Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi Ci (Sungai) Aruteun, anak sungai dari Ci Sadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan masa Tarumanagara.[1] LokasiPrasasti Ciaruteun terletak di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada koordinat 6°31’23,6” LS dan 106°41’28,2” BT. Lokasi ini terletak sekitar 19 kilometer sebelah barat laut dari pusat kota Bogor. Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir) yang diapit oleh tiga sungai: Ci Sadane, Ci Anten dan Ci Aruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, tetapi sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Tak jauh dari prasasti ini, masih dalam kawasan Ciaruteun, ditemukan pula Prasasti Kebonkopi I. Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara". PenemuanPada tahun 1863 di Hindia Belanda, sebuah batu besar dengan ukiran aksara purba dilaporkan ditemukan di dekat Tjampea (Ciampea), tak jauh dari Buitenzorg (kini Bogor). Batu berukir tersebut ditemukan di Kampung Muara, di aliran Ci Aruteun, salah satu anak sungai Cisadane.[1] Segera pada tahun yang sama, prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataviasche Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional) di Batavia. Akibat banjir besar pada tahun 1893 batu prasasti ini terhanyutkan beberapa meter ke hilir dan bagian batu yang bertulisan menjadi terbalik posisinya ke bawah. Kemudian pada tahun 1903 prasasti ini dipindahkan ke tempat semula. Pada tahun 1981 Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengangkat dan memindahkan prasasti batu ini agar tidak terulang terseret banjir bandang. Selain itu prasasti ini kini dilindungi bangunan pendopo, untuk melindungi prasasti ini dari curah hujan dan cuaca, serta melindunginya dari tangan jahil. Replika berupa cetakan resin dari prasasti ini kini disimpan di tiga museum, yaitu Museum Nasional Indonesia dan Museum Sejarah Jakarta di Jakarta dan Museum Sri Baduga di Bandung.[1] BahanPrasasti Ciaruteun dibuat dari batu kali atau batu alam. Batu ini berbobot delapan ton dan berukuran 200 cm kali 150 cm.[1] IsiPrasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari empat baris dan pada bagian atas tulisan terdapat pahatan sepasang telapak kaki, gambar umbi dan sulur-suluran (pilin), dan laba-laba.[2] Tulisan yang tertera di prasasti dapat dibaca sebagai berikut.
Tulisan tersebut dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai berikut.
Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti tersebut. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan Dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat. Penggunaan cetakan telapak kaki pada masa itu mungkin dimaksudkan sebagai tanda keaslian, mirip dengan tanda tangan zaman sekarang. Hal ini mungkin sebagai tanda kepemilikan atas tanah.[1] Lihat pulaReferensi
Daftar pustaka
|