Gigitan laba-laba

Gigitan laba-laba
Chelicera seekor Aname atra (laba-laba nemesiid) sebuah mygalomorph
Informasi umum
SpesialisasiKedokteran gawat darurat
PenyebabLaba-laba
KomplikasiEnvenomasi

Gigitan laba-laba atau araknidisme adalah cedera yang dihasilkan oleh gigitan laba-laba. Dampak dari kebanyakan gigitan laba-laba tidak serius,[1] kebanyakan hanya menyebabkan gejala-gejala ringan disekitar area gigitan. Namun, meski jarang, mereka gigitan mereka juga dapat menghasilkan luka kulit nekrotik atau sakit yang luar biasa.[2]:455

Kebanyakan laba-laba tidak menyebabkan luka yang serius.[1] Agar sebuah gigitan menjadi serius, diperlukan envenomasi dalam jumlah besar. Gigitan dari laba-laba janda (Latrodectus sp.) memiliki bisa neurotoksik yang menyebabkan sebuah kondisi yang bernam latrodektisme.[3] Gejala-gejalanya dapat mencakup rasa sakit yang dapat terasa di daerah gigitan atau bagian dada dan perut, berkeringat, kram otot, muntah, dan beberapa lainnya.[1] Gigitan dari laba-laba pertapa dapat menyebabkan loksoselisme, yang mana terjadi nekrosis lokal di sekitar kulit yang tergigit, dan meluruhnya sel darah merah dapat terjadi.[4] Pusing, muntah dan demam ringan juga dapat terjadi.[4] Laba-laba lainnya yang dapat menghasilkan gigitan yang signifikan adalah laba-laba jaring-corong Australia (famili Atracidae)[5] dan laba-laba pengelana Amerika Selatan (Phoneutria fera).[1]

Upaya-upaya untuk mencegah gigitan adalah untuk merapihkan tumpukan barang yang berantakan dan penggunaan pestisida.[1] kebanyakan laba-laba dapat ditangani dengan perawatan suportif seperti obat anti-infalamasi nonsteroid (termasuk ibuprofen) untuk rasa sakit dan antihistamin untuk gatal.[6] Opioid dapat digunakan bila rasa sakitnya parah.[6] Meski terdapat antibisa untuk racun laba-laba janda, antibisa tersebut dihubungkan dengan anafilaksis sehingga jarang digunakan.[6] Antibisa untuk bisa laba-laba jaring-corong dapat mengurangi dampak dari gigitan tersebut.[1] Pembedahan dapat dibutuhkan untuk memperbaiki bagian kulit yang terluka karena tergigit laba-laba pertapa.[6]

Gigitan laba-laba dapat didagnosis secara berlebihan atau salah didiagnosis.[1] Pada banyak kasus gigitan laba-laba, tidak jelas apakah sebuah gigitan benar-benar terjadi.[7] Secara historis, terdapat beberapa kondisi yang dihubungkan dengan gigitan laba-laba. Di Abad Pertengahan, terdapat sebuah kondisi yang diklaim berasal dari gigitan laba-laba, yaitu tarantisme, yang membuat orang-orang menari dengan liar.[8] Meski nekrosis telah dihubungkan dengan gigitan berbagai jenis laba-laba, bukti baik hanya mendukung hal ini untuk gigitan laba-laba pertapa.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h Isbister, GK; Fan, HW (10 December 2011). "Spider bite". Lancet. 378 (9808): 2039–47. doi:10.1016/s0140-6736(10)62230-1. PMID 21762981. 
  2. ^ James, William D.; Berger, Timothy G.; et al. (2006). Andrews' Diseases of the Skin: clinical DermatologyAkses gratis dibatasi (uji coba), biasanya perlu berlangganan. Saunders Elsevier. hlm. 455. ISBN 0-7216-2921-0. 
  3. ^ Braitberg, George (2009). "spider bites: Assessment and management" (PDF). Australian Family Physician. 38 (11): 862–67. PMID 19893831. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-11-01. Diakses tanggal 2014-04-06. 
  4. ^ a b Swanson, DL; Vetter, RS (17 February 2005). "Bites of brown recluse spiders and suspected necrotic arachnidism". The New England Journal of Medicine. 352 (7): 700–07. doi:10.1056/nejmra041184. PMID 15716564. 
  5. ^ Isbister, GK; Gray, MR; Balit, CR; Raven, RJ; Stokes, BJ; Porges, K; Tankel, AS; Turner, E; White, J; Fisher, MM (18 April 2005). "Funnel-web spider bite: a systematic review of recorded clinical cases". The Medical Journal of Australia. 182 (8): 407–11. doi:10.5694/j.1326-5377.2005.tb06760.x. hdl:2440/17349alt=Dapat diakses gratis. PMID 15850438. 
  6. ^ a b c d Kang, JK; Bhate, C; Schwartz, RA (September 2014). "Spiders in dermatology" (PDF). Seminars in Cutaneous Medicine and Surgery. 33 (3): 123–27. doi:10.12788/j.sder.0107. PMID 25577851. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-02-14. Diakses tanggal 2015-02-15. 
  7. ^ Stuber, Marielle; Nentwig, Wolfgang (2016). "How informative are case studies of spider bites in the medical literature?". Toxicon. 114: 40–44. doi:10.1016/j.toxicon.2016.02.023. PMID 26923161. 
  8. ^ Donaldson, LJ; Cavanagh, J; Rankin, J (July 1997). "The dancing plague: a public health conundrum". Public Health. 111 (4): 201–04. doi:10.1016/s0033-3506(97)00034-6. PMID 9242030. 
Kembali kehalaman sebelumnya