Fransium
Fransium adalah sebuah unsur kimia dengan lambang Fr dan nomor atom 87. Ia sangatlah radioaktif; isotopnya yang paling stabil, fransium-223 (awalnya disebut sebagai aktinium K dari rantai peluruhan alami di mana ia muncul), memiliki waktu paruh hanya 22 menit. Ia merupakan unsur paling elektropositif kedua, setelah sesium, dan unsur alami paling langka kedua (setelah astatin). Isotop fransium meluruh dengan cepat menjadi astatin, radium, dan radon. Struktur elektronik atom fransium adalah [Rn] 7s1, sehingga ia digolongkan sebagai logam alkali. Fransium tak pernah terlihat dapat jumlah yang besar. Karena penampilan umum unsur-unsur lain dalam kolom tabel periodiknya, fransium dianggap sebagai logam yang sangat reaktif, jika cukup dikumpulkan bersama untuk dapat dilihat sebagai padatan atau cairan curah. Mendapatkan sampel seperti itu sangatlah tidak mungkin, karena panas peluruhan yang ekstrem akibat waktu paruhnya yang singkat akan segera menguapkan kuantitas fransium yang dapat dilihat. Fransium ditemukan oleh Marguerite Perey[4] di Prancis (yang menjadi asal nama unsur ini) pada tahun 1939.[5] Sebelum penemuannya, ia disebut sebagai eka-sesium atau ekasesium karena dugaan keberadaannya berada di bawah sesium dalam tabel periodik. Ia adalah unsur terakhir yang pertama kali ditemukan di alam, bukan melalui sintesis.[note 1] Di luar laboratorium, fransium sangatlah langka, dengan jumlah jejak yang ditemukan dalam bijih uranium, di mana isotop fransium-223 (dalam keluarga uranium-235) terus terbentuk dan meluruh. Sesedikit 200–500 g ada pada setiap waktu di seluruh kerak Bumi; selain fransium-223 dan fransium-221, isotop lainnya seluruhnya sintetis. Jumlah fransium terbesar yang diproduksi di laboratorium adalah sekelompok fransium dengan lebih dari 300.000 atom.[6] KarakteristikFransium adalah salah satu unsur alami yang paling tak stabil: isotopnya yang berumur paling panjang, fransium-223, memiliki waktu paruh hanya 22 menit. Satu-satunya unsur yang sebanding degannya adalah astatin, di mana isotop alaminya yang paling stabil, astatin-219 (turunan alfa fransium-223), memiliki waktu paruh 56 detik, meskipun astatin-210 yang sintetis jauh lebih panjang umurnya dengan waktu paruh dari 8,1 jam.[7] Semua isotop fransium meluruh menjadi astatin, radium, atau radon.[7] Fransium-223 juga memiliki waktu paruh yang lebih pendek daripada isotop dengan umur terpanjang dari setiap unsur sintetis hingga dan termasuk unsur 105, dubnium.[8] Fransium adalah logam alkali yang sifat kimianya sebagian besar mirip dengan sesium.[8] Sebuah unsur berat dengan satu elektron valensi,[9] ia memiliki berat ekuivalen tertinggi dari semua unsur.[8] Fransium cair—jika dibuat—seharusnya memiliki tegangan permukaan 0,05092 N/m pada titik leburnya.[10] Titik lebur fransium diperkirakan sekitar 80 °C (176 °F);[2] nilai 27 °C (81 °F) juga sering ditemui.[8] Titik leburnya tidaklah pasti karena kelangkaan dan radioaktivitasnya yang ekstrem; ekstrapolasi yang berbeda berdasarkan metode Dmitri Mendeleev menghasilkan nilai 20 ± 15 °C (68 ± 27 °F). Perkiraan titik didih 620 °C (1.148 °F) juga tidaklah pasti; perkiraan 598 °C (1.108 °F) dan 677 °C (1.251 °F), serta ekstrapolasi dari metode Mendeleev sebesar 640 °C (1.184 °F), juga telah disarankan.[10][2] Massa jenis fransium diperkirakan sekitar 2,48 g/cm3 (metode Mendeleev mengekstrapolasi 2,4 g/cm3).[2] Linus Pauling memperkirakan keelektronegatifan fransium sebesar 0,7 pada skala Pauling, sama dengan sesium;[11] nilai sesium sejak itu disempurnakan menjadi 0,79, tetapi tidak ada data eksperimen yang memungkinkan penyempurnaan nilai fransium.[12] Fransium memiliki energi ionisasi yang sedikit lebih tinggi daripada sesium,[13] 392,811(4) kJ/mol dibandingkan dengan 375,7041(2) kJ/mol untuk sesium, seperti yang diperkirakan dari efek relativistik, dan ini menyiratkan bahwa sesium lebih sedikit elektronegatif dari keduanya. Fransium juga seharusnya memiliki afinitas elektron yang lebih tinggi daripada sesium dan ion Fr− seharusnya lebih terpolarisasi daripada ion Cs−.[14] SenyawaKarena fransium sangat tidak stabil, hanya sedikit dari garamnya yang telah diketahui. Fransium berkopresipitasi dengan beberapa garam sesium, seperti sesium perklorat, yang menghasilkan fransium perklorat dalam jumlah kecil. Kopresipitasi ini dapat digunakan untuk mengisolasi fransium, dengan mengadaptasi metode kopresipitasi radiosesium dari Lawrence E. Glendenin dan C. M. Nelson. Ia juga akan berkopresipitasi dengan banyak garam sesium lainnya, termasuk iodat, pikrat, tartrat (juga rubidium tartrat), kloroplatinat, dan silikowolframat. Ia juga berkopresipitasi dengan asam silikowolframat, serta dengan asam perklorat, tanpa logam alkali lain sebagai pembawa, yang mengarah pada metode pemisahan lainnya.[15][16] Fransium perkloratFransium perklorat dihasilkan oleh reaksi antara fransium klorida dan natrium perklorat. Fransium perklorat berkopresipitasi dengan sesium perklorat.[16] Kopresipitasi ini dapat digunakan untuk mengisolasi fransium, dengan mengadaptasi metode kopresipitasi radiosesium dari Lawrence E. Glendenin dan C. M. Nelson. Namun, metode ini tidak dapat diandalkan dalam memisahkan talium, yang juga berkopresipitasi dengan sesium.[16] Entropi fransium perklorat diperkirakan sebesar 42,7 e.u (178,7 J mol−1 K−1).[2] Fransium halidaSemua fransium halida dapat larut dalam air dan diperkirakan menjadi padatan berwarna putih. Mereka diperkirakan akan terproduksi oleh reaksi halogen yang sesuai. Misalnya, fransium klorida akan dihasilkan dari reaksi antara fransium dan klorin. Fransium klorida telah dipelajari sebagai jalur untuk memisahkan fransium dari unsur lain, dengan menggunakan tekanan uap yang tinggi dari senyawa tersebut, meskipun fransium fluorida akan memiliki tekanan uap yang lebih tinggi.[2] Senyawa lainnyaFransium nitrat, sulfat, hidroksida, karbonat, asetat, dan oksalat, semuanya larut dalam air, sedangkan iodat, pikrat, tartrat, kloroplatinat, dan silikowolframat tidak larut. Ketidaklarutan senyawa ini digunakan untuk mengekstraksi fransium dari produk radioaktif lainnya, seperti zirkonium, niobium, molibdenum, timah, dan antimon, dengan metode yang disebutkan pada bagian di atas.[2] Molekul CsFr diperkirakan memiliki fransium di ujung negatif dipol, tidak seperti semua molekul logam alkali heterodiatomik yang diketahui. Fransium superoksida (FrO2) diperkirakan memiliki karakter yang lebih kovalen daripada kongenernya yang lebih ringan; ini dikaitkan dengan elektron 6p dalam fransium yang lebih terlibat dalam ikatan fransium–oksigen.[14] Destabilisasi relativistik spinor 6p3/2 dapat membuat senyawa fransium dalam keadaan oksidasi lebih tinggi dari +1, seperti [FrVF6]−; tetapi ini belum dikonfirmasi secara eksperimental.[17] Satu-satunya garam rangkap fransium yang diketahui memiliki rumus Fr9Bi2I9. IsotopAda 34 isotop fransium yang diketahui dengan rentang massa atom mulai dari 199 hingga 232.[18] Fransium memiliki tujuh isomer nuklir metastabil.[8] Fransium-223 dan fransium-221 adalah dua isotop fransium yang terdapat di alam, dengan yang pertama memiliki kelimpahan yang lebih besar.[19] Fransium-223 adalah isotop yang paling stabil, dengan waktu paruh 21,8 menit,[8] dan sangat tidak mungkin bahwa isotop fransium dengan waktu paruh lebih lama akan ditemukan atau disintesis.[20] Fransium-223 adalah produk kelima dari deret peluruhan uranium-235 sebagai produk isotop aktinium-227; torium-227 adalah produk yang lebih umum.[21] Fransium-223 kemudian meluruh menjadi radium-223 melalui peluruhan beta (energi peluruhan 1,149 MeV), dengan jalur peluruhan alfa minor (0,006%) menjadi astatin-219 (energi peluruhan 5,4 MeV).[22] Fransium-221 memiliki waktu paruh 4,8 menit.[8] Ia merupakan produk kesembilan dari deret peluruhan neptunium sebagai isotop turunan dari aktinium-225.[21] Fransium-221 kemudian meluruh menjadi astatin-217 melalui peluruhan alfa (energi peluruhan 6,457 MeV).[8] Meskipun semua 237Np primordial telah punah, deret peluruhan neptunium terus ada secara alami dalam jejak-jejak kecil karena reaksi knockout (n,2n) dalam 238U alami.[23] Isotop keadaan dasar yang paling tak stabil adalah fransium-215, dengan waktu paruh 0,12 μdtk: ia mengalami peluruhan alfa 9,54 MeV menjadi astatin-211.[8] Isomer metastabilnya, fransium-215m, masih kurang stabil, dengan waktu paruh hanya 3,5 ndtk.[24] AplikasiKarena ketidakstabilan dan kelangkaannya, tak ada aplikasi komersial untuk fransium.[25][26][27][21] Ia telah digunakan untuk tujuan penelitian di bidang kimia[28] dan struktur atom. Penggunaannya sebagai bantuan diagnostik potensial untuk berbagai jenis kanker juga telah dieksplorasi,[7] namun aplikasi ini dianggap tidak praktis.[26] Kemampuan fransium untuk disintesis, dijebak, dan didinginkan, bersama dengan struktur atomnya yang relatif sederhana, menjadikannya sebagai subjek eksperimen spektroskopi khusus. Eksperimen ini telah menghasilkan informasi yang lebih spesifik mengenai tingkat energi dan konstanta kopling antara partikel subatomik.[29] Studi tentang cahaya yang dipancarkan oleh ion fransium-210 yang terperangkap laser telah memberikan data akurat tentang transisi antara tingkat energi atom yang cukup mirip dengan yang diprediksi oleh teori kuantum.[30] SejarahPada awal tahun 1870, para kimiawan berpikir bahwa seharusnya ada logam alkali setelah sesium, dengan nomor atom 87.[7] Ia kemudian disebut dengan nama sementara eka-sesium.[31] Tim peneliti berusaha untuk menemukan dan mengisolasi unsur yang hilang ini, dan setidaknya empat klaim palsu dibuat bahwa unsur tersebut telah ditemukan sebelum penemuan otentik dibuat. Penemuan yang salah dan tak lengkapPada tahun 1914, Stefan Meyer, Viktor F. Hess, dan Friedrich Paneth (bekerja di Wina) melakukan pengukuran radiasi alfa dari berbagai zat, termasuk 227Ac. Mereka mengamati kemungkinan cabang alfa kecil dari nuklida ini, meskipun pekerjaan lanjutan tidak dapat dilakukan karena pecahnya Perang Dunia I. Pengamatan mereka tidaklah tepat dan masih belum cukup pasti bagi mereka untuk mengumumkan penemuan unsur 87, meskipun kemungkinan besar mereka benar-benar mengamati peluruhan 227Ac menjadi 223Fr.[31] Kimiawan Soviet Dmitry Dobroserdov adalah ilmuwan pertama yang mengklaim telah menemukan eka-sesium, atau fransium. Pada tahun 1925, ia mengamati radioaktivitas lemah dalam sampel kalium, logam alkali lain, dan secara keliru menyimpulkan bahwa eka-sesium telah mengontaminasi sampelnya (radioaktivitas dari sampel berasal dari radioisotop kalium alami, kalium-40).[32] Dia kemudian menerbitkan sebuah tesis tentang ramalannya mengenai sifat-sifat eka-sesium, di mana dia menamai unsur ini russium, dari nama negara asalnya.[33] Tak lama kemudian, Dobroserdov mulai fokus pada karir mengajarnya di Institut Politeknik Odessa, dan dia tidak mendalami unsur ini lebih jauh.[32] Tahun berikutnya, kimiawan Inggris Gerald J. F. Druce dan Frederick H. Loring menganalisis foto sinar-X dari mangan(II) sulfat.[33] Mereka mengamati garis spektrum yang mereka duga berasal dari eka-sesium. Mereka mengumumkan penemuan unsur 87 dan mengusulkan nama alkalinium, karena ia merupakan logam alkali terberat.[32] Pada tahun 1930, Fred Allison dari Institut Politeknik Alabama mengklaim telah menemukan unsur 87 (dan juga 85) ketika menganalisis polusit dan lepidolit menggunakan mesin magneto-optis miliknya. Allison meminta agar unsur ini dinamai virginium dari negara bagian asalnya Virginia, bersama dengan simbol Vi dan Vm.[33][34] Pada tahun 1934, H.G. MacPherson dari UC Berkeley membantah keefektifan perangkat Allison dan validitas penemuannya.[35] Pada tahun 1936, fisikawan Romania Horia Hulubei dan koleganya dari Prancis Yvette Cauchois juga menganalisis polusit, kali ini menggunakan peralatan sinar-X beresolusi tinggi.[32] Mereka mengamati beberapa garis emisi lemah, yang mereka duga berasal dari unsur 87. Hulubei dan Cauchois melaporkan penemuan mereka dan mengusulkan nama moldavium, bersama dengan lambang Ml, dari Moldavia, provinsi Rumania tempat lahirnya Hulubei.[33] Pada tahun 1937, karya Hulubei dikritik oleh fisikawan Amerika F. H. Hirsh Jr., yang menolak metode penelitian Hulubei. Hirsh yakin bahwa eka-sesium tak akan ditemukan di alam, dan bahwa Hulubei malah mengamati garis sinar-X raksa atau bismut. Hulubei bersikeras bahwa alat dan metode sinar-X miliknya terlalu akurat untuk membuat kesalahan seperti itu. Karena itu, Jean Baptiste Perrin, pemenang Penghargaan Nobel dan mentor Hulubei, mendukung moldavium sebagai eka-sesium yang sebenarnya daripada fransium yang baru ditemukan oleh Marguerite Perey. Perey bersusah payah untuk menjadi akurat dan terperinci dalam kritiknya terhadap karya Hulubei, dan akhirnya dia dianggap sebagai satu-satunya penemu unsur 87.[32] Semua penemuan unsur 87 yang diakui sebelumnya dikesampingkan karena waktu paruh fransium yang sangat terbatas.[33] Analisis PereyEka-sesium ditemukan pada 7 Januari 1939, oleh Marguerite Perey dari Institut Curie di Paris,[31] ketika dia memurnikan sampel aktinium-227 yang dilaporkan memiliki energi peluruhan 220 keV. Perey memperhatikan partikel peluruhan dengan tingkat energi di bawah 80 keV. Perey mengira aktivitas peluruhan ini mungkin disebabkan oleh produk peluruhan yang sebelumnya tak dikenal, yang dipisahkan selama pemurnian, tetapi muncul kembali dari aktinium-227 murni. Berbagai tes menghilangkan kemungkinan unsur yang tak diketahui itu adalah torium, radium, timbal, bismut, atau talium. Produk baru ini menunjukkan sifat kimia dari logam alkali (seperti berkopresipitasi dengan garam sesium), yang membuat Perey percaya bahwa itu adalah unsur 87, yang dihasilkan oleh peluruhan alfa aktinium-227.[31] Perey kemudian berusaha menentukan proporsi peluruhan beta terhadap peluruhan alfa pada aktinium-227. Tes pertamanya menempatkan percabangan alfa pada 0,6%, angka yang kemudian ia revisi menjadi 1%.[20] Perey menamai isotop baru tersebut sebagai actinium-K (sekarang disebut sebagai fransium-223)[31] dan pada tahun 1946, dia mengusulkan nama catium (Cm) untuk unsur yang baru ditemukannya, karena dia yakin itu adalah kation yang paling elektropositif dari unsur tersebut. Irène Joliot-Curie, salah satu pengawas Perey, menentang nama tersebut karena konotasinya cat dan bukan cation; nantinya, lambang tersebut digunakan untuk unsur kurium.[31] Perey kemudian menyarankan nama francium, dari Prancis. Nama ini secara resmi diadopsi oleh Persatuan Kimia Murni dan Terapan Internasional (IUPAC) pada tahun 1949,[7] menjadi unsur kedua setelah galium yang dinamai dari Prancis. Ia diberi lambang Fa, tetapi lambang tersebut direvisi menjadi Fr tak lama kemudian.[36] Fransium adalah unsur terakhir yang ditemukan di alam, bukan melalui penyintesisan, setelah hafnium dan renium.[31] Penelitian lebih lanjut mengenai struktur fransium dilakukan, di antaranya, oleh Sylvain Lieberman dan timnya di CERN pada tahun 1970-an dan 1980-an.[37] Keterjadian223Fr adalah hasil peluruhan alfa dari 227Ac dan dapat ditemukan dalam jumlah kecil dalam mineral uranium.[8] Dalam sampel uranium tertentu, diperkirakan hanya ada satu atom fransium untuk setiap 1 × 1018 atom uranium.[26] Dari sini juga diperhitungkan bahwa ada massa total paling banyak 30 g[38] atau, seperti yang diperkirakan sumber lain, 340 hingga 550 g dalam kerak Bumi pada setiap waktu.[39] ProduksiFransium dapat disintesis melalui reaksi fusi ketika target emas-197 dibombardir dengan seberkas atom oksigen-18 dari akselerator linear dalam proses yang awalnya dikembangkan di departemen fisika Universitas Negeri New York di Stony Brook pada tahun 1995.[41] Bergantung pada energi sinar oksigen, reaksi tersebut dapat menghasilkan isotop fransium dengan massa 209, 210, dan 211.
Atom fransium meninggalkan target emas sebagai ion, yang dinetralkan melalui tumbukan dengan itrium dan kemudian diisolasi dalam perangkap giromagnetik (magneto-optical trap, MOT) dalam keadaan gas yang tak terkonsolidasi.[40] Meskipun atom itu hanya berada dalam perangkap selama sekitar 30 detik sebelum keluar atau mengalami peluruhan nuklir, proses ini memasok aliran atom baru yang terus-menerus. Hasilnya adalah keadaan tunak yang mengandung jumlah atom yang cukup konstan untuk waktu yang lebih lama.[40] Peralatan asli dapat menjebak hingga beberapa ribu atom, sementara desain yang lebih baik dapat menjebak lebih dari 300.000 sekaligus.[6] Pengukuran sensitif dari cahaya yang dipancarkan dan diserap oleh atom yang terperangkap memberikan hasil percobaan pertama pada berbagai transisi antara tingkat energi atom pada fransium. Pengukuran awal menunjukkan kesesuaian yang sangat baik antara nilai eksperimen dan perhitungan berdasarkan teori kuantum. Proyek penelitian yang menggunakan metode produksi ini dipindahkan ke TRIUMF pada tahun 2012, di mana lebih dari 106 atom fransium telah ditahan sekaligus, termasuk sejumlah besar 209Fr selain 207Fr dan 221Fr.[42][43] Metode sintesis lainnya ialah membombardir radium dengan neutron, dan membombardir torium dengan proton, deuteron, atau ion helium.[20] 223Fr juga dapat diisolasi dari sampel induknya 227Ac, fransium diperah melalui elusi dengan NH4Cl–CrO3 dari penukar kation yang mengandung aktinium dan dimurnikan dengan melewatkan larutan melalui senyawa silikon dioksida yang diisi dengan barium sulfat.[44] Pada tahun 1996, kelompok Stony Brook menjebak 3000 atom dalam MOT mereka, yang cukup bagi kamera video untuk menangkap cahaya yang dipancarkan oleh atom saat berpendar.[6] Fransium belum disintesis dalam jumlah yang cukup besar untuk ditimbang.[7][26][45] CatatanReferensi
Pranala luar
|