Sirat
Al-Shirath (Arab:الصراط; Ash-Shirāth) adalah titian yang terbentang di atas permukaan neraka Jahannam yang sangat licin, gelap, memiliki kaitan, cakar dan duri.[1][2] Setelah melewati masa di Mahsyar, kaum Muslim akan dibentangkan shirath bagi mereka di atas Jahannam sehingga mereka melintasi di atasnya dengan kecepatan sesuai dengan kadar keimanan mereka. Orang yang pertama kali melewatinya adalah Nabi Muhammad ﷺ, kemudian Nabi Muhammad ﷺ berdiri di tepi shirath seraya berdoa, “Rabbi, selamatkan, selamatkan!”[3] Jika ada umat-Nya yang pernah menyekutukan Allah dengan kesyirikan besar dan belum bertaubat sebelum kematiannya, akan mengakibatkan kekekalan di dalam neraka. Adapun orang-orang kafir dengan berbagai jenisnya, musyrikin, penyembah berhala, atheis dan yang lainnya, mereka itu akan dimasukkan ke dalam neraka dan akan dibukakan ketujuh pintu Jahannam bagi mereka. Sesuai dengan surah Az Zumar: 71,
EtimologiShirâth secara etimologi bermakna jalan lurus yang terang.[4] Adapun menurut istilah, yaitu jembatan terbentang di atas neraka Jahannam yang akan dilewati oleh manusia ketika menuju Surga[5] Wujud shirathJembatan yang menghubungkan mahsyar dengan surga, Asalnya yakni artinya "Jalan yang Terbentang Luas" menurut keterangan sahabat Abu Said al-Khudry, "Jembatan ini lebih kecil dari rambut dan lebih tajam dari pedang."[6][7]. Maksud dari keterangan lebih kecil dari rambut / sebagian mengatakan seperti rambut dibelah menjadi tujuh yakni dijelaskan dalam ilmu tafsir hadits Maknawiyyah (makna hadits yang dimaksudkan) menggunakan bahasa kiasan yakni memiliki maksud sebuah ilustrasi pada orang yang kurang amal shalih saat di dunia seakan-akan orang itu telah melihat titian shirat bagaikan rambut yang dibelah menjadi tujuh. BENTUK DAN KONDISI SHIRATHDalam hadits yang sudah disebutkan di atas terdapat beberapa ciri atau sifat dan bentuk shirâth, yaitu: “Licin (lagi) mengelincirkan, di atasnya ada besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa’dân …” Dan disebutkan lagi dalam hadits bahwa shirâth tersebut memiliki kait-kait besar, yang mengait siapa yang melewatinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: وَيُضْرَبُ جِسْرُ جَهَنَّمَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُ وَدُعَاءُ الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ وَبِهِ كَلَالِيبُ مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ أَمَا رَأَيْتُمْ شَوْكَ السَّعْدَانِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهَا مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ غَيْرَ أَنَّهَا لَا يَعْلَمُ قَدْرَ عِظَمِهَا إِلَّا اللَّهُ فَتَخْطَفُ النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ رواه البخاري Dan dibentangkanlah jembatan Jahannam. Akulah orang pertama yang melewatinya. Doa para rasul pada saat itu: “Ya Allâh, selamatkanlah, selamatkanlah”. Pada shirâth itu, terdapat pengait-pengait seperti duri pohon Sa’dân. Pernahkah kalian melihatnya?” Para Sahabat menjawab, “Pernah, wahai Rasûlullâh. Maka ia seperti duri pohon Sa’dân, tiada yang mengetahui ukuran besarnya kecuali Allâh. Maka ia mencangkok manusia sesuai dengan amalan mereka. [HR. al-Bukhâri] Di samping itu, para Ulama menyebutkan pula bahwa shirâth tersebut lebih halus daripada rambut, lebih tajam dari pada pedang, dan lebih panas daripada bara api, licin dan mengelincirkan. Hal ini berdasarkan pada beberapa riwayat, baik yang disandarkan langsung kepada Nabi Muhammad ﷺ ataupun kepada para Sahabat tetapi dihukumi marfû’. Sebab, para Sahabat tidak mungkin mengatakannya dengan dasar ijtihad pribadi mereka tentang suatu perkara yang ghaib, melainkan hal tersebut telah mereka dengar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Sa’id Radhiyallahu anhu berkata: “Sampai kepadaku kabar bahwa shirâth itu lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang”. {HR Muslim 1/117} Setelah kita amati dalil-dalil tersebut di atas dapat kita ikhtisarkan di sini sifat dan bentuk shirâth tersebut sebagaimana berikut:
Landasan keyakinan tentang adanya shirâth pada hari Kiamat berdasarkan kepada ijma’ para ulama Ahlus Sunnah yang bersumberkan kepada dalil-dalil yang akurat dari al-Qur`ân dan Sunnah. Berikut ini kita sebutkan beberapa dalil yang menerangkan tentang adanya shirâth. Di antara ulama berhujjah dengan firman Allâh Azza wa Jalla berikut: وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا "Dan tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan akan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Rabbmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan" [Maryam/19:71] Diriwayatkan dari kalangan para Sahabat, di antaranya; Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu, Ibnu Mas’ûd Radhiyallahu anhu dan Ka’ab bin Ahbâr bahwa yang dimaksud dengan mendatangi neraka dalam ayat tersebut adalah melewati shirâth Sementara itu, banyak sekali riwayat dari Rasûlullâh ﷺ tentang ini, di antaranya: Sabda Rasûlullâh ﷺ yang berbunyi: ثُمَّ يُؤْتَى بِالْجَسْرِ فَيُجْعَلُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْجَسْرُ قَالَ مَدْحَضَةٌ مَزِلَّةٌ عَلَيْهِ خَطَاطِيفُ وَكَلَالِيبُ وَحَسَكَةٌ مُفَلْطَحَةٌ لَهَا شَوْكَةٌ عُقَيْفَاءُ تَكُونُ بِنَجْدٍ يُقَالُ لَهَا السَّعْدَانُ "Kemudian didatangkan jembatan lalu dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam. Kami (para Sahabat) bertanya: “Wahai Rasûlullâh, bagaimana (bentuk) jembatan itu?”. Jawab beliau, “Licin (lagi) mengelincirkan. Di atasnya terdapat besi-besi pengait dan kawat berduri yang ujungnya bengkok, ia bagaikan pohon berduri di Nejd, dikenal dengan pohon Sa’dân" [Muttafaqun ‘alaih] [9] {Tafsîr Ibnu Katsîr 5/254} Sepuluh kumpulan manusia di shirathManusia yang pertama kali menginjakkan kakinya di shirath adalah Nabi Muhammad ﷺ, dia akan memimpin kumpulan-kumpulan umatnya. Kumpulannya terbagi menjadi 10 bagian, yaitu:
Dikatakan bahwa, di pintu surga, ada pohon yang mempunyai banyak dahan. Jumlah dahannya tidak terkira, hanya Allâh Azza wa Jalla saja yang mengetahui. Di atasnya ada anak-anak yang telah mati semasa di dunia ketika umur mereka belum baligh (dewasa). Apabila mereka melihat orang tua mereka, mereka menyambutnya dan mengiringi mereka memasuki surga. Mereka memberikan gelas-gelas dan ceret serta handuk dari sutera. Catatan kaki
|