Liem Koen Hian lahir dalam keluarga pedagang kecil Tionghoaperanakan.[1] Ia tidak lulus sekolah di Hollandsche Chineesche School dan hanya menempuhnya sampai kelas 6 dari 7 kelas. Alasannya karena menantang berkelahi seorang gurunya yang berkebangsaan Belanda, sehingga ia dikeluarkan dari sekolah.
Karier
Jurnalis
Setelah berhenti sekolah, Liem Koen Hian bekerja sebagai pegawai kecil di sebuah perusahaan. Akan tetapi minatnya pada jurnalisme membuatnya beralih pekerjaan ke sebuah harian di Balikpapan. Sulit dipastikan, apakah ia bekerja di surat kabar (SK) Penimbang, SK Pengharepan, atau Borneo Post. Dia mendirikan dan menjadi motor beberapa penerbitan di Hindia Belanda pada masa kolonialisme Belanda.
Sekeluarnya dari Soeara Poebliek, Liem Koen Hian (dan Kwee Thiam Tjing) sempat bergabung dengan Nanyang Societie, suatu perkumpulan judi orang-orang Tionghoa.
Dengan visi tentang kewarganegaraanIndonesia itu, Liem bersama Ko Kwat Tiong kemudian mendirikan Partai Tionghoa Indonesia (PTI) yang mendukung gerakan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di samping itu, Liem tetap bekerja sebagai wartawan, memimpin redaksi Sin Tit Po (Desember 1929—1932). Ia pindah sebentar ke Kong Hoa Po (April 1937—November 1938), lalu kembali lagi ke Sin Tit Po pada awal 1938.
Tapi, pada 1938 Liem terlibat percekcokan dengan Ko Kwat. Akibatnya, Ko Kwat dipecat dari PTI pada 1939. Dia tetap menyalurkan cita-citanya melalui Sin Tit Po. Saat partai nasionalis bernama Gerindo berdiri, Liem ikut bergabung dan meninggalkan PTI.[2]
Tahun 1933—1935, Liem pindah ke Jakarta dan, kabarnya, ia kuliah di Rechts Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum). Pada akhir 1930-an ia aktif melakukan propaganda anti Jepang. Bahkan, ia sempat ditahan selama masa pendudukan Jepang, tetapi kemudian dibebaskan berkat koneksinya dengan Ny. Honda, seorang kenalannya dari Kembang Jepun, Surabaya.
Pada 1945, ketika pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta, Liem dipilih menjadi salah seorang anggotanya. Pada 1947, Liem ikut serta sebagai salah seorang anggota delegasi RI dalam Perundingan Renville.
Melepas Kewarganegaraan Indonesia
Perjalanan hidup Liem mengalami kegetiran. Setelah Indonesia merdeka, Liem Koen Hian pernah menjadi penyelundup obat-obatan di daerah pendudukan. Pada akhir tahun 1951 ia punya satu apotek di kawasan Tanah Abang. Pada tahun itu pula, Liem ditangkap dan ditahan oleh pemerintah Soekiman selama beberapa waktu atas tuduhan menjadi simpatisan kiri. Saat itu Soekiman sedang melakukan pembersihan sisi kiri.
Liem lalu meminta bantuan kepada kawan dekatnya, Menteri Luar Negeri, Achmad Soebardjo.[3] Tapi, bantuan itu tak kunjung turun. Kejadian ini sangat mengecewakan Liem Koen Hian. Ditambah dengan pengaruh perkembangan dan perubahan di Tiongkok, akhirnya Liem memutuskan untuk menanggalkan kewarganegaraan Indonesianya.
Ia meninggal pada 1952 di Medan sebagai orang asing.
Gardner, Daniel K. (2007). The Four Books: The Basic Teachings of the Later Confucian Tradition. Indianapolis/Cambridge: Hackett Publishing Company. ISBN978-087-2208-26-1.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Goan, Ang Jan (2009). Memoar Ang Jan Goan, 1894–1984: Tokoh Pers yang Peduli Pembangunan Bangsa. Jakarta: Yayasan Nabil Hasta Mitra. ISBN978-979-8659-37-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Goddard, Dwight (1939). Laotzu's Tao and Wu Wei. Vermont: Library of Alexandria. ISBN978-146-5577-84-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Kahin, George McTurnan (2018). Nationalism and Revolution in Indonesia. New York: Cornell University Press. ISBN978-150-1731-39-6.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Lee, Lai To (1987). The 1911 Revolution–The Chinese in British and Dutch Southeast Asia. Singapura: Heinemann Asia. ISBN978-997-1641-12-2.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Lee, Khoon Choy (2013). Golden Dragon and Purple Phoenix: The Chinese and Their Multi-Ethnic Descendants in Southeast Asia. London: World Scientific. ISBN978-981-4383-44-8.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Salmon, Claudine (1981). Literature in Malay by the Chinese of Indonesia: A Provisional Annotated Bibliography. Paris: Editions de la Maison des Sciences de l'Homme. ISBN978-083-5705-92-9.
Setiono, Benny Gatot (2008). Tionghoa dalam Pusaran Politik (Mengungkap Fakta Tersembunyi Orang Tionghoa di Indonesia). Jakarta: Transmedia Pustaka. ISBN978-979-7990-52-7.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Setyautama, Sam (2008). Tokoh-Tokoh Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN978-602-4246-61-7.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (1988). Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN978-979-4034-22-4.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (1990). Mencari Identitas Nasional: Dari Tjoe Bou San sampai Yap Thiam Hien. Jakarta: LP3ES. ISBN978-979-8015-66-3.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (1996). Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia. Jakarta: Grasindo. ISBN978-979-5538-55-4.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (2005). Pemikiran Politik Etnis Tionghoa Indonesia 1900–2002. Jakarta: LP3ES. ISBN978-979-3330-29-7.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (2010). Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia: Sebuah Bunga Rampai, 1965–2008. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN978-979-7095-307.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (2010). Tokoh Tionghoa dan Identitas Indonesia: Dari Tjoe Bou San Sampai Yap Thiam Hien. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN978-979-3731-75-9.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (2012). Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: A Biographical Dictionary, Volume I and II. Singapura: Institute of Southeast Asian Studies, Chinese Heritage Center. ISBN978-981-4345-21-7.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (2012). Southeast Asian Personalities of Chinese Descent: Glossary and Index Volume 2. Singapura: Institute of Southeast Asian Studies, Chinese Heritage Center. ISBN978-981-4414-13-5.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Wibowo, I.; Lan, Thung Ju (2010). Setelah Air Mata Kering: Masyarakat Tionghoa Pasca Peristiwa Mei 1998. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN978-979-7094-72-0.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Periksa
Berg, H.J. van den (1954). Asia dan Dunia Sedjak 1500: Sedjarah Umum dalam Bentuk Monograph. Jakarta: J.B. Wolters.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Lan, Nio Joe (1962). Sastra Indonesia-Tionghoa. Jakarta: Gunung Agung.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Matakin (Majelis Tinggi Agama Konghucu) (1970). Su-Si (Kitab yang Empat). Surakarta: Elizabeth Matakin.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (1984). Dilema Minoritas Tionghoa. Yogyakarta: Grafitipers.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Suryadinata, Leo (1986). Politik Tionghoa Peranakan di Jawa: 1917–1942. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)