Perang Saudara Sri Lanka
Perang Saudara Sri Lanka (bahasa Sinhala: ශ්රී ලංකාවේ සිවිල් යුද්ධය; bahasa Tamil: இலங்கை உள்நாட்டுப் போர்) adalah perang saudara yang terjadi di negara pulau Sri Lanka dari tahun 1983 hingga 2009. Perang ini dimulai pada tanggal 23 Juli 1983, ketika Velupillai Prabhakaran, selaku pemimpin Pembebasan Macan Tamil Eelam (bahasa Inggris: Liberation Tigers of Tamil Eelam/LTTE) atau Macan Tamil mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah. LTTE berjuang untuk menciptakan negara Tamil merdeka yang disebut Tamil Eelam di timur laut pulau itu, sebagai akibat diskriminasi berkelanjutan dan penganiayaan keji terhadap etnis Tamil Sri Lanka oleh Pemerintah Sri Lanka yang didominasi suku Sinhala. Kekerasan meletus dalam bentuk pogrom anti-Tamil tahun 1956, 1958, 1977, 1981 dan 1983, serta pembakaran Perpustakaan Umum Jaffna tahun 1981. Kejadian ini dilakukan oleh massa etnis Sinhala yang sering kali mendapat dukungan dari negara, pada tahun-tahun pascakemerdekaan Sri Lanka dari Inggris pada tahun 1948.[18] Setelah kampanye militer selama 26 tahun, militer Sri Lanka mengalahkan Macan Tamil pada bulan Mei 2009, yang mengakhiri perang saudara.[1] Selama lebih dari 25 tahun, perang menyebabkan kerusakan yang signifikan bagi penduduk, lingkungan, dan ekonomi negara, dengan perkiraan awal 80.000–100.000 orang tewas selama perang tersebut.[14] Pada 2013, PBB memperkirakan kematian tambahan selama fase terakhir perang: "Sekitar 40.000 tewas sementara laporan independen lainnya memperkirakan jumlah warga sipil yang tewas melebihi 100.000."[19] Selama bagian awal konflik, pasukan Sri Lanka berusaha merebut kembali wilayah yang dikuasai LTTE. Taktik yang digunakan oleh Macan Tamil dalam melawan pasukan pemerintah membuat mereka terdaftar sebagai organisasi teroris di 32 negara, termasuk Amerika Serikat, India, Kanada, dan negara-negara anggota Uni Eropa. Pasukan pemerintah Sri Lanka juga dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia, impunitas sistematis terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang serius, kurangnya penghormatan terhadap habeas corpus dalam penahanan, serta penghilangan paksa.[20] Setelah dua dasawarsa pertempuran, empat percobaan perundingan damai yang gagal, serta pengerahan Angkatan Darat India dan Pasukan Penjaga Perdamaian India dari tahun 1987 hingga 1990, penyelesaian negosiasi jangka panjang untuk konflik baru dimungkinkan pada bulan Desember 2001, dan perjanjian gencatan senjata ditandatangani dengan dimediasi internasional pada tahun 2002.[21] Namun, konfrontasi terbatas muncul pada akhir 2005 dan konflik mulai meningkat sampai pemerintah melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap LTTE yang dimulai pada Juli 2006, mendorong LTTE keluar dari seluruh provinsi di timur pulau itu. LTTE menyatakan bahwa mereka akan "melanjutkan perjuangan kemerdekaan untuk mencapai kedaulatan".[22][23] Pada tahun 2007, pemerintah mengalihkan serangannya ke bagian utara negara itu, dan secara resmi mengumumkan penarikan dari perjanjian gencatan senjata pada 2 Januari 2008, sembari menuduh LTTE melanggar perjanjian tersebut lebih dari 10.000 kali.[24] Sejak itu, berkat penghancuran sejumlah kapal penyelundup senjata berat milik LTTE,[25] serta tindakan keras internasional atas pendanaan untuk Macan Tamil, pemerintah mengambil alih seluruh daerah yang sebelumnya dikuasai Macan Tamil, termasuk ibu kota de facto mereka Kilinochchi, pangkalan militer utama di Mullaitivu, dan seluruh jalan raya A9,[26] yang memaksa LTTE mengakui kekalahan pada 17 Mei 2009.[27] Menyusul kekalahan LTTE, Aliansi Nasional Tamil yang pro-LTTE membatalkan tuntutannya untuk pendirian negara yang terpisah, lalu mendukung sebuah solusi federal.[28][29] Pada Mei 2010, Mahinda Rajapaksa, selaku Presiden Sri Lanka saat itu, menunjuk Lessons Learned and Reconciliation Commission (LLRC) untuk menilai konflik yang terjadi antara perjanjian gencatan senjata tahun 2002 dan kekalahan LTTE pada 2009.[30] Sejak berakhirnya perang saudara, negara Sri Lanka menjadi sasaran kritik dunia karena melanggar hak asasi manusia berupa kejahatan perang melalui pengeboman sasaran sipil, penggunaan senjata berat, penculikan dan pembantaian orang Tamil Sri Lanka, serta tindak kekerasan seksual. LTTE menjadi terkenal karena melakukan banyak serangan keji terhadap warga sipil dan politikus, dan penggunaan bom bunuh diri terhadap sasaran militer.[31][32][33] Hari Peringatan dan Hari Peringatan Mullivaikkal dirayakan setiap tahun guna mengenang berakhirnya perang serta korban yang berjatuhan. Referensi
|