Tari GandaiTari Gandai adalah tarian khas orang Mukomuko dan Pekal di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu. Dinamakan gando karena tari ini dimainkan secara ganda atau berpasangan. Pertunjukan tari gandai dalam acara perkawinan selalu menjadi sarana berkumpul dengan semua keluarga, para tetangga, dan teman-teman sejawat. Kegiatan berkumpul ini menjadi tradisi yang diwariskan turun temurun oleh masyarakat Mukomuko. Tradisi ini dilaksanakan sebagai pelengkap acara adat perkawinan (bimbang) oleh golongan masyarakat yang memiliki tingkat ekonominya yang relatif baik.[1] EtimologiKata Gandai berasal dari kata gando yang dapat berarti "ganda", merujuk pada formasi penari yang ganda atau berpasangan. Gando merupakan dari dialek lokal masyarakat Mukomuko. Penyebutan “gando” lambat laun berubah menjadi kata “gandai”.Meskipun penari yang tampil dalam tari gandai berjumlah cukup banyak, mereka akan tetap menari dalam formasi saling berpasangan. Tidak ada penari gandai tampil sendiri atau tampil dalam formasi berpasangan lebih dari dua orang (jumlah ganjil).[2] Asal usulKeberadaan kesenian tari gandai dalam kehidupan rakyat Mukomuko yang diyakini telah berlangsung lama. Ada yang menyebutkan tari gandai telah ada semenjak Kerajaan Anak Sungai yang diperkirakan ada pada abad ke-15 (tahun 1600-an). Kerajaan tersebut dipimpin oleh seorang raja pada tahun 1691, yakni Sultan Gulumatsyah (Raja yang dikirim oleh Kerajaan Pagaruyung). Asal usul keberadan tari gandai pada masyarakat Mukomuko dan Pekal, sama-sama dipercaya berasal dari kisah atau mitos Malin Deman dan Puti Bungsu. Kisah tersebut yang menjadi awal atau asal mula adanya tari gandai dalam kehidupan masyarakat Mukomuko, dan Pekal. Konon, dulunya tari gandai ditarikan oleh saudara Puti Bungsu yang berjumlah 6 orang untuk menghibur Malin Deman. Kemudian, Malin Deman membuat suling (serunai) dari bambu (buluh) untuk mengiringi tarian tersebut. Dalam perkembangannya, tari gandai ditampilkan sebagai pelengkap upacara adat, seperti dalam upacara bimbang (perkawinan), sunat rasul, dan perayaan lainnya. Kemudian juga ditampilkan pada upacara penyambutan tamu, perayaan ulang tahun kabupaten, lomba, dan lain-lainnya.[3] Waktu dan tempatTari gandai dipentaskan pada malam hari. Malam pertunjukan tari gandai terkenal dengan sebutan malam bagandai atau badendang oleh masyarakat Mukomuko. Penamaan ini karena tari gandai diiringi dengan nyanyian pantun atau berdendang yang membuat suasana acara semakin meriah dan semarak. Waktu pelaksanaan pertunjukan tari gandai dalam acara perkawinan (bimbang) dimulai pukul 20.00 (setelah Isya dilakukan) sampai dengan pukul 04.00 WIB (menjelang waktu Subuh).[4] Tempat pementasan tari gandai pada acara pernikahan diutamakan dilaksanakan di halaman rumah keluarga pengantin. Jika tempat di rumah dianggap tidak luas maka digunakan halaman rumah salah satu tetangga atau menggunakan badan jalan yang ada di sekitar rumah. Diadakan di halaman rumah karena dianggap lebih luas ruang untuk penari bergerak atau menari dan tidak membutuhkan biaya yang banyak. Kadang-kadang tempat pertunjukan dibuat seperti pentas atau ruang panggung di pekarangan rumah yang melakukan hajat, minimal panjang 6 meter, lebarnya 5 meter, dan ukuran tinggi panggung kira-kira 50 cm.[4] PemainPenari gandai terdiri dari dua orang laki-laki sebagai pemain musik serunai dan pemukul redap, serta satu orang pendendang lagu tari gandai bisa perempuan atau laki-laki. Tari gandai memiliki 36 gerak tarian. Setiap gerak memiliki nama yang khas, serta menyimpan nilai-nilai kebaikan yang penting untuk terus digali dan diperkenalkan kepada para penari khususnya, dan masyarakat Mukomuko pada umumnya.[3] Pementasan tari gandai dilakukan oleh kelompok tari yang terdiri dari penari atau anak gandai, pemusik yang terdiri dari tukang serunai dan tukang redap, pendendang atau tukang pantun yang berada di bawah pimpinan induk gandai yang merupakan guru tari. Secara keseluruhan, anggota tari gandai ada 10 orang yang terdiri dari anak gandai, para penari berjumlah 6 orang, pemain musik sunai dan odab berjumlah 2 orang, pendendang 1 orang, dan seorang induk gandai atau guru tari. Adakalanya pendendang atau tukang pantun dilakukan oleh anak gandai, pemusik atau induk gandai. Semua pelaku pertunjukan gandai merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, jika salah satunya tidak hadir maka penampilan tari dirasa kurang lengkap dan tidak menarik untuk ditonton.[4] Referensi
|