NAMC YS-11
NAMC YS-11 adalah pesawat penumpang turboprop bermesin dua produksi konsorsium Jepang, Nihon Aircraft Manufacturing Corporation (NAMC). YS-11 merupakan pesawat terbang sipil komersial pertama yang diproduksi Jepang setelah Perang Dunia II. Penerbangan perdana YS-11 dilakukan pada 30 Agustus 1962, dan mendapat sertifikat tipe dari Kementerian Transportasi Jepang pada bulan Agustus 1964. Maskapai penerbangan pertama yang menerima YS-11 adalah Toa Domestic Airlines pada 10 April 1965. Dalam jadwal penerbangan di Jepang, kode untuk pesawat ini adalah YS1 atau YS. All Nippon Airways menggunakan kode O untuk tipe pesawat ini (singkatan untuk Olympia). Kecuali pesawat Pasukan Bela Diri Jepang dan Penjaga Pantai Jepang, YS-11 sudah tidak lagi dioperasikan di Jepang. Pesawat yang dijual ke Asia Tenggara sebagian besar sudah tidak terbang lagi. Kondisi pesawat YS-11 umumnya sudah tua, kalaupun masih ada sudah disimpan di gudang atau dipereteli, dan kemungkinan tidak laik udara sebagai pesawat penumpang. SejarahProyek pesawat dalam negeriDi bawah pendudukan Sekutu, Jepang mendapat larangan terbang dari Komandan Tertinggi Kekuatan Sekutu. Jepang kembali menjadi negara merdeka setelah berlakunya Perjanjian San Francisco 1952. Sebagian larangan terbang dan membuat pesawat dihapus. Undang-Undang Dirgantara mulai berlaku pada Juli 1952. Atas ide Komandan Tertinggi Kekuatan Sekutu, maskapai penerbangan sipil Japan Airlines didirikan pada tahun 1951. Nippon Helicopter and Aeroplane (nantinya menjadi All Nippon Airways), dan Far East Airlines menyusul pada tahun 1952. Berikutnya, Nitto Aviation (nantinya menjadi Japan Air System), Fuji Airline, Toa Domestic Airlines, dan North Japan Airlines didirikan pada tahun 1953. Maskapai penerbangan Jepang pasca-Perang Dunia II mengandalkan pesawat Douglas DC-3, DC-4, dan Convair-440 produksi Amerika Serikat, serta de Havilland 114 Heron produksi Inggris. Sebelum Perang Dunia II, Jepang memiliki industri dirgantara yang sangat maju. Sebagian dari kalangan dirgantara masih ingin Jepang dapat menerbangkan kembali pesawat produksi dalam negeri. Setelah pecahnya Perang Korea pada tahun 1950, industri dirgantara Jepang mendapat order untuk mereparasi pesawat militer Amerika. Pada April 1955, Kawasaki Aircraft (sekarang Kawasaki) dan Shin Mitsubishi Heavy Industries (sekarang Mitsubishi Heavy Industries) mendapat lisensi untuk memproduksi pesawat latih jet Lockheed T-33A dan North American F-86F. Kementerian Perdagangan dan Industri (sekarang Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri) yang waktu itu memimpin industri pesawat terbang Jepang berkeinginan mengembangkan pesawat angkut yang dapat diproduksi terus menerus untuk waktu yang lama. Penumpang pesawat rute domestik di Jepang juga diperkirakan terus berkembang. Biaya pengembangan diperkirakan dapat ditekan bila Jepang memproduksi pesawat sipil yang dapat digunakan sebagai pesawat angkut militer. Proyek pesawat dalam negeri akhirnya dimulai dengan tujuan membebaskan ketergantungan transportasi udara domestik dari pesawat asing, dan menambah pemasukan devisa dari ekspor pesawat. Setelah banyak diterima pesanan pesawat militer dari dunia internasional, teknologi pembuatan pesawat makin dikuasai, dan dapat dialihkan untuk pesawat penumpang. Pesawat dapat dijual dengan harga bersaing karena biaya pengembangan dapat ditekan. Kementerian Transportasi yang tidak mau kalah dari Kementerian Perdagangan, ikut membuat draf tambahan mengenai pengembangan pesawat angkut sipil. Keduanya kemudian berebut wewenang pembuatan pesawat terbang. Berdasarkan kesepakatan rapat kabinet, administrasi dilakukan oleh dua kementerian; wewenang Kementerian Transportasi hingga sertifikasi tipe dan sertifikasi kelayakan udara, dan wewenang Kementerian Perdagangan dan Industri mulai dari sertifikasi produksi hingga administrasi produksi.[1] Pada tahun 1956, Kementerian Transportasi mempercayakan "riset keselamatan pesawat domestik ukuran sedang" kepada Shin Meiwa Industries (sekarang Shin Maywa Industries) yang kemudian memulai riset pendahuluan pesawat penumpang domestik. Riset dilakukan oleh Shizuo Kikuhara dan Kōichi Tokuda dari Shin Meiwa yang nantinya juga ikut serta dalam desain pesawat. Keduanya meneliti kemungkinan membuat pesawat penerus DC-3. Usulan yang mereka ajukan, pertama: pesawat bermesin piston ganda kapasitas 36 penumpang, kedua: kapasitas 32 penumpang, ketiga: pesawat turboprop ganda kapasitas 52 penumpang, keempat: 53 penumpang. Usulan ketiga akhirnya dianggap paling sesuai (turboprop ganda, 52 penumpang), dan dijadikan konsep awal YS-11.[1] Pembentukan Asosiasi Riset Desain Pesawat AngkutProyek desain pesawat sipil produksi dalam negeri dimulai pada tahun 1956 setelah dibentuknya Divisi Persenjataan dan Pesawat di Kementerian Perdagangan dan Industri, dengan Shōichi Akazawa sebagai pimpinan. Proyek tersebut dimulai untuk mengantisipasi pencabutan sepenuhnya larangan operasi dan produksi pesawat terbang Jepang pada tahun 1957. Kementerian Perdagangan lalu mengadakan pertemuan terpisah dengan perusahaan pembuatan pesawat terbang yang ada di Jepang. Setelah persetujuan didapat dari mereka, Kementerian Perdagangan meminta Asosiasi Industri Pesawat Terbang Jepang untuk mengajukan usulan pesawat angkut ukuran sedang. Dari usulan proyek yang diajukan, Kementerian Perdagangan menjadikannya sebagai proyek berjangka 5 tahun. Anggaran untuk tahun 1957 diajukan sebesar ¥80.000.000, namun hingga negosiasi pertama hingga negosiasi ketiga selesai, anggaran tidak juga disetujui. Anggaran akhirnya disetujui setelah Menteri Perdagangan Mikio Mizuda berunding dengan Menteri Keuangan Hayato Ikeda. Sebagai tambahan juga didapat uang subsidi untuk riset teknik metalurgi sebesar 35 juta yen.[2] Asosiasi Riset Desain Pesawat Angkut didirikan di dalam kampus Universitas Tokyo pada Mei 1957 oleh Daizō Shōda yang naik pangkat sebagai wakil direktur Shin Mitsubishi dan Profesor Hidemasa Kimura dari Nihon University, dan pekerjaan merancang pesawat angkut dimulai. Dari pihak industri penerbangan, perusahaan yang ikut serta adalah Shin Mitsubishi Heavy Industries, Kawasaki Aircraft (sekarang Kawasaki Heavy Industries), Fuji Heavy Industries, Shin Meiwa Industries, Nippi, Showa Aircraft Industry. Dari perusahaan suku cadang ikut bergabung Sumitomo Metal Industries, Shimadzu Corporation, NEC, Toshiba, Mitsubishi Electric, Tokyo Koku Keiki Seizosho. Kerja sama dengan berbagai perusahaan dimaksudkan untuk mencegah protes akan adanya proyek besar yang dimonopoli satu perusahaan tertentu.[2] Proyek didukung oleh pakar penerbangan Jepang yang pernah membuat pesawat tempur selama Perang Dunia II. Dari Shin Mitsubishi diutus Jiro Horikoshi yang pernah membuat Mitsubishi A6M Zero, J2M Raiden dan A7M Reppū. Dari Fuji Heavy Industries diutus Ōta Minoru yang sewaktu bekerja untuk Nakajima Aircraft Company pernah merancang Nakajima Ki-43. Dari Shin Meiwa Industries dikirim Shizuo Kikuhara yang sewaktu bekerja untuk Kawanishi Aircraft Company pernah mendesain pesawat tempur Kawanishi N1K-J dan pesawat amfibi Kawanishi H8K. Takeo Doi dari Kawasaki Heavy Industries pernah merancang Kawasaki Ki-61 Hien dan Kawasaki Ki-100. Ditambah Profesor Hidemasa Kimura yang berpengalaman membuat pesawat eksperimental jarak jauh Koken, kelima pakar penerbangan Jepang yang bergabung dalam asosiasi disebut "Lima Samurai". Dengan mempertimbangkan kebutuhan rute domestik, pesawat dirancang untuk dapat menggunakan landas pacu 1.200 m, memiliki daya jelajah 500 mil–1000 mil, dan tipe sayap rendah yang dipilih berdasarkan pertimbangan kemudahan perawatan. Berdasarkan pertimbangan ekonomis, kapasitas di atas 60 penumpang, mesin turboprop ganda, waktu pengembangan 4 tahun, dan biaya pengembangan dasar sebesar 3 miliar yen. Mengingat usia pakai sebagian besar pesawat penumpang milik Jepang saat itu yang hanya tinggal 3–4 tahun lagi, Kementerian Transportasi menganggap waktu pengembangan 5 tahun terlalu lama, dan akhirnya dipersingkat menjadi 4 tahun.[2] Sebagai bagian dari usaha memperoleh dana pemerintah dan menjelaskan tentang produksi pesawat penumpang dalam negeri, sebuah maket pesawat (mockup) dipamerkan di hanggar Nippi di Sugita, Yokohama pada 11 Desember 1958. Maket pesawat dibuat dengan tujuan mendapatkan uang dari pemerintah untuk membuat pesawat prototipe, dan tidak didasarkan rancangan teknis. Interior kabin dibuat sebagus mungkin, juga dipamerkan ruang kokpit dan dua toilet. Interior didesain oleh Riki Watanabe, kabin berisi 5 kursi satu baris, dengan kain tenun Nishijin sebagai bahan pelapis kursi. Satu buah kursi dikabarkan berharga lebih dari ¥500.000.[1] Slogan "Mari bertemu di Yokohama Sugita tanggal 11" yang digunakan sebagai undangan melihat maket YS-11 sering salah diartikan sebagai asal usul nama YS-11. Meskipun pembuatan mockup sudah menghabiskan ¥55.000.000, mekanisme hidup-mati lampu tidak ada, dan sakelar harus dioperasikan secara manual. Kode YS berasal dari nama dalam bahasa Jepang untuk Asosiasi Riset Desain Pesawat Angkut (Yusōki Sekkei Kenkyū Kyōkai); Y dari kata yusōki (pesawat angkut) dan S dari kata sekkei (desain). Angka 1 pertama dari kode 11 berasal dari pilihan nomor 1 (mesin Rolls-Royce Dart 10K) yang ternyata dipilih dari beberapa usulan mesin, dan angka 1 yang kedua berasal dari pilihan nomor 1 dari beberapa usulan badan pesawat. Pada waktu itu terdapat sejumlah pilihan yang berbeda untuk rancangan pesawat, letak sayap, dan luas kabin. Pendirian konsorsium NAMCAsosiasi Riset Desain Pesawat Angkut dibubarkan setelah konsorsium Nihon Aircraft Manufacturing Company (NAMC) didirikan pada 1 Juni 1959. Konsorsium NAMC bermodalkan 500 juta yen, 300 juta yen berasal dari investasi pemerintah, dan 200 juta yen berasal dari investasi swasta. Direktur pertama NAMC adalah Yasuzo Shoda mantan Ketua Dewan Asosiasi Riset Desain Pesawat Angkut. Selain 6 industri pesawat terbang, ditambah perusahaan material dan suku cadang yang sebelumnya bergabung dalam asosiasi, NAMC juga mengikutsertakan perusahaan dagang dan lembaga keuangan.[2] NAMC mulai beroperasi dengan total 125 karyawan, di antaranya 30 orang mantan pegawai asosiasi dan 13 pegawai yang dikirim oleh para penanam modal. Setelah kelima perancang pesawat ("Lima Samurai") menyatakan tidak mau campur tangan dalam produksi, kepala bagian teknik dipercayakan kepada Teruo Tojo dari Mitsubishi. Teruo Tojo adalah putra kedua Hideki Tojo yang diarahkan ayahnya untuk menjadi insinyur dan bukan seorang tentara. Tojo pernah bekerja untuk Jiro Horikoshi sewaktu merancang A6M Zero. Rancangan pesawat dilakukan oleh NAMC yang juga melakukan pengawasan produksi, mutu, penjualan, dan layanan purnajual. Departemen desain dibagi menjadi 6 divisi: divisi 1: manajemen desain & umum, divisi 2: proyek keseluruhan (aerodinamik, kinerja, riset dasar), divisi 3: struktur badan pesawat, pemasangan kursi, kekuatan badan pesawat, divisi 4: sayap utama, nosel mesin, pemasangan mesin, instalasi bahan bakar, divisi 5: sayap ekor, roda pendarat, hidraulis, dan divisi 6: listrik, radio, instrumen, kabin bertekanan, kedap air, pemasangan kabin. Tahap produksi dikerjakan industri pembuat pesawat terbang yang tergabung dalam konsorsium.[2] Setelah industri penerbangan asing mengetahui Jepang secara resmi sedang membuat sendiri pesawat angkut ukuran sedang, mereka mendesak Jepang agar mau bekerja sama dengan Convair dari Amerika Serikat, Fokker dari Belanda, atau British Aerospace (BAC) dari Inggris. Jepang juga mendapat tawaran untuk memproduksi pesawat terbang di bawah lisensi (dalam kata lain, diminta untuk menghentikan produksi pesawat dalam negeri). Produsen pesawat di Eropa dan Amerika Serikat masing-masing memiliki pesawat generasi penerus DC-3, dan tidak mengharapkan persaingan dari pesawat sejenis buatan Jepang. Fokker terutama memiliki Fokker F27 Friendship yang memiliki spesifikasi hampir serupa dengan YS-11. Desakan Fokker agar membatalkan proyek YS-11 akhirnya ditolak oleh Kementerian Perdagangan. Tahap produksiSebagai pesawat berukuran sedang, bagian tengah badan pesawat yang membundar dirancang agak panjang untuk memberi kesan kabin yang lebih lapang. Sesuai gambar rancangan awal, badan pesawat dibuat gemuk (diameter luar 3,3 m), namun setelah dihitung kembali ternyata pesawat terlalu berat, dan diubah agar agak ramping (diameter luar 2,88 m). Pesawat berbadan lebar tidak dapat dioperasikan sebagai pesawat STOL di bandar udara kota-kota kecil yang memiliki landas pacu pendek. Kalau sebelumnya kabin dapat memuat 5 kursi dalam satu baris, setelah lebar badan pesawat dikurangi, kabin hanya dapat memuat 4 kursi dalam satu baris.[2] Sayap utama dirancang sebagai sayap rendah untuk kemudahan perawatan, dan waktu mengambang di permukaan air yang lebih lama dalam pendaratan darurat. Selain itu, desain sayap rendah memungkinkan pesawat dioperasikan sebagai pesawat komuter untuk landas pacu kelas 1.200 meter. Pembuatan komponen dikerjakan oleh 7 perusahaan: Shin Mitsubishi Heavy Industries, Kawasaki Aircraft, Fuji Heavy Industris, Shin Meiwa Industries, Nippi, Showa Aircraft Industry, dan Sumitomo Precision Products. Tahap akhir perakitan dilakukan oleh Mitsubishi di Komaki, Prefektur Aichi. Nama perusahaan dan komponen yang diproduksi:
Pengembangan jig juga dilakukan sambil proyek berjalan. Teknik pembuatan pesawat militer dari periode sebelum Perang Dunia II nyaris tidak berguna untuk membuat pesawat sipil yang perlu sertifikasi FAA sebelum diekspor.[2] Pesawat dipastikan memakai mesin produksi luar negeri karena sertifikat kelaikan udara bagi mesin buatan dalam negeri diperkirakan pasti sulit diperoleh. Mesin yang dipilih adalah mesin turboprop Rolls-Royce Rolls-Royce Dart 10 yang sedang populer saat itu, dilengkapi propeler empat bilah buatan Dowty Rotol yang juga dibeli dari Inggris. Goodyear memasok roda pendaratan. Perangkat avionik, radar cuaca, dan peralatan radio hampir semua dibeli dari Amerika Serikat. Duralumin dipasok oleh Alcoa memenuhi Standar Militer Amerika Serikat dengan kualitas di atas Standar Industri Jepang. Perusahaan logam dalam negeri sudah menyatakan niatnya untuk turut serta, namun mereka tidak mampu memproduksi duralumin secara massal. Harga dalam negeri yang tidak bersaing juga dijadikan alasan Alcoa dipilih untuk memasok logam bahan pesawat.[2] Pesawat prototipePesawat uji nomor satu (uji kekuatan statik) dan pesawat uji nomor dua (uji kelelahan struktur) mulai diuji sejak bulan Juli 1962. Hingga April 1965, pesawat uji nomor dua sudah menjalani lebih dari 200.000 kali daur uji kelelahan struktur pesawat. Sejumlah 90.000 jam dari 225.000 jam uji badan pesawat, dan 64.000 jam dari 189.000 jam uji sayap utama berakhir dengan tanpa retak sama sekali. Walaupun setelah itu terjadi perambatan retak, laju perambatan retak berlangsung lambat. Uji kekuatan statik pesawat penumpang umumnya dilakukan 2–4 kali lipat lebih berat. Desain YS-11 didasarkan pada alasan rasional dan efisiensi (rekayasa nilai), namun untuk YS-11 yang ditargetkan memiliki usia pakai 30.000 jam, desain rasional sebetulnya tidak perlu. Kekuatan statik YS-11 yang sebenarnya jauh melampaui perkiraan sebelumnya, sayap utama antara 75 tahun dan 95 tahun dan badan pesawat antara 90 tahun dan 110 tahun masih dapat terbang.[3] Terakhir kali Jepang memiliki pesawat angkut produksi dalam negeri adalah Nakajima AT-2 pada tahun 1936. Para perancang YS-11 kemungkinan tidak begitu tahu target kekuatan struktur untuk pesawat sekelas YS-11. Di kemudian hari, YS-11 dikritik sebagai "terlalu kuat" sekaligus dipuji sebagai pesawat dengan usia pakai yang panjang. Pada 11 Juli 1962, pesawat prototipe nomor 1 (1001) untuk pertama kalinya keluar dari hanggar Shin Mitsubishi di Komaki. Setelah selama sebulan menjalani inspeksi avionik, uji stabilitas, uji bahan bakar, unjuk kerja propeler, dan radio VHF, penyalaan mesin untuk pertama kali dilakukan pada 14 Agustus 1962. Dua minggu kemudian, mulai 25 Agustus dilakukan uji darat berupa uji coba rem di landas pacu. NAMC mengundang lebih dari 200 wartawan, dan pesawat prototipe nomor 1 melakukan penerbangan perdana yang ditayangkan langsung oleh televisi Jepang pada 30 Agustus 1962. Pada badan pesawat ditulis "YS-11 Prop-Jet". Sebagai pilot uji adalah kapten pilot Keizo Kondo (kepala bagian teknik) dan kopilot Eizo Hasegawa. Pesawat diterbangkan di atas Bandar Udara Nagoya dan Teluk Ise selama 56 menit. Berbagai macam pemeriksaan dan demonstrasi di depan media massa berakhir dengan sukses. Pada Oktober 1962, All Nippon Airways menandatangani kontrak pendahuluan untuk pemesanan 20 pesawat YS-11, dan produksi YS-11 dimulai. Meskipun demikian, akibat masalah teknis pada tahap uji coba produksi YS-11, ANA baru menandatangani kontrak pembelian secara resmi dua tahun kemudian pada tahun 1964. ANA hanya mau membayar 90% dari harga pembelian, dan melunasi 10% sisanya setelah YS-11 terbukti aman diterbangkan. Pelunasan pembayaran juga ditolak oleh Toa Domestic Airlines, dan Japan Domestic Airlines yang hanya mau membayar 90% dari harga pembelian. Japan Airlines yang pernah secara tidak resmi menyatakan minatnya pada YS-11 juga batal membeli.[2] MasalahPengembangan YS-11 bukannya tanpa masalah. Pesawat ini terungkap sulit dikemudikan. Upacara peluncuran YS-11 dilakukan di Bandar Udara Haneda dengan mengundang Putra Mahkota Akihito (sekarang Kaisar Jepang). Beberapa hari kemudian dilakukan uji terbang pesawat prototipe nomor 2 (1002). Pesawat nomor 2 bergetar dan berisik akibat buruknya aerodinamika. Kestabilan pesawat nomor 2 ternyata paling parah, vorteks dari propeler menyebabkan pesawat terbawa terbang ke kanan, dan kemudi belok hampir-hampir tidak berfungsi. Dalam uji terbang, pesawat nyaris jatuh setelah mengalami tailspin (meluncur ke bawah sambil berputar-putar).[1][2] Hasil pemeriksaan FAA juga membeberkan masalah yang membuat pesawat harus diperbaiki besar-besaran. Perbaikan ternyata membutuhkan waktu sangat lama. Media massa antara lain menjuluki YS-11 sebagai "pesawat terbang yang tidak bisa terbang". Penyerahan pertama ke ANA pasti terlambat, sehingga ANA memutuskan untuk membeli F-27 Friendship dari Fokker. Teruo Tojo sudah dipulangkan ke pos semula di Mitsubishi setelah melihat penerbangan perdana YS-11. Namun ia kembali dipanggil ke NAMC untuk membantu perbaikan YS-11. Masalah kestabilan dapat diatasi dengan memperbesar sudut dihedral dari 4°19′menjadi 6°19′, namun perubahan desain dan perakitan ulang diperkirakan memakan waktu 1 tahun. Pada akhirnya saran Takeo Doi dari Kawasaki yang dipakai. Komponen seperti pasak diselipkan di pangkal sayap sehingga sudut dihedral diperbesar 2 derajat. Kemudi angkat dan kemudi belok yang tadinya memakai tab penyeimbang diganti dengan spring tab penemuan baru. Kecenderungan pesawat untuk terbang ke kanan diatasi dengan memasang tonjolan berbentuk segitiga pada sayap di samping nosel mesin (tonjolan ini berbentuk seperti pick untuk shamisen sehingga dijuluki shamisenbachi). Posisi roda pendarat utama juga dimundurkan sedikit ke arah belakang untuk memperbaiki kemudahan penyetiran pesawat di darat. Setelah selesai dirombak besar-besaran, YS-11 diperiksa ulang oleh FAA. YS-11 lolos uji lepas landas dengan satu mesin (setelah lepas landas, satu mesin dimatikan). Inspektur FAA dikabarkan puas dengan YS-11 yang menurut mereka memenuhi standar. Mulai beroperasiKementerian Transportasi memberikan sertifikat tipe untuk YS-11 pada bulan Agustus 1964, dan setelah itu dimulai penyerahan pesawat untuk maskapai penerbangan dalam negeri. Sejak penerbangan perdana hingga dikeluarkannya sertifikat tipe, pesawat prototipe nomor 1 telah mengumpulkan 540 jam terbang, sementara pesawat prototipe nomor 2 telah mengumpulkan 460 jam terbang. Pada 9 September 1964, pesawat prototipe nomor 2 (JA8612) yang disewa beli oleh ANA membawa api Olimpiade dalam perjalanan keliling Jepang sebelum dinyalakan pada Olimpiade Tokyo 1964. Perjalanan ke daerah-daerah ini juga sekaligus merupakan promosi untuk YS-11. Setelah memakai YS-11 untuk berkeliling membawa api Olimpiade, ANA menyebut pesawat-pesawat YS-11 miliknya sebagai "Olympia". Pada badan pesawat maupun tabel jadwal penerbangan, ANA tidak pernah menulis pesawat ini sebagai YS-11, melainkan sebagai "Olympia". Operator YS-11 di Amerika Serikat, Piedmont Airlines juga tidak menyebut pesawat ini sebagai YS-11. Di Amerika Serikat, kepercayaan terhadap produk Jepang waktu itu masih buruk. Dalam iklan dan jadwal penerbangan, Piedmont menyebut pesawat ini sebagai "Rolls Royce Turboprop Jet". YS-11 sama sekali tidak disebut sebagai pesawat buatan Jepang. Pada 30 Maret 1965, YS-11 produksi massal nomor 1 (2003) mendapat sertifikat kelaikan udara dari Kementerian Transportasi. Penyerahan pesanan ke operator dalam negeri dimulai pada bulan April 1965. Sertifikasi FAA didapat pada bulan September 1965, dan YS-11 siap untuk diekspor. Maskapai penerbangan dalam negeri yang pertama menerima YS-11 adalah Toa Domestic Airlines pada 10 April 1965. Pesawat yang diserahkan adalah YS-11 produksi massal nomor 2 JA8639 (S/N 2004). Meskipun demikian, Japan Domestic Airlines adalah operator pertama YS-11 di Jepang. YS-11 produksi massal nomor 1 milik Kementerian Transportasi mulai dioperasikan Japan Domestic Airlines pada 1 April 1965 untuk melayani rute reguler Tokyo–Tokushima–Kochi. Penyerahan YS-11 untuk Japan Domestic Airlines lebih lambat dari rencana pembukaan rute sehingga dilakukan sewa beli prototipe nomor 2 dari NAMC pada 11 Maret 1965. Pesawat prototipe nomor 2 sebelumnya pernah dipakai oleh ANA untuk membawa api Olimpiade, sehingga livery dicat ulang dengan livery Japan Domestic Airlines, dan diberi nama Seika-gō atau Api Olimpiade (generasi 1). Pesawat YS-11 yang pertama diterima Japan Domestic Airlines adalah produksi massal nomor 4 (S/N 2006) JA8640, diterima pada 15 Mei 1965, dan diberi nama Shinju-gō (Mutiara). Masih pada tahun yang sama, Japan Domestic Airlines menerima produksi massal nomor 14 (S/N 2006) JA8651, dan diberi nama Seika-gō (generasi 2), sementara Seika-gō (generasi 1) dikembalikan ke NAMC.[2] YS-11 Toa Domestic Airlines mulai 10 Mei 1965 melayani rute Hiroshima–Osaka dan Osaka–Yonago. Masih pada 31 Mei tahun yang sama, Southwest Air Lines (Nansei Kōkū) menerima YS-11 hasil sewa beli, dan mulai menerbangi rute Naha–Miyakojima pada 8 Juni 1965. Pada 29 Juli 1965, ANA menerima YS-11 dan mulai menerbangi rute Osaka–Kochi. Pada 1 April 1969, Japan Airlines menyewa YS-11 secara wet lease dari Japan Domestic Airlines untuk melayani rute Fukuoka–Busan, dan sekaligus merupakan rute internasional pertama yang diterbangi YS-11. Sebelumnya untuk rute Fukuoka–Busan, Japan Airlines ingin memakai Boeing 727, namun rute tersebut sudah lebih dulu dilayani Korean Air Lines dengan YS-11. Pemerintah Korea Selatan menyatakan keberatan JAL memakai tipe pesawat yang berbeda, sehingga JAL akhirnya memakai YS-11 untuk rute Fukuoka–Busan.[2] Setelah YS-11-100 mulai banyak beroperasi, laporan-laporan mengenai kecacatan produksi mulai diterima, mulai dari abnormalitas roda pendarat utama, kesalahan desain pintu buka tutup roda pendarat, hingga kerusakan sistem listrik akibat rembesan air hujan dari sambungan panel. Setelah dilakukan perbaikan rancangan, hasilnya berupa YS-11A (kode 2050 dan selanjutnya) yang selesai pada tahun 1967. Pada tahun 1968, hampir semua masalah dapat diatasi. Satu pesawat YS-11 rata-rata memiliki lebih dari 300 jam terbang per bulan, dan membanggakan persentase keberangkatan tepat waktu sebesar 99%. DieksporUsaha mencari pembeli YS-11 di luar negeri dilakukan dengan mendirikan misi riset pasar oleh Asosiasi Ekspor Pesawat Jepang dan Industri Dirgantara Jepang pada 15 Januari 1964. Misi dagang ini dikirim ke Asia Tenggara dan Australia. NAMC sama sekali tidak memiliki pengalaman menjual pesawat sehingga harus mengandalkan jaringan penjualan sogo shosha.[2] Ekspor pertama YS-11 diterima maskapai penerbangan Filipinas Orient Airways dari Filipina pada Oktober 1965. YS-11 nomor 2012 diserahkan sebagai bagian dari pembayaran pampasan perang. Filipinas Orient Airways nantinya sempat mengoperasikan 4 pesawat YS-11. NAMC waktu itu belum punya nama apalagi prestasi sebagai pembuat pesawat. Satu-satunya cara promosi yang dilakukan NAMC adalah membawa pesawat YS-11 secara berkeliling dan memperlihatkan demonstrasi terbang kepada para calon pembeli. Dari 15 September hingga 13 Oktober 1966, YS-11 diterbangkan ke Amerika Serikat, dan dibawa berkeliling ke San Francisco, Denver, St. Louis, Washington, D.C., serta Miami. Maskapai penerbangan yang melayani rute jarak pendek Piedmont Airlines dan Hawaiian Airlines akhirnya berminat untuk membeli sejumlah YS-11. Hawaiian Airlines mengoperasikan 3 pesawat YS-11 berdasarkan perjanjian sewa beli. Namun baru setahun beroperasi, semua pesawat dikembalikan. Keluhan mereka di antaranya mengenai desain kabin, pesawat bergetar, berisik, dan pintu masuk yang terlalu pendek. Setelah dilakukan perbaikan, keluhan dari operator luar negeri menghasilkan tipe baru YS-11A.[2] Dari 25 Januari hingga 15 Maret 1967, YS-11 dibawa berkeliling ke Amerika Selatan untuk demonstrasi terbang di Peru, Argentina, Chili, dan Brasil, dilanjutkan ke Kanada dari 2 Desember hingga 12 Desember. Perjalanan keliling ke Inggris, Jerman Barat, Swedia, Italia, Yugoslavia, Yunani, Arab Saudi, Pakistan, Nepal, Burma, Thailand, Malaysia dilakukan dari 27 Agustus hingga 28 Oktober 1968. Negara-negara Asia yang dikunjungi rata-rata menyatakan tidak memiliki uang untuk membeli, sehingga tidak ada satu pun pesawat yang laku, namun pesanan mulai berdatangan dari Brasil, Argentina, dan Chili. Persaingan terlalu berat di Eropa, dan pesanan hanya datang dari Yunani. YS-11 juga dipamerkan di Farnborough Airshow 1968 dan melakukan demonstrasi terbang. Di Farnborough, Olympic Airlines menandatangani kontrak pembelian YS-11. Termasuk dua pesawat yang diperoleh lewat sewa beli jangka pendek, Olympic Airlines sempat mengoperasikan 10 pesawat YS-11.[2] Partisipasi di Farnborough waktu itu dibatasi hanya untuk industri pesawat terbang Eropa. YS-11 dapat mengikuti pameran karena memakai mesin Rolls Royce produksi Inggris, dan dimasukkan sebagai pesawat produksi Inggris dan diizinkan melakukan demonstrasi terbang.[1] Dari 27 Februari sampai 1 Maret 1969, YS-11 diterbangkan ke Meksiko. Mulai 3 Desember 1969 hingga 14 Februari 1970, YS-11 dibawa terbang ke Maroko, Senegal, Kamerun, Zaire, Afrika Tengah, dan Zambia, dilanjutkan hingga ke Singapura (18 Januari–22 Januari). Dari 20 Juni hingga 9 Juli 1970, YS-11 melanglang buana ke Mesir, Kenya, Sudan, Afrika Selatan, dan berakhir di Saigon, Vietnam Selatan (28 Juli hingga 3 Agustus) ketika Perang Vietnam sedang berlangsung. Sebagai hasil tur promosi, NAMC menerima sejumlah pesanan pesawat YS-11. Pesanan mengalirSetelah Piedmont Airlines yang dikenal sebagai maskapai penerbangan ternama di Amerika Serikat memesan 20 pesawat YS-11 (termasuk opsi pembelian), nama YS-11 makin dikenal. Pesanan dari luar negeri terus berdatangan, terutama dari Brasil. Pada akhir tahun 1967, kapasitas produksi pabrik YS-11 di Komaki ditingkatkan dari 1,5 pesawat/bulan menjadi 2 pesawat/bulan. Pada akhir 1968, pesanan pesawat YS-11 sudah melampaui angka 100 pesawat (pesanan lebih dari 50 pesawat diterima pada tahun 1968). Pada 17 April 1969, All Nippon Airways menerima pesawat produksi ke-100 (ke-102 bila pesawat prototipe ikut dihitung). Di luar negeri, YS-11 sudah dioperasikan oleh 15 maskapai di 7 negara. Pada Juli 1969, rencana produksi yang waktu itu hanya sampai 150 pesawat ditingkatkan menjadi 180 pesawat. Kapasitas produksi di Komaki ditingkatkan menjadi 3,5 pesawat/bulan. Sejak pesanan diterima hingga pesawat diserahkan, pemesan pernah harus menunggu lebih dari satu tahun. OperatorSelain maskapai penerbangan Jepang sebagai operator utama, YS-11 dalam keadaan baru juga pernah dioperasikan oleh maskapai penerbangan di Asia, Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Afrika. Pemerintah Yunani dan Pemerintah Filipina pernah memakai YS-11 sebagai pesawat khusus VIP dan pesawat angkatan udara. Selanjutnya, YS-11 dalam keadaan bekas sering berpindah tangan. Hingga Mei 2008, masih ada sekitar 20 hingga 30 buah pesawat YS-11 yang masih terbang, sejumlah kecil lainnya disimpan dalam keadaan utuh. Jepang
Asia Timur dan Asia Tenggara
Eropa
Amerika Selatan
Amerika Serikat dan Kanada
KaribiaAfrika
Lihat pula
Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai NAMC YS-11.
|