Logam transisiLogam transisi adalah kelompok unsur kimia yang berada pada golongan 3 sampai 12 (IB sampai VIIIB pada sistem lama). Kelompok ini terdiri dari 35 unsur (jika terbukti benar, maka akan menjadi 38 unsur). Semua logam transisi adalah unsur blok-d yang berarti bahwa elektronnya terisi sampai orbit d. Dalam ilmu kimia, logam transisi mempunyai dua pengertian:
Jensen[2] meninjau ulang asal usul penamaan "logam transisi" atau blok-d. Kata transisi pertama kali digunakan untuk mendeskripsikan unsur-unsur yang sekarang dikenal sebagai unsur blok-d oleh kimiawan asal Inggris bernama Charles Bury pada tahun 1921, yang merujuk pada peralihan/transisi pada perubahan subkulit elektron (contohnya pada n=3 pada baris ke-4 tabel periodik) dari subkulit dengan 8 ke 18, atau 18 ke 32.[3] Unsur Logam TransisiSeluruh unsur golongan 3 sampai 12 (IB sampai VIIIB pada sistem lama) merupakan logam transisi, kecuali lutesium (Lu) karena merupakan lantanida, lawrensium (Lr) karena merupakan aktinida, meitnerium (Mt), darmstadtium (Ds), dan roentgenium (Rg) karena sifat kimia ketiganya belum diketahui (kemungkinan akan menjadi logam transisi).
Unsur logam transisi Kemungkinan akan menjadi logam transisi Bukan logam transisi PenggolonganBentuk konfigurasi elektron pada atom logam transisi dapat ditulis sebagai []ns2(n-1)dm di mana subkulit d mempunyai energi yang lebih besar daripada subkulit valensi s. Pada ion dengan dua dan tiga elektron valensi, yang terjadi adalah sebaliknya dengan subkulit s mempunyai tingkat energi yang lebih besar. Dampaknya, ion seperti Fe2+ tidak mempunyai elektron pada subkulit s: ion tersebut memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d6 dibandingkan dengan elektron konfigurasi pada atom Fe, yaitu [Ar] 4s2 3d6. Unsur pada golongan 3 hingga 12 sekarang secara umum dikenal sebagai unsur logam transisi, meskipun unsur-unsur dari lantanum hingga lutesium, aktinium hingga lawrensium, dan golongan 12 (dahulu disebut IIB) mempunyai definisi yang berbeda pada penulis yang berbeda.
Ciri dan sifatAda beberapa ciri yang dimiliki bersama oleh unsur transisi yang tidak dimiliki unsur-unsur lain, yang disebabkan oleh terisinya sebagian dari subkulit d. Di antaranya adalah:
Senyawa berwarnaWarna pada senyawa yang mengandung logam transisi pada umumnya disebabkan oleh transisi elektron dalam dua tipe:
Transisi metal to ligand charge transfer (MLCT) terjadi ketika logam dalam bilangan oksidasi yang rendah sehingga ligan dengan mudah tereduksi.
Pada kompleks yang sentrosimetrik, seperti oktahedral, transisi d-d melanggar aturan Laporte dan hanya terjadi karena penggabungan vibronik di mana getaran molekul terjadi bersamaan dengan transisi d-d. Kompleks tetrahedral mempunyai warna yang lumayan terang karena perpaduan subkulit d dan p dimungkinkan jika tidak ada pusat simetri, sehingga transisi tidak murni d-d. Bilangan oksidasiSalah satu ciri logam transisi adalah di mana unsur-unsur tersebut mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi. Contohnya, pada senyawa vanadium diketahui mempunyai bilangan oksidasi mulai -1 pada V(CO)6- hingga +5 pada VO43-. Bilangan oksidasi maksimum pada logam transisi baris pertama sama dengan jumlah elektron valensi seperti titanium (+4) dan mangan (+7) namun berkurang pada unsur-unsur selanjutnya. Pada baris kedua dan ketiga ada ruthenium dan osmium dengan bilangan oksidasi +8. Pada senyawa seperti [Mn04]- dan OsO4, unsur logam transisi memperoleh oktet yang stabil dengan membentuk empat ikatan kovalen. Bilangan oksidasi terendah ada pada senyawa Cr(CO)6 (bilangan oksidasi nol) dan Fe(CO)42- (bilangan oksidasi -2) di mana aturan 18 elektron dipatuhi. Senyawa tersebut juga merupakan kovalen. Ikatan ion biasanya terbentuk pada bilangan oksidasi +2 atau +3. Pada senyawa yang terlarut, ion tersebut biasanya berikatan dengan enam molekul air yang tersusun secara oktahedral. KemagnetanSenyawa pada logam transisi biasanya bersifat paramagnetik apabila terdapat satu atau lebih elektron tak berpasangan pada subkulit d. Pada senyawa oktahedral dengan elektron antara empat hingga tujuh pada subkulit d, spin tinggi dan spin rendah mungkin terjadi. Senyawa tetrahedral seperti [FeCl4]2- bersifat spin tinggi dikarenakan pemisahan medan kristal yang rendah sehingga energi yang diperoleh dari elektron yang berada pada tingkat energi yang lebih rendah selalu lebih kecil daripada energi yang diperlukan untuk memasangkan spin. Beberapa senyawa bersifat diamagnetik. Yang termasuk golongan ini adalah senyawa oktahedral, spin rendah, d6, dan d8 yang berbentuk segi empat planar. Feromagnetisme terjadi jika atom tunggal bersifat paramagnetik dan arah spin tersusun sejajar satu sama lain pada bahan kristal. Logam besi dan campuran alniko adalah contoh senyawa logam transisi yang bersifat feromagnetik. Anti-feromagnetisme adalah contoh sifat kemagnetan yang terbentuk dari susunan khusus dari spin tunggal pada benda padat. Sifat katalitikLogam transisi dan senyawanya diketahui mempunyai aktivitas katalitik sifat homogen dan heterogen. Aktivitas ini berasal dari kemampuan logam transisi untuk mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi dan kemampuan membentuk senyawa kompleks. Sebagai contoh Vanadium (V) oksida dikenal dapat memisahkan besi (pada proses Haber) dan nikel (pada hidrogenasi katalitik). Katalis pada permukaan bidang padat menyertakan pembentukan ikatan antara molekul reaktan dan atom pada permukaan katalis. Hal ini mempunyai pengaruh meningkatnya konsentrasi reaktan pada permukaan katalis dan memperlemah ikatan pada molekul yang bereaksi (menurunkan energi aktivasi reaksi). Dan juga karena unsur logam transisi dapat mengubah bilangan oksidasinya, sehingga efektif sebagai katalis. Sifat lainSesuai namanya, semua logam transisi adalah logam dan merupakan konduktor listrik. Secara umum, logam transisi mempunyai massa jenis yang tinggi serta titik leleh dan titik didih yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya ikatan logam dengan elektron yang mudah berpindah, yang menyebabkan kohesi yang meningkatkan jumlah elektron bersama. Meskipun demikian, logam golongan 12 mempunyai titik didih dan titik leleh yang lebih rendah karena subkulit d unsur tersebut mencegah ikatan d-d. Air raksa mempunyai titik leleh -38.83 °C (-37.89 °F) dan merupakan zat cair pada suhu ruang. Logam transisi dapat berikatan membentuk bermacam-macam ligan. Kelogaman dari unsur logam golongan transisi lebih kuat dibandingkan golongan-golongan utama. Hal itu disebabkan karena pada golongan unsur transisi terdapat banyak elektron bebas dalam orbital d. [4] Dalam subkulit d tidak terisi secara penuh atau mudah menghasilkan ion-ion dengan subkulit d yang juga tidak terisi penuh.[5] Lihat pula
Referensi
Pranala luar
|