Liem Koen Hian

Liem Koen Hian (03 November 1897 – 04 November 1952 ) adalah seorang wartawan dan politikus Hindia Belanda yang mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI).

Keluarga dan pendidikan

Liem Koen Hian lahir dalam keluarga pedagang kecil Tionghoa peranakan.[1] Ia tidak lulus sekolah di Hollandsche Chineesche School dan hanya menempuhnya sampai kelas 6 dari 7 kelas. Alasannya karena menantang berkelahi seorang gurunya yang berkebangsaan Belanda, sehingga ia dikeluarkan dari sekolah.

Karier

Jurnalis

Setelah berhenti sekolah, Liem Koen Hian bekerja sebagai pegawai kecil di sebuah perusahaan. Akan tetapi minatnya pada jurnalisme membuatnya beralih pekerjaan ke sebuah harian di Balikpapan. Sulit dipastikan, apakah ia bekerja di surat kabar (SK) Penimbang, SK Pengharepan, atau Borneo Post. Dia mendirikan dan menjadi motor beberapa penerbitan di Hindia Belanda pada masa kolonialisme Belanda.

Menjadi wartawan

Pada 1915 ia pindah ke Surabaya dan bekerja di harian Tjhoen Tjhioe. Pada 1917 ia menerbitkan mandblad (bulanan) Soe Liem Poo, tetapi penerbitan itu tidak bertahan lama, karena Liem kemudian pindah ke Aceh untuk berdagang. Pada akhir 1918 Liem pindah ke Padang dan menjadi pemimpin redaksi Sinar Soematra hingga 1921, ketika ia diminta untuk memimpin redaksi Pewarta Soerabaia oleh The Kian Sing. Tahun 1925, Liem mengundurkan diri dari surat kabar ini, lalu pada 1 April 1925 mendirikan Soeara Poeblik yang juga terbit di Surabaya hingga 1929.

Sekeluarnya dari Soeara Poebliek, Liem Koen Hian (dan Kwee Thiam Tjing) sempat bergabung dengan Nanyang Societie, suatu perkumpulan judi orang-orang Tionghoa.

Tindakannya yang paling monumental adalah mengubah Sin Jit Po menjadi Sin Tit Po pada tanggal 19 Desember 1929. Pada masa inilah Liem mulai mengembangkan visinya tentang "Indesche Burgerschap yang harus menjadi Indonesierschap bagi para hoakiauw di Lam Yang (tanah Indonesia)".

Perpolitikan

Terjun ke politik

Dengan visi tentang kewarganegaraan Indonesia itu, Liem bersama Ko Kwat Tiong kemudian mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang mendukung gerakan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di samping itu, Liem tetap bekerja sebagai wartawan, memimpin redaksi Sin Tit Po (Desember 1929—1932). Ia pindah sebentar ke Kong Hoa Po (April 1937—November 1938), lalu kembali lagi ke Sin Tit Po pada awal 1938.

Tapi, pada 1938 Liem terlibat percekcokan dengan Ko Kwat. Akibatnya, Ko Kwat dipecat dari PTI pada 1939. Dia tetap menyalurkan cita-citanya melalui Sin Tit Po. Saat partai nasionalis bernama Gerindo berdiri, Liem ikut bergabung dan meninggalkan PTI.[2]

Tahun 1933—1935, Liem pindah ke Jakarta dan, kabarnya, ia kuliah di Rechts Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum). Pada akhir 1930-an ia aktif melakukan propaganda anti Jepang. Bahkan, ia sempat ditahan selama masa pendudukan Jepang, tetapi kemudian dibebaskan berkat koneksinya dengan Ny. Honda, seorang kenalannya dari Kembang Jepun, Surabaya.

Pada 1945, ketika pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta, Liem dipilih menjadi salah seorang anggotanya. Pada 1947, Liem ikut serta sebagai salah seorang anggota delegasi RI dalam Perundingan Renville.

Melepas Kewarganegaraan Indonesia

Perjalanan hidup Liem mengalami kegetiran. Setelah Indonesia merdeka, Liem Koen Hian pernah menjadi penyelundup obat-obatan di daerah pendudukan. Pada akhir tahun 1951 ia punya satu apotek di kawasan Tanah Abang. Pada tahun itu pula, Liem ditangkap dan ditahan oleh pemerintah Soekiman selama beberapa waktu atas tuduhan menjadi simpatisan kiri. Saat itu Soekiman sedang melakukan pembersihan sisi kiri.

Liem lalu meminta bantuan kepada kawan dekatnya, Menteri Luar Negeri, Achmad Soebardjo.[3] Tapi, bantuan itu tak kunjung turun. Kejadian ini sangat mengecewakan Liem Koen Hian. Ditambah dengan pengaruh perkembangan dan perubahan di Tiongkok, akhirnya Liem memutuskan untuk menanggalkan kewarganegaraan Indonesianya.

Ia meninggal pada 1952 di Medan sebagai orang asing.

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ "Perlawanan Liem Koen Hian untuk Kemerdekaan". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2020-08-20. Diakses tanggal 2022-03-02. 
  2. ^ Leo Suryadinata, Politik Tionghoa Peranakan di Jawa 1917-1942 (Jakarta: Sinar Harapan), hal. 135.
  3. ^ Majalah Tempo, 23 Desember 2008, hal. 62.

Daftar pustaka

Buku

  • Gardner, Daniel K. (2007). The Four Books: The Basic Teachings of the Later Confucian Tradition. Indianapolis/Cambridge: Hackett Publishing Company. ISBN 978-087-2208-26-1. 
  • Goan, Ang Jan (2009). Memoar Ang Jan Goan, 1894–1984: Tokoh Pers yang Peduli Pembangunan Bangsa. Jakarta: Yayasan Nabil Hasta Mitra. ISBN 978-979-8659-37-9. 
  • Goddard, Dwight (1939). Laotzu's Tao and Wu Wei. Vermont: Library of Alexandria. ISBN 978-146-5577-84-9. 
  • Kahin, George McTurnan (2018). Nationalism and Revolution in Indonesia. New York: Cornell University Press. ISBN 978-150-1731-39-6. 
  • Lee, Lai To (1987). The 1911 Revolution–The Chinese in British and Dutch Southeast Asia. Singapura: Heinemann Asia. ISBN 978-997-1641-12-2. 
  • Lee, Khoon Choy (2013). Golden Dragon and Purple Phoenix: The Chinese and Their Multi-Ethnic Descendants in Southeast Asia. London: World Scientific. ISBN 978-981-4383-44-8. 
  • Salmon, Claudine (1981). Literature in Malay by the Chinese of Indonesia: A Provisional Annotated Bibliography. Paris: Editions de la Maison des Sciences de l'Homme. ISBN 978-083-5705-92-9. 
  • Setiono, Benny Gatot (2008). Tionghoa dalam Pusaran Politik (Mengungkap Fakta Tersembunyi Orang Tionghoa di Indonesia). Jakarta: Transmedia Pustaka. ISBN 978-979-7990-52-7. 
  • Setyautama, Sam (2008). Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-602-4246-61-7. 
  • Suryadinata, Leo (1988). Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-4034-22-4. 
  • Suryadinata, Leo (1990). Mencari Identitas Nasional: Dari Tjoe Bou San sampai Yap Thiam Hien. Jakarta: LP3ES. ISBN 978-979-8015-66-3. 
  • Suryadinata, Leo (1996). Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia. Jakarta: Grasindo. ISBN 978-979-5538-55-4. 
  • Suryadinata, Leo (2005). Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900–2002. Jakarta: LP3ES. ISBN 978-979-3330-29-7. 
  • Suryadinata, Leo (2010). Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia: Sebuah Bunga Rampai, 1965–2008. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-7095-307. 
  • Suryadinata, Leo (2010). Tokoh Tionghoa dan Identitas Indonesia: Dari Tjoe Bou San Sampai Yap Thiam Hien. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 978-979-3731-75-9. 
  • Suryadinata, Leo (2012). Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: A Biographical Dictionary, Volume I and II. Singapura: Institute of Southeast Asian Studies, Chinese Heritage Center. ISBN 978-981-4345-21-7. 
  • Suryadinata, Leo (2012). Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: Glossary and Index Volume 2. Singapura: Institute of Southeast Asian Studies, Chinese Heritage Center. ISBN 978-981-4414-13-5. 
  • Yao, Xinzhong; Yao, Hsin-chung (2000). An Introduction to Confucianism. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-052-1644-30-3. 
  • Wibowo, I.; Lan, Thung Ju (2010). Setelah Air Mata Kering: Masyarakat Tionghoa Pasca Peristiwa Mei 1998. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 978-979-7094-72-0. 

Periksa

  • Berg, H.J. van den (1954). Asia dan Dunia Sedjak 1500: Sedjarah Umum dalam Bentuk Monograph. Jakarta: J.B. Wolters. 
  • Lan, Nio Joe (1940). Riwajat 40 Taon dari Tiong Hoa Hwee Koan–Batavia (1900–1939). Batavia: Tiong Hoa Hwee Koan. 
  • Lan, Nio Joe (1962). Sastra Indonesia-Tionghoa. Jakarta: Gunung Agung. 
  • Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu) (1970). Su-Si (Kitab yang Empat). Surakarta: Elizabeth Matakin. 
  • San, Tjoe Bou (1921). Pergerakan Tionghoa di Hindia Olanda dan Mr. P.H. Fromberg Sr. (PDF). Batavia: Drukkerij Sin Po. 
  • Suryadinata, Leo (1984). Dilema Minoritas Tionghoa. Yogyakarta: Grafitipers. 
  • Suryadinata, Leo (1986). Politik Tionghoa Peranakan di Jawa: 1917–1942. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 

Jurnal

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya