya."[51] Definisi ini tidak mencakup seseorang yang mengenakan pakaian lawan jenisnya untuk alasan lain, seperti sebagai bagian dari pekerjaan, bagian dari peran yang dimainkan dalam film atau seni pentas, orang-orang yang menyukai pesta kostum, dan sebagainya. Gilbert berpandangan bahwa orang-orang tersebut ber-cross dressing namun bukan cross-dresser.[51] Seseorang yang ber-cross-dress bisa tidak mengidentifikasi dirinya terhadap lawan gendernya, tidak ingin menjadi lawan gendernya, atau tidak ingin bertindak sebagai gender lawannya serta secara umum tidak ingin mengubah tubuhnya secara medis. Mayoritas cross-dresser mengidentifikasi dirinya sebagai orang heteroseksual.[52] Seseorang yang ber-cross-dress di kehidupan nyata bisa tidak peduli atau bisa pula memiliki keinginan untuk pass sebagai lawan gendernya sehingga tidak terlihat sebagai seorang cross-dresser. Istilah transvesti serta isitilah lama transvestisme secara konseptual berbeda dari fetishisme transvesti. Orang dengan fetishisme transvesti mengenakan pakaian lawan gendernya untuk tujuan fetshisme dan hanya pada saat-saat tertentu saja. Dalam istilah medis, fetishisme transvesti berbeda dengan cross-dressing, dan memiliki kode 302.3 dalam DSM dan F65.1 dalam ICD.[53][54] Drag king dan drag queenDrag adalah sebuah istilah yang digunakan dalam busana serta tata rias yang dikenakan dalam situasi istimewa untuk pertunjukan pentas atau hiburan, berbeda dengan kondisi transgender atau orang yang ber-cross-dress untuk alasan lain. Sebuah pertunjukan drag mencakup seluruh penampilan dan adegan, selain dari busana dan tata rias, yang dapat berupa drama, komedi, atau grotesque. Drag queen dilihat sebagai penggambaran karikatur perempuan oleh feminisme gelombang kedua. Pemain drag memiliki riwayat panjang dalam budaya LGBT. Secara umum, istilah drag queen merujuk kepada laki-laki yang melakukan drag perempuan, istilah drag king untuk perempuan yang melakukan drag laki-laki, sementara faux queen merujuk kepada perempuan yang melakukan drag perempuan. Meskipun begitu, pemain-pemain drag terdiri atas berbagai gender dan orientasi seksual yang melakukan drag untuk berbagai alasan. Beberapa pemain drag, transvesti, serta orang dalam komunitas gay menggunakan istilah dalam pornografi tranny untuk merujuk kepada drag queen atau transvestisme atau seseorang yang ber-cross-dress. Akan tetapi, istilah tersebut secara umum dinilai ofensif untuk orang transgender.[55] InterseksOrang-orang interseks memiliki organ kelamin atau karakteristik seksual fisik lainnya yang tidak memenuhi definisi sempit mengenai kondisi laki-laki atau perempuan. Meskipun begitu, orang-orang interseks belum tentu orang transgender pula karena mereka belum tentu tidak setuju terhadap seks yang ditunjuk kepada mereka saat lahir. Permasalahan kondisi transgender dan interseks sering kali ditemukan secara bersama karena keduanya sama-sama ditentang dengan definisi kecil dari seks dan gender. Di dalam masyarakat LGBTKonsep identitas gender dan identitas transgender berbeda dengan konsep orientasi seksual.[56] Orientasi seksual merupakan ketertarikan fisik, romantik, emosional, atau spiritual dari seorang individu kepada individu lain sementara identitas gender adalah pribadi seseorang apakah seorang pria atau wanita.[26] Individu transgender memiliki varisi orientasi seksual yang kurang lebihh sama dengan orang cisgender.[57] Di masa lalu, istilah homoseksual dan heteroseksual secara tidak tepat digunakan untuk menyebut orientasi seksual orang transgender berdasarkan seksnya yang ditunjuk saat lahir.[58] Literatur-literatur profesional kini menggunakan istilah seperti tertarik ke pria (androfil), tertarik ke wanita (ginefil), tertarik ke keduanya (biseksual), atau tidak tertarik ke keduanya (aseksual) untuk menjelaskan orientasi seksual seseorang tanpa menyebut identitas gender mereka.[54] Kalangan medis mulai memahami pentingnya istilah yang tepat sesuai dengan identitas gender dari seseorang.[59] Sebagai contoh, seseorang yang ditunjuk laki-laki saat lahir namun bertransisi ke perempuan dan tertarik ke pria adalah seseorang yang heteroseksual. Walaupun orientasi seksual dan identitas gender adalah hal yang berbeda, sepanjang sejarah, komunitas gay, lesbian, dan biseksual sering kali menjadi satu-satunya tempat orang dengan kondisi gender minoritas dapat diterima dengan peran gender yang mereka kehendaki, terlebih pada masa saat transisi medis nyaris tidak mungkin dilakukan. Penerimaan tersebut namun juga memiliki sejarah yang kompleks. Seperti masyarakat pada umumnya, masyarakat LGB belum tentu membedakan antara seks dan identitas gender—hingga dekade 1970-an—sehingga memandang orang-orang dengan variasi gender sama dengan orang-orang homoseksual yang juga berperilaku dengan gendernya.[60] KesehatanKesehatan jiwaKondisi transgender bukan merupakan suatu penyakit ataupun gangguan jiwa.[61][62][63] Kebanyakan masalah yang dialami oleh orang transgender ada pada diskriminasi yang dapat kemudian menimbulkan stres, depresi, dan ansietas.[62] Mayoritas ahli kesehatan jiwa merekomendasikan terapi terhadap konflik internal mengenai identitas gender atau ketidaknyamanan terkait peran gender, terutama jika seseorang memiliki keinginan untuk melakukan transisi. Orang yang mengalami ketidaksesuaian antara gendernya dengan ekspektasi orang lain atau orang yang identitas gendernya bertentangan dengan tubuhnya dapat merasa lebih baik dengan berbicara mendalam soal perasaannya.[64] Istilah transseksualisme, transvestisme dengan peran ganda, gangguan identitas gender pada remaja atau orang dewasa, dan gangguan identitas gender yang tidak dispesifikasi merupakan entri yang tertera di dalam International Statistical Classification of Diseases (ICD) dari WHO dan American Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) masing-masing pada kode F64.0, F64.1, 302.85, dan 302.6.[54] Sementara itu, DSM edisi ke-5 memiliki entri disforia gender sembari menegaskan gagasan bahwa kondisi transgender bukanlah sebuah penyakit kejiwaan.[65] Prancis pada bulan Februari 2010 menjadi negara pertama yang menghapuskan identitas transgender dari daftar penyakit kejiwaan.[66][67] Individu transgender memenuhi diagnosis gangguan identitas gender (gender identity disorder, GID) hanya jika kondisinya tersebut menyebabkan rasa kecemasan yang kuat atau membuatnya kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.[56] Rasa kecemasan tersebut disebut sebagai disforia gender yang bisa berwujud depresi ataupun ketidakmampuan dalam beraktivitas, bekerja, dan membangun hubungan sosial yang sehat dengan orang lain. Bentuk diagnosis ini sering kali disalahtafsirkan—bahwa orang transgender itu orang yang menderita gangguan identitas gender. Sebetulnya, orang transgender yang nyaman dengan gender mereka tanpa disertai dengan rasa tertekan atau kesulitan dalam beraktivitas tidak memenuhi diagnosis GID. Terlebih lagi, GID belum tentu bersifat permanen dan sering dapat diselesaikan dengan terapi atau transisi. Perasaan tertekan oleh perilaku-perilaku negatif orang lain atau pemerintah bukan merupakan gejala GID. GID bukanlah persoalan mengenai masalah perbedaan moral. Kalangan ilmu psikologi menekankan bahwa orang dengan gangguan kejiwaan atau emosional dalam bentuk apapun tidak pantas menerima stigma. Penyelesaian dari GID mencakup apapun yang dapat mengakhiri rasa ketidaknyamanan dan mengembalikan fungsi normal dalam beraktivitas. Solusi tersebut umumnya (namun tidak selalu) adalah menjalani transisi gender.[64] Pelatihan tenaga medis yang ada dinilai kurang dalam menyediakan informasi yang dibutuhkan agar individu transgender dapat dilayani dengan baik. Hal tersebut menyebabkan tenaga-tenaga medis tidak memiliki kesiapan yang cukup dalam melayani klien transgender.[68] Banyak dari penyedia layanan kesehatan jiwa hanya tahu sedikit mengenai permasalahan transgender. Klien yang sedang mencari bantuan medis justru yang kemudian memberikan pengetahuan kepada tenaga medis dan malah tidak menerima pelayanan.[64] Kurangnya pelatihan medis terhadap permasalahan transgender mulai banyak diketahui. Meskipun begitu, penelitian mengenai masalah-masalah spesifik kesehatan jiwa yang dihadapi oleh individu transgender masih berfokus terhadap pengalaman dari tenaga medis dan bukan dari sisi pengalaman individu trans itu sendiri.[69] Tidak semua orang transgender mencari bantuan terapi mengingat kondisi kesehatan jiwa tiap orang yang berbeda-beda. Sebelum versi ketujuh dari Standards of Care (SOC, standar pelayanan medis bagi individu transgender keluaran WPATH), seseorang harus didiagnosis dengan gangguan identitas gender terlebih dahulu untuk berlanjut ke fase penanganan hormon atau operasi. Versi terbaru kini mengurangi fokus terhadap diagnosis dan lebih menekankan kepada pentingnya keterbukaan medis agar dapat memenuhi kebutuhan pelayanan yang berbeda-beda bagi orang transgender, transseksual, dan orang dengan variasi gender lainnya.[61] Tujuan dari seorang individu ketika mencari bantuan medis dapat bervariasi. Hal tersebut sederhananya disebabkan karena orang transgender yang meminta pelayanan medis belum tentu berarti bahwa mereka memiliki masalah dengan identitas gender mereka. Tekanan emosional dari keberadaan stigma dan transfobia mendorong banyak orang transgender untuk mencari pelayanan medis untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Benson (2013) menjelaskan bahwa seorang wanita trans berkata, "Individu transgender datang ke terapis namun masalah mereka yang paling besar tidak ada hubungannya dengan semata-mata karena mereka transgender, tetapi karena mereka harus sembunyi, mereka harus membuat alasan, dan mereka sudah selama ini merasa salah dan malu, yang sangat disayangkan karena biasanya itu sudah mereka alami selama bertahun-tahun!"[69] Identifikasi transgender dari seorang individu masih dapat menimbulkan kesulitan yang terkait dengan keberadaan stigma. Banyak orang kemudian mencari penanganan kesehatan jiwa untuk depresi dan ansietas. Beberapa orang transgender menekankan pentingnya tenaga medis mengakui identitas gender mereka agar dapat berkonsultasi dengan baik.[69] Masih terdapat masalah mengenai kesalahpahaman tentang hal yang menyangkut kondisi transgender yang dapat memperburuk kondisi kesehatan mental individu transgender. Benson (2013) juga mencatat mengenai seorang mahasiswa trans di jenjang magister psikologi yang berkata bahwa, "Kebanyakan orang mungkin tidak merasa asing dengan kata transgender, tetapi ya hanya sampai di situ saja. Saya rasa saya tidak pernah menerima pendidikan formal apapun selama di perkuliahan... saya pikir tidak semua [psikolog] pun tahu. Kebanyakan terapis—tingkat magister, doktor—mereka hanya pernah mengambil... satu kelas mengenai permasalahan GLBT. Satu kelas dari bermacam-macamnya pelatihan. Satu kelas. Dan itu paling-paling kebanyakan soal gaya hidup gay."[69] Banyak dari kebijakan perusahaan asuransi tidak mencakup pelayanan medis yang terkait dengan transisi gender sementara banyak orang tidak atau hanya memiliki sedikit cakupan asuransi. Hal tersebut menjadi perhatian terlebih dengan kurangnya pelatihan yang mencukupi bagi kebanyakan terapis dalam melayani klien transgender, yang kemudian dapat meningkatkan biaya pelayanan bagi klien dan menyulitkannya dalam menerima bantuan.[69] Kebanyakan tenaga medis yang melayani klien transgender hanya menerima pelatihan biasa mengenai identitas gender meskipun kini telah ada pelatihan awal mengenai bagaimana berinteraksi dengan orang transgender bagi tenaga medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan.[70] Kesehatan fisikProsedur medis termasuk operasi tersedia bagi individu transgdender dan transseksual (kebanyakan individu transgender di bab Kategori lain di atas umumnya tidak mencari bantuan medis untuk sub-bab ini). Terapi penyulihan hormon untuk pria trans akan memicu pertumbuhan janggut serta mempengaruhi kulit, pertumbuhan rambut, suara, dan distribui lemak pada tubuh. Terapi penyulihan hormon untuk wanita trans mempengaruhi distribusi lemak tubuh dan payudara. Laser atau elektrolisis digunakan untuk menghilangkan rambut/bulu berlebih untuk wantia trans. Prosedur operasi yang ada untuk wanita trans meliputi feminisasi suara, kulit, wajah, jakun, payudara, pinggang, bokong, serta organ genitalia. Prosedur operasi untuk pria trans meliputi maskulinisasi dada dan organ genitalia, pengangkatan uterus, ovarium, dan oviduk. Istilah terapi penentuan ulang seks (sex reassignment therapy, SRT) digunakan sebagai istilah umum untuk prosedur-prosedur fisik dalam transisi. Penggunaan istilah ganti kelamin menuai kritik karena dinilai menitikberatkan masalah pada sisi operasi. Penggunaan kata transisi lebih disarankan.[4][71] Pelaksanaan prosedur-prosedur tersebut terkait dengan tingkat disforia gender seseorang, ada atau tidaknya ganngguan identitas gender,[54] serta standar pelayanan medis yang berbeda-beda di setiap daerah.
HukumProsedur hukum di beberapa daerah mengizinkan pengubahan status gender dan nama untuk mendeskripsikan identitas gender dari seorang individu secara tepat. Persyaratan yang dibutuhkan bervariasi dari daerah ke daerah mulai dari diagnosis resmi dari dokter soal transseksualisme ataupun soal gangguan identitas gender hingga surat dokter yang menyatakan transisi gender atau juga peran gender yang berbeda dari seseorang.[30] DSM IV pada tahun 1994 mengubah entri Transsexual (Transseksual) menjadi Gender Identity Disorder (Gangguan Identitas Gender). Di banyak tempat, masyarakat transgender tidak dilindungi oleh hukum dari diskirminasi di dalam pekerjaan maupun dalam pemenuhan kebutuhan tempat tinggal.[17] Sebuah laporan bulan Februari 2011 menemukan bahwa 90% orang transgender mengalami diskriminasi pekerjaan dan dengan tingkat pengangguran dua kali lebih tinggi daripada angka untuk masyarakat keseluruhan.[15] Lebih dari 50% melaporkan pernah mengalami pelecehan atau penolakan ketika menggunakan fasilitas umum.[15] Masyarakat transgender juga mengalami tingkat diskriminasi yang tinggi dalam pelayanan kesehatan.[72] Kementerian Hukum Kanada pada bulan Mei 2016 mengajukan sebuah rancangan revisi Undang-Undang Hak Asasi Manusia Kanada untuk melindungi hak kemerdekaan ekspresi gender dan identitas gender. Rancangan tersebut akan menambahkan klausul identitas gender dan variasi gender sebagai alasan suatu diskriminasi. Pelanggar terhadap peraturan ini akan menerima sanksi yang serupa dengan aksi rasisme.[73] Status rancangan UU tersebut kini berada di Senat untuk pembacaan kedua (per 1 Desember 2016).[74] Beberapa kota dan negara bagian di Amerika Serikat memiliki peraturan anti-diskriminasi. Sebagai contoh, pada tahun 2010 di negara bagian New York, Gubernur David Paterson mengesahkan peraturan pertama yang mencakup perlindungan terhadap orang transgender.[75] Seorang siswi trans dari sebuah sekolah menengah atas di negara bagian Maine memenangkan tuntutannya di pengadilan terhadap distrik sekolahnya setelah ia dilarang oleh pihak sekolah untuk menggunakan toilet wanita.[76] Pada bulan Mei 2016, Departemen Pendidikan dan Departemen Hukum Amerika Serikat mengeluarkan keputusan yang menghimbau sekolah-sekolah negeri untuk mengizinkan murid-murid transgender menggunakan toilet yang sesuai dengan identitas gender mereka.[77] Menteri Pertahanan Amerika Serikat Chuck Hagel pada Mei 2014 menyatakan bahwa pihak militer harus mempertimbangkan kembali terhadap pelarangan individu transgender untuk menjadi tentara serta bahwa setiap warga Amerika Serikat yang memang mampu harus memiliki kesempatan tersebut.[78] Mahkamah Agung India pada bulan April 2014 menyatakan transgender sebagai "gender ketiga".[79][80][81] Masyarakat transgender di India (seperti Hijra, dsb.) memiliki sejarah panjang di kebudayaan India serta dalam mitologi Hindu.[82] Hakim Agung K. S. Radhakrishnan menyatakan bahwa tidak adanya pengakuan terhadap identitas orang transgender/Hijra membuat mereka tidak dilindungi dengan setara oleh hukum dan membuat mereka rentan terhadap kekerasan fisik maupun seksual serta diskriminasi di pekerjaan, pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Selain itu, ia menambahkan bahwa orang transgender/Hijra juga menghadapi diskriminasi dalam penggunaan ruang publik serta bahwa dengan demikian, diskriminasi atas dasar orientasi seksual atau identitas gender mencederai asas persamaan di depan hukum dan perlindungan yang sama oleh hukum dan melanggar Undang-Undang Dasar India.[83] FeminismeMeskipun feminisme gelombang kedua mengkampanyekan perbedaan seks dan gender, beberapa feminis menganggap bahwa terdapat pertentangan antara identitas transgender dengan pergerakan feminisme. Salah satunya adalah anggapan bahwa transisi laki-laki ke perempuan merendahkan identitas perempuan serta bahwa orang transgender menggambarkan peran gender dan stereotip gender tradisional. Akan tetapi, banyak dari feminis transgender menilai bahwa mereka berkontribusi terhadap feminisme dengan mempertanyakan dan menumbangkan norma gender. Feminisme gelombang ketiga dan feminisme kontemporer pada umumnya mendukung orang transgender.[84] DemografiPerkiraan jumlah orang transgender menghasilkan jumlah yang bervariasi dari beberapa penelitian dengan adanya perbedaan dalam ruang definisi hingga metode yang digunakan.[85] Sebuah penelitian dari Amsterdam Gender Dysphoria Clinic[86] menyatakan bahwa berdasarkan data selama lebih dari 40 tahun pelayanan klinik tersebut, terdapat kira-kira 1:10.000 untuk kasus pada laki-laki hasil penunjukan dan 1:30.000 untuk kasus pada perempuan hasil penunjukan. DSM-IV (1994) keluaran American Psychiatric Association menyebutkan bahwa kira-kira 1 dari 30.000 laki-laki hasil penunjukan dan 1 dari 100.000 perempuan hasil penunjukan menginginkan operasi penentuan ulang seks. Perkiraan dari beberapa penelitan tahun 1990-an dan 2000-an menyebutkan angka sekitar 1:7.400 hingga 1:42.000 pada laki-laki hasil penunjukan dan 1:30.400 hingga 1:104.000 pada perempuan hasil penunjukan.[87] Peninjauan terhadap beberapa studi menunjukkan angka 355 per 100.000 penduduk untuk orang dengan identitas transgender.[85] Sementara itu, Gates (2011) dari hasil peninjauannya terhadap studi-studi sebelumnya, memperkirakan bahwa sekitar 0,3 persen (sekitar 1 dari 300) orang dewasa di Amerika Serikat adalah orang transgender.[88] Sebuah penelitian yang diterbitkan tahun 2016 memperkirakan jumlah orang transgender Amerika Serikat sekitar 0,5 hingga 0,6 persen dari jumlah penduduk.[89][90][91] Sebuah penelitian di Swedia memperkirakan rasio 1,4:1 antara jumlah wanita trans dan jumlah pria trans yang mengajukan penanganan operasi penentuan ulang seks serta rasio 1:1 untuk jumlah orang yang menjalani proses tersebut.[92] Di dalam kebudayaanAsia-PasifikIstilah kathoey di Thailand dan Laos[93] digunakan untuk menyebut orang transgender laki-laki ke perempuan[94] dan pria gay yang feminin.[95] Kebudayaan Asia Selatan memiliki gender ketiga yang di dalam bahasa Hindi di sebut sebagai hijra. Kepercayaan tradisional Bugis di Sulawesi mengenal lima gender yaitu Oroane (laki-laki); Makunrai (perempuan); Calalai (perempuan yang berpenampilan seperti layaknya laki-laki); Calabai (laki-laki yang berpenampilan seperti layaknya perempuan); dan golongan Bissu. Masyarakat kepercayaan tradisional menganggap seorang bissu sebagai kombinasi dari semua gender tersebut.[96] Beberapa tradisi Polinesia memiliki mahu yaitu orang-orang dengan gender ketiga.[97][98] Kebudayaan Samoa mengenal orang-orang dengan gender ketiga sebagai fa'afafine.[99] Eropa dan Timur TengahOrang Gallae di masa Romawi Kuno adalah para pengikut Dewi Cybele dalam kepercayaan orang Frigia yang mengkastrasi diri mereka[100] dan memenuhi pengertian orang transgender yang ada kini.[101][102] Madinah pada Abad Pertengahan mengenal istilah mukhannatsun[103] yang mungkin adalah laki-laki homoseksual atau wanita transgender.[104] Orang burrnesha di Albania bagian utara dikenal sebagai wanita yang mengambil sumpah keperawanan untuk hidup sebagai pria.[105] Femminielli adalah laki-laki homoseksual dengan ekspresi gender feminin di dalam budaya Neapolitan.[106] Kodeks Hammurabi menyebutkan orang-orang sal-zikrum di antara kasta pendeta di masa Kekaisaran Akkadia. Di beberapa pasal, mereka diperlakukan sebagai wanita sementara di beberapa pasal lain mereka diperlakukan sebagai pria. Tidak dapat diketahui secara pasti apakah para sal-zikrum merupakan pendeta wanita yang juga mengambil peran pria dalam kaitan perannya sebagai pendeta, atau pendeta pria yang berpakaian wanita dan memiliki peran wanita. Kata sal-zikrum itu sendiri merupakan gabungan dari imbuhan bahasa Sumeria sal (perempuan) dan kata bahasa Akkadia zikrum (laki-laki).[107] AmerikaBanyak kebudayaan Pribumi Amerika yang mengenal lebih dari dua gender.[108] Beberapa contoh di antaranya adalah Ła'mana di Suku Zuñi,[109] winkte di kebudayaan Lakota,[110] serta alyhaa dan hwamee di kebudayaan orang Mohave.[111] Secara umum, mereka disebut berdache[112] atau Two-Spirit (Dua Roh).[113] Kebudayaan Zapotek memiliki gender ketiga yang disebut muxe.[114] MelelaSetiap orang transgender memiliki keinginan yang berbeda-beda mengenai kapan, bagaiaman, atau bahkan apakah ia mau menceritakan soal identitas transgendernya kepada keluarga, teman, serta orang lain. Tingkat diskriminasi[115] dan kekerasan[116] terhadap masyarakat transgender dapat menjadikan coming out atau melela sebuah hal yang berisiko. Kekhawatiran terhadap adanya repon yang sangat buruk seperti pengusiran oleh orang tua dari rumah untuk remaja transgender misalnya, adalah salah satu sebab mengapa orang transgender terkadang tidak melela kepada keluarga mereka sebelum mereka sudah cukup dewasa.[117] Kebingungan orang tua serta sikap penolakan terhadap anak dan remaja transgender dapat menyebabkan mereka hanya menyebut hal itu sebagai sebuah "fase" dan berupaya untuk mengubah anak-anak mereka kembali menjadi "normal".[118] Hari peringatan
Lambang prideLambang umum yang sering digunakan komunitas transgender adalah bendera Pride transgender. Desain bendera diciptakan oleh Monica Helms serta dikibarkan pertama kalinya pada pawai pride di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat tahun 2000. Bendera tersebut memilki lima baris warna, dua berwarna biru, dua berwarna pink, serta satu baris di tengah berwarna putih. Helms menerangkan makna dari bendera tersebut sebagai berikut.
Beberapa lambang gender juga digunakan untuk mewakilkan orang transgender, seperti lambang ⚥ dan ⚧. Lihat pula
Catatan kaki
Referensi
Bacaan lebih lanjut
Pranala luar
|