Geologi air bah
Geologi air bah (bahasa Inggris: Flood geology atau creation geology, diluvial geology) adalah suatu interpretasi dari sejarah geologi planet bumi dalam hubungannya dengan air bah yang melanda seluruh bumi seperti yang digambarkan dalam Kitab Kejadian pasal 6–9 dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Pandangan-pandangan serupa berperan penting dalam perkembangan awal ilmu geologi, meskipun setelah kronologi Alkitab yang dikemukakan oleh James Ussher ditolak oleh mayoritas geolog, yang lebih menerima usia bumi yang jauh lebih lama. Geologi air bah merupakan suatu bidang studi di dalam "ilmu pengetahuan penciptaan" ("creation science").[1][2] Suatu air bah yang menutupi seluruh dunia dianggap dapat menjelaskan hal-hal berikut:[3]
Geologi air bah secara publik dianggap bertentangan dengan pandangan ilmuwan dalam bidang geologi, paleontologi, kimia, fisika, biologi, geofisika, dan stratigrafi,[4][5][6][7][8][9][10] dan komunitas ilmiah menganggapnya sebagai pseudosains.[11][12] Meskipun demikian, akhir-akhir ini dunia ilmu mulai menerima hipotesis "Bumi bola salju" (Snowball Earth) di mana ditemukan bukti bahwa seluruh bumi pernah tertutup es (= air beku) pada masa silam (sekitar 650 juta tahun lalu), yang sekalipun tidak berkaitan langsung dengan geologi air bah, memberikan argumen yang mirip bahwa bumi pernah sama sekali tertutup air.[13][14] Sejarah perkembanganAir bah dalam sejarah geologiBanyak orang Kristen mula-mula, termasuk Tertullian, Yohanes Krisostomus dan Augustinus, percaya bahwa fosil adalah bekas peninggalan hewan-hewan yang terbunuh dan terkubur selama waktu singkat dari air bah raksasa yang tertulis dalam Alkitab.[15] Keanehan geologis di Eropa utara, yaitu permukaannya ditutupi oleh lapisan-lapisan geluh (loam) dan kerikil (gravel) serta batu-batu besar yang disebut erratic boulders terdampar ratusan kilometer dari tempat asalnya memberi dukungan pandangan tersebut. Para geolog mula-mula menafsirkan ciri-ciri ini sebagai akibat banjir besar. Pada pertengahan abad ke-19 para geolog menerima bahwa hal itu dibentuk oleh glasiasi pada zaman es (ice age glaciations).[16] Air bah raksasa dihubungkan dengan penjulangan geografik masif (massive geographical upheavals), yang menyebabkan benua-benua lama tenggelam dan benua-benua baru muncul ke permukaan, sehingga mengubah dasar laut purba menjadi puncak-puncak gunung.[17][18] Dalam zaman penerangan (Age of Enlightenment), para naturalis mulai mengusulkan penyebab alamiah untuk menjelaskan mujizat-mujizat yang tertulis di Alkitab. Penjelasan alamiah untuk air bah global diberikan oleh John Woodward (1695) dan muridnya, William Whiston (1696).[19] Ilmu pengetahuan geologi modern dimulai di Eropa pada abad ke-18.[20] Para pakar bidang ini berusaha memahami sejarah dan pembentukan bumi melalui bukti-bukti fisik yang ditemukan dalam batu-batuan dan mineral. Banyak geolog mula-mula juga pemimpin gereja, sehingga mereka berusaha mencari hubungan sejarah geologi dunia sesuai yang tertulis di Alkitab. Teori kuno bahwa fosil itu merupakan pembentukan alamiah dari bahan-bahan tanah yang mengalami tekanan plastis sudah ditinggalkan, dengan pengakuan bahwa fosil merupakan peninggalan makhluk-makhluk yang pernah hidup sebelumnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana fosil makhluk laut dapat ditemukan di daratan, atau bahkan di puncak-puncak gunung? Pada permulaan abad ke-19 sudah dipikirkan bahwa usia bumi lebih lama dari yang diusulkan dari pembacaan literal Alkitab. Benoît de Maillet (1732) memperkirakan usia bumi sekitar 2,4 miliar tahun,[21][22] bukannya 6.000 tahun seperti yang diusulkan dari kronologi yang dibuat oleh Uskup James Ussher. Pada tahun 1823 pendeta William Buckland, profesor geologi pertama di Oxford University, menafsirkan fenomena geologis sebagai Reliquiae Diluvianae (air bah keagamaan); bekas-bekas dari air bah Attesting the Action of a Universal Deluge ("menyatakan aksi dari air bah universal"). Pandangannya didukung oleh pemimpin-pemimpin gereja Inggris pada zamannya, termasuk Adam Sedgwick yang berpengaruh, tetapi ide ini digugat oleh geolog dari daratan Eropa dan pada tahun 1830 Sedgwick diyakinkan oleh penemuannya sendiri bahwa bukti-bukti hanya mendukung air bah setempat (local floods).[23] Kemunculan kembaliGeologi air bah dikembangkan lagi pada abad ke-20 oleh George McCready Price, penganut Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh dan geolog amatir [24] yang menulis sebuah makalah pada tahun 1923 untuk memberikan perspektif geologi pada gerejanya.[25][26] Karya Price kemudian diadaptasi dan dikembangkan oleh Henry M. Morris dan John C. Whitcomb, Jr. dalam buku mereka The Genesis Flood pada tahun 1961. Whitcomb termotivasi menulis setelah membaca The Christian View of Science and Scripture (1954) oleh teolog Bernard Ramm. Ramm mendukung pandangan bahwa pakar-pakar Kristen dapat menerima interpretasi alternatif selain yang dikemukakan Price, yang alkitabiah dan sesuai dengan bukti ilmiah saat itu.[27][28] Morris dan Whitcomb berpendapat bahwa bumi secara geologis belum lama terbentuk, dan kejatuhan manusia ke dalam dosa (Kejadian 3) menyebabkan mulainya hukum termodinamika kedua, dan bahwa air bah raksasa telah menyebabkan terbentuknya sebagian besar strata geologis dalam waktu satu tahun. J. Laurence Kulp, seorang geolog yang tergabung dalam Plymouth Brethren, bergabung bersama sarjana-sarjana Kristen lain termasuk geolog, arkeolog, anthropolog, dan biolog yang pekerjaannya berhubungan dengan penanggalan radioaktif, untuk menghimbau organisasi Kristen, American Scientific Affiliation (ASA), untuk tidak secara resmi mendukung geologi air bah tetapi mengizinkan anggotanya untuk menerima pandangan ilmiah saat itu.[27] Kulp juga menulis kritik detail mengenai Geologi air bah, berjudul Deluge Geology, yang diterbitkan dalam Journal of the American Scientific Affiliation pada tahun 1950.[29] Ketika ASA menolak mengikuti geologi air bah, generasi baru Young Earth creationists terbentuk, sebagian besar terorganisasi dalam Institute for Creation Research yang didirikan oleh Dr. Morris. Penelitian oleh Creation Research Society telah mengamati dan menganalisis formasi geologis, di dalam kerangka geologi air bah, termasuk La Brea Tar Pits,[30] Tavrick Formation (Tauric Formation, Bahasa Rusia: "Tavricheskaya formatsiya") di Crimean Peninsula[31] dan Stone Mountain, negara bagian Georgia.[32] Umumnya, pendukung teori penciptaan (creationist) menyatakan bahwa interpretasi geologi air bah memiliki penjelasan yang lebih luas daripada penjelasan uniformitarian (satu lapisan). "Creation Research Society" menyatakan bahwa "uniformitarianism is wishful thinking" (uniformitarianisme adalah suatu angan-angan).[33] Dasar alkitabiahGeologi air bah didasarkan pada penafsiran harafiah dari kisah air bah di dalam Kitab Kejadian pasal 6–9. Kisahnya dimulai dengan keputusan Allah untuk mendatangkan air bah guna memusnakan segala yang hidup dari muka bumi kecuali mereka yang diselamatkan dalam Bahtera Nuh. Dalam tahun ke-600 usia Nuh, Allah membuka "tingkap-tingkap di langit" dan "mata air di kedalaman" dan menyebabkan hujan turun selama 40 hari 40 malam di muka bumi. Air bah meluap sampai 150 hari dan menutupi "semua puncak-puncak gunung di kolong langit." Kemudian air surut selama 150 hari dimana kemudian bahtera itu terdampar di pegunungan Ararat. Bumi menjadi kering, kemudian Nuh dan keluarganya serta hewan-hewan dan burung-burung keluar dari bahtera untuk memulai kehidupan di muka bumi.[34] Kitab Kejadian juga memuat suatu kronologi yang dengan penafsiran literal menempatkan air bah pada tahun ke-1656 setelah penciptaan dalam teks Alkitab Ibrani standar (Teks Masoret; sementara teks lain memberikan sedikit perbedaan tahun kronologi). Penyesuaian penanggalan dengan kalender modern ternyata tidak mudah, dengan ratusan pendapat yang berkisar antara tahun 2304[35] sampai 6934 SM[36] — tetapi geologi air bah modern sering mencoba menyesuaikan dengan teori "Young Earth Creationism" (penciptaan bumi muda). Kisah air bah di Alkitab ini mirip dengan mitos Mesopotamia kuno seperti Epos Atrahasis dan Epos Gilgames. Ada pakar yang menafsirkan bahwa dalam keseluruhan naratif Kitab Kejadian, kisah air bah ini merupakan cerminan secara terbalik dari kisah penciptaan pada Kejadian 1. Dikisahkan bahwa Allah menciptakan bumi yang baik, tetapi kemudian menjadi rusak dengan kekerasan, sampai pada Kejadian 6 Allah memutuskan memusnakan segala yang hidup. Hal itu dilakukan dengan membuka "tingkap-tingkap di langit" dan "sumber-sumber air di kedalaman", dan memasukkan air dari kosmos ke dalam dunia. Kronologi dari air bah merupakan pengulangan kronologi tujuh hari penciptaan: dimulai dari bulan ke-2, yang dianggap setara dengan hari ke-2 penciptaan, di mana cakrawala diciptakan; permukaan air bah naik selama 150 days (5 bulan, yang masing-masing terdiri dari 30 hari), sampai di akhir bulan ke-6 (ditafsirkan setara dengan 6 hari penciptaan) bahtera Nuh terdampar di puncak gunung tertinggi. Menggaris-bawahi pandangan ini, nama "Nuh" dalam bahasa Ibrani berarti "istirahat". Setelah sebulan beristirahat (setara dengan hari ke-7 penciptaan di mana Allah beristirahat/berhenti bekerja), air turun selama 150 hari (= 5 bulan) di mana dunia "diciptakan kembali": pada bulan ke-6 Nuh menunggu dan pada bulan ke-7 ia dan semua hewan keluar dari bahtera serta mengucapkan syukur kepada Allah.[37] Bukti-bukti yang dipakai untuk mendukungFosilKolom geologis dan catatan fosil digunakan sebagai bukti-bukti utama dalam penjelasan ilmiah mengenai perkembangan dan evolusi kehidupan di bumi serta dipakai untuk menentukan usia bumi. Pakar penciptaan "bumi muda" seperti Morris dan Whitcomb dalam buku mereka, The Genesis Flood (1961), menunjukkan bahwa usia fosil tergantung dari jumlah waktu yang diterakan pada kolom geologis, yang mereka nyatakan sekitar 1 tahun. Beberapa geolog air bah menggugat kolom geologis karena menggunakan fosil indeks yang kemudian dipakai untuk menentukan strata terisolasi dari strata lain dalam peta. Fosil sering kali ditentukan waktunya dari jarak mereka dengan strata yang mengandung fosil indeks yang usianya ditentukan dari lokasinya di kolom geologis. Oard[38] dan lain-lain mengatakan bahwa identifikasi fosil sebagai fosil indeks banyak menimbulkan kesalahan sehingga fosil indeks tidak dapat dipercaya penuh untuk membuat korelasi semacam itu, atau untuk menentukan waktu pembentukan strata setempat dengan menggunakan skala geologis yang digabung-gabungkan. Para pakar yang menerima adanya kolom geologis percaya bahwa kolom itu mengindikasikan runtunan peristiwa yang terjadi selama air bah global. Pendekatan ini diambil oleh sarjana di Institute for Creation Research seperti Andrew Snelling, Steven A. Austin dan Kurt Wise, serta Creation Ministries International. Mereka mengutip letusan Kambrium — munculnya fosil dalam jumlah melimpah pada periode upper Ediacaran (Vendian) dan periode lower Kambrium — sebagai batas "sebelum" dan "sesudah" air bah (pre-Flood/Flood boundary),[39] adanya sedimen fosil semacam itu yang tidak terjadi di kemudian hari pada catatan geologis sebagai bagian dari biota sebelum air bah yang punah[40] dan ketiadaan organisme dalam bentuk fosil yang muncul kemudian, seperti angiospermia dan mammalia, diakibatkan oleh erosi sedimen sebagai deposit oleh air bah ketika air menyurut.[41] Para pakar mengatakan bahwa pembentukan fosil hanya dapat terjadi ketika organisme itu terkubur cepat sehingga mayatnya terlindung dari kerusakan oleh pemangsa atau dekomposisi.[42] Catatan fosil merupakan bukti dari satu kali air bah raksasa (single cataclysmic flood) dan bukan catatan perubahan perlahan-lahan yang terakumulasi selama berjuta-juta tahun.[43] Geolog air bah mengemukakan sejumlah hipotesis untuk menyesuaikan urutan bukti fosil dalam kolom fosil dengan kisah air bah Nuh di Alkitab. Whitcomb dan Morris mengajukan 3 faktor yang mungkin terjadi:
Dalam skenario yang dikemukakan oleh Morris, mayat-mayat hewan laut adalah yang pertama-tama terbenam di dasar, diikuti oleh reptil darat yang bergerak pelan, dan diakhiri dengan manusia yang memiliki intelegensi paling tinggi serta kemampuan untuk melarikan diri sehingga mampu mencapai tempat-tempat paling tinggi sebelum tenggelam dalam air bah.[11] Sejumlah pakar percaya bahwa cadangan minyak dan batu bara dibentuk cepat dalam lapisan sedimentari ketika gunung-gunung berapi atau air bah meratakan hutan-hutan dan mengubur bekas-bekasnya. Diyakini bahwa vegetasi mengalami dekomposisi cepat menjadi minyak atau batu bara karena panas air subterranean ketika keluar dari dasar bumi pada waktu air bah atau karena suhu tinggi yang dihasilkan ketika bekas-bekas itu ditekan oleh air dan sedimen.[45] Kisah-kisah air bah yang tersebar luasPendukung geologi air bah menyatakan bahwa "cerita-cerita tentang air bah dari berbagai tempat dapat digolongkan sebagai sejarah atau legenda hampir di semua daerah di dunia." "Kisah-kisah air bah ini sering dihubungkan dengan elemen yang sama yang paralel dengan cerita di Alkitab termasuk peringatan akan datangnya air bah, pembuatan kapal sebelumnya, penyimpanan binatang, penyelamatan satu keluarga, dan pelepasan burung-burung untuk menentukan apakah air sudah benar-benar surut." Disimpulkan bahwa "konsistensi yang begitu banyak ditemukan dalam legenda-legenda air bah di tempat-tempat jauh di bumi mengindikasikan bahwa mereka diturunkan dari sumber yang sama, tetapi penyampaian lisan telah mengubah sejumlah detail seiring dengan waktu."[46] Usulan mekanisme"Runaway subduction"Dalam dua dekade terakhir, mekanisme yang paling sering diusulkan melibatkan "runaway subduction", yaitu pergerakan cepat dari plat tektonik, dalam satu bentuk atau yang lain. Kubah uap/air ("vapor/water canopy")Isaac Vail (1840–1912), seorang guru sekolah Quaker, dalam karyanya The Earth's Annular System (1912), mengekstrapolasi dari hipotesis nebular apa yang disebutnya sistem cincin tahunan (annular system) sejarah bumi, di mana bumi asalnya dikelilingi oleh lingkaran cincin yang mirip dengan planet Saturnus, atau kubah-kubah dari uap air. Kubah-kubah ini satu per satu jatuh ke bumi, mengakibatkan "bencana besar yang terus menerus, dipisahkan oleh jangka waktu yang berbeda" mengubur fosil-fosil. Air bah raksasa di kitab Kejadian dianggap berasal dari bagian terakhir kubah ini. Meskipun air bah terakhir secara geologis signifikan, dihipotesakan kurang dari catatan fosil yang disebut oleh George McCready Price.[47] Hipotesis ini mendapat pendukung dari kalangan Saksi Yehovah[47] dan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, antara lain ahli fisika Robert W. Woods,[48] sebelum disebut berulang di buku The Genesis Flood (1961).[49] Meskipun tidak banyak yang menerima teori kubah uap air (vapor canopy theory), akhir-akhir ini muncul pembelaan terhadapnya dari Dillow[50] dan Vardiman.[51] Di antara pendukung yang kuat termasuk Kent Hovind, yang menggunakannya sebagai dasar untuk teorinya yang disebut "Hovind Theory". Geologi modern dan geologi air bahGeologi modern dan cabang-cabangnya menggunakan metode sains untuk menganalisis geologi bumi. Prinsip kunci geologi air bah ditolak oleh kebanyakan analisis ilmiah dan tidak didukung sebagian besar komunitas sains.[4][5][6][7][8][9] Geologi modern bersandar pada sejumlah prinsip yang sudah tersusun, salah satu yang terpenting di antaranya adalah prinsip dari Charles Lyell mengenai uniformitarianisme. Dalam kaitan dengan kekuatan-kekuatan geologis dikatakan bahwa pembentukan bumi terjadi dari kekuatan berlangsung lambat yang dapat dilihat sekarang. Dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip ini para geolog dapat menentukan bahwa usia bumi adalah sekitar 4,5 miliar tahun. Mereka mempelajari litosfer bumi untuk mendapatkan informasi sejarah planet ini. Geolog membagi sejarah bumi dalam kurun (eon), era, periode, kala (epoch), dan tingkatan fauna yang ditandai dengan potongan-potongan terdefinisi baik dalam catatan fosil (lihat skala waktu geologi).[52][53] Pada umumnya, belum cukup bukti dari efek di atas yang dikemukakan oleh pendukung geologi air bah, sehingga tidak mendapat dukungan serius dari para ilmuwan.[54] ErosiGeologi air bah belum dapat menjelaskan formasi geologi seperti angular unconformities, di mana batuan sedimentari terjungkir dan tererosi kemudian lebih banyak lapisan lagi bertumpuk di atasnya, membutuhkan waktu lama untuk proses semacam ini. Juga dibutuhkan waktu lama untuk erosi lembah pada pegunungan batu sedimen. Contoh lain, jika air bah terjadi, maka efek ini tentunya tersebar luas dan dalam skala besar di seluruh dunia. Erosi seharusnya tersebar merata, tetapi kenyataannya ada perbedaan besar antara erosi di pegunungan Appalachian dan Rocky Mountains.[54] GeokronologiGeokronologi (Geochronology) adalah cabang ilmu yang menentukan usia absolut batu-batuan, fosil dan sedimen dengan berbagai teknik. Metode ini mengindikasikan bahwa bumi secara keseluruhan berusia sedikitnya 4,5 miliar tahun, dan bahwa starat yang menurut geologi air bah terbentuk pada waktu air bah 6000 tahun lalu sebenarnya didepositkan secara berhadap dalam kurun waktu jutaan tahun. PaleontologiJika air bah menyebabkan fosilisasi, maka semua hewan yang sekarang menjadi fosil tentunya hidup bersama di bumi sesaat sebelum datangnya air bah. Berdasarkan perkiraan jumlah bekas-bekas yang terkubur dalam formasi fosil Karoo di Afrika, ini bersesuaian dengan kepadatan tinggi yang tidak normal dari vertebrata di seluruh dunia, hampir 2100 per acre.[11] Para pendukung kreasionisme berargumen bahwa bukti dari kolom geologi adalah sepotong-sepotong (fragmentary), dan semua lapisan kompleks kapur terjadi mendekati hari ke-150 air bah zaman Nuh.[56][57] Namun, kolom geologi ditemukan pada beberapa tempat dan menunjukkan ciri-ciri beragam, termasuk bukti erosi dan penyusupan ke dalam lapisan-lapisan lebih tua, yang tidak dapat dijelaskan dalam skala waktu singkat. Tanah keras karbonat (carbonate hardground) dan fosil yang berkaitan menunjukkan apa yang disebut "sedimen air bah" mencakup bukti deposisi yang berhenti lama yang tidak konsisten dengan dinamika maupun waktu air bah.[7] GeokimiaPendukung geologi air bah mendapat kesulitan menjelaskan alternasi antara calcite sea dan aragonite sea sepanjang era Phanerozoik. Pola bersiklus carbonate hardgrounds, ooid kalsitik dan aragonitik, serta fauna bercangkang kalsit tampaknya dikontrol oleh kecepatan penyebaran dasar lautan (seafloor spreading) rates and pembilasan air laut melalui hydrothermal vent yang mengubah rasio Mg/Ca.[58] Lihat pula
Referensi
Pustaka lain
Bacaan tambahan
|