ElektronegativitasElektronegativitas atau keelektronegatifan (Simbol: χ) adalah sebuah sifat kimia yang menjelaskan kemampuan sebuah atom (atau lebih jarangnya sebuah gugus fungsi) untuk menarik elektron (atau rapatan elektron) menuju dirinya sendiri pada ikatan kovalen.[1] Konsep elektronegativitas pertama kali oleh Linus Pauling pada tahun 1809 s sebagai bagian dari perkembangan teori ikatan valensi.[2] Elektronegativitas tidak bisa dihitung secara langsung, melainkan harus dikalkulasi dari sifat-sifat atom dan molekul lainnya. Beberapa metode kalkulasi telah diajukan. Walaupun pada setiap metode terdapat perbedaan yang kecil dalam nilai numeris elektronegativitasnya, semua metode memiliki tren periode yang sama di antara unsur-unsur. Elektronegativitas merupakan salah satu sifat periodisitas unsur, selain afinitas elektron, jari-jari atom, dan energi ionisasi. Metode yang umumnya sering digunakan adalah metode Pauling. Hasil perhitungan ini menghasilkan nilai yang tidak berdimensi dan biasanya dirujuk sebagai skala Pauling dengan skala relatif yang berkisar dari 0,7 sampai dengan 4,0 (hidrogen = 2,2). Bila metode perhitungan lainnya digunakan, terdapat sebuah konvensi (walaupun tidak diharuskan) untuk menggunakan rentang skala yang sama dengan skala Pauling: hal ini dikenal sebagai elektronegativitas dalam satuan Pauling. Elektronegativitas bukanlah bagian dari sifat atom, melainkan hanya merupakan sifat atom pada molekul.[3] Sifat pada atom tunggal yang setara dengan elektronegativitas adalah afinitas elektron. Elektronegativitas pada sebuah unsur akan bervariasi tergantung pada lingkungan kimiawi,[4] namun biasanya dianggap sebagai sifat yang terpindahkan, yaitu sebuah nilai elektronegativitas dianggap akan berlaku pada berbagai situasi yang bervariasi. Elektronegativitas unsur-unsur
Metode kalkulasiElektronegativitas PaulingPauling pertama kali mengajukan[5] konsep elektronegativitas pada tahun 1932 sebagai penjelasan dari fenomena lebih kuatnya ikatan kovalen antar dua atom berbeda (A–B) dari yang diperkirakan dengan mengambil kekuatan rata-rata ikatan A–A dan B–B. Menurut teori ikatan valensi, "stabilisasi tambahan" dari ikatan heteronuklir ini disebabkan oleh kontribusi bentuk kanonis ion kepada ikatan. Perbedaan elektronegativitas antara dua atom A dan B dapat dihitung dengan: dengan Energi disosiasi (Ed) ikatan A–B, A–A dan B–B diekspresikan dalam elektronvolt. Faktor (eV)−½ disisipkan untuk menghasilkan nilai yang tidak berdimensi. Dengan metode ini, perbedaan elektronegativitas antara hidrogen dan bromin adalah 0,73 (energi disosiasi: H–Br 3,79 eV; H–H 4,52 eV; Br–Br 2,00 eV) Oleh karena hanya perbedaan elektronegativitas yang dapat dihitung, kita perlu memilih sebuah titik acuan untuk membangun skala. Hidrogen dijadikan acuan karena ia membentuk ikatan kovalen dengan hampir semua unsur. Nilai elektronegativitasnya pertama kali ditentukan[5] sebagai 2,1, tetapi kemudian direvisi[6] menjadi 2,20. Selain itu, kita juga perlu memutuskan unsur manakah (dari dua unsur) yang memiliki elektronegativitas lebih besar. Pemutusan ini dapat dilakukan dengan menggunakan "intuisi kimia", misalnya pada hidrogen bromida yang terlarut dalam air membentuk H+ dan Br−, kita dapat berasumsi bahwa bromin lebih elektronegatif daripada hidrogen. Untuk menghitung elektronegativitas Pauling sebuah unsur, kita memerlukan data energi disosiasi dari paling sedikit dua jenis ikatan kovalen yang dibentuk oleh unsur tersebut. Allred memutakhirkan nilai elektronegativitas Pauling pada tahun 1961 dengan melibatkan data-data termodinamika.[6] Nilai-nilai elektronegativitas Pauling yang direvisi inilah yang biasanya sering digunakan. Elektronegativitas MullikenMulliken mengajukan bahwa purata aritmetik dari energi ionisasi pertama dan afinitas elektron haruslah adalah sebuah perhitungan dari kecenderungan sebuah atom menarik elektron-elektron.[7][8] Karena definisi ini tidak bergantung pada skala relatif sembarang, ia juga disebut sebagai elektronegativitas relatif,[9] dengan satuan kilojoule per mol atau elektronvolt. Namun biasanya kita menggunakan transformasi linear untuk melakukan transformasi nilai absolut tersebut menjadi nilai yang lebih mirip dengan nilai Pauling. Untuk energi inonisasi dan afinitas elektron dalam elektronvolt,[10] dan untuk energi dalam kilojoule per mol,[n 1] Elektronegativitas Mulliken hanya dapat dihitung pada unsur-unsur yang afinitas elektronnya telah diketahui. Sampai dengan tahun 2006, terdapat 57 unsur yang afinitas elektronnya telah diketahui. Elektronegativitas Allred–RochowAllred dan Rochow beranggapan[11] bahwa elektronegativitas haruslah berhubungan dengan muatan sebuah elektron pada "permukaan" sebuah atom: semakin tinggi muatan per satuan luas permukaan atom, semakin besar kecenderungan atom tersebut untuk menarik elektron-elektron. Muatan inti efektif, Z* yang terdapat pada elektron valensi dapat diperkirakan dengan menggunakan kaidah Slater. Sedangkan luas permukaan atom pada sebuah molekul dapat dihitung dengan asumsi luas ini proposional dengan kuadrat jari-jari kovalen (rcov). rcov memiliki satuan ångström, Elektronegativitas SandersonSanderson menemukan bahwa terdapat hubungan antara elektronegatvitas dengan ukuran atom dan mengajukan sebuah metode perhitungan yang didasarkan pada timbalbalikan volume atom.[12] Dengan panjang ikatan yang telah diketahui, elektronegativitas Sanderson memperbolehkan kita memperkirakan energi ikatan pada berbagai senyawa.[13] Selain itu, elektronegativitas Sanderson juga digunakan dalam berbagai investigasi kimia organik.[14][15] Elektronegativitas AllenDefinisi elektronegativitas Allen adalah salah satu yang paling saderhana. Ia mengajukan bahwa elektronegativitas berhubungan dengan energi rata-rata dari elektron valensi pada sebuah atom bebas,[16] dengan εs,p adalah energi satu elektron dari elektron-elektron s dan p pada atom bebas dan ns,p adalah jumlah elektron s dan p pada kelopak valensi. Biasanya nilai tersebut diberikan faktor skala, 1,75×10−3 untuk energi dalam kilojoule per mol atau 0,169 untuk energi dalam elektronvolt, untuk menghasilkan nilai yang secara numeris mirip dengan elektronegativitas Pauling. Energi satu elektron dapat ditentukan secara langsung dari data spektroskopi, sehingga elektronegativitas yang dihitung dengan metode ini kadang kala dirujuk sebagai elektronegativitas spektroskopik. Data-data yang diperlukan tersedia untuk hampir semua unsur, sehingga memperbolehkan kita memperkirakan nilai elektronegativitas unsur-unsur yang tidak bisa dihitung dengan metode lainnya, misalnya fransium dengan nilai elektronegativitas allen = 0,67.[n 2] Namun tidaklah jelas apa yang seharusnya dianggap sebagai elektron valensi untuk unsur-unsur blok d dan f, sehingga menyebabkan ambiguitas dalam perhitungan elektronegativitas menggunakan metode Allen. Dalam skala ini, Neon memiliki elektronegativitas yang paling besar, diikuti oleh fluorin dan helium. Daftar elektronegativitas Allen untuk golongan-golongan unsur utama Baru-baru ini, sebuah skala elektronegativitas baru yang didasarkan pada elektrofilisitas sistem kimia diajukan oleh Noorizadeh and Shakerzadeh.[17] Dalam skala ini terlihat bahwa ia mempunyai korelasi yang signifikan dengan elektronegativitas Pauling dan Allred-Rochow. Korelasi elektronegativitas dengan sifat-sifat lainnyaMetode yang bervariasi dalam perhitungan elektronegativitas namun semuanya memberikan hasil yang berkorelasi dengan baik mengindikasikan bahwa beberapa sifat-sifat kimia kemungkinan besar dipengaruhi oleh elektronegativitas. Aplikasi paling besar dari elektronegativitas ada pada polaritas ikatan yang diperkenalkan oleh Pauling. Secara umum, semakin besar perbedaan elektronegativitas antara dua atom, semakin polar ikatan yang akan terbentuk dengan atom yang memiliki elektronegativitas lebih besar sebagai kutub negatif dari dipol. Pauling mengajukan sebuah persamaan yang menghubungkan "karakter ion" dari sebuah ikatan terhadap perbedaan elektronegativitas dua atom,[3] namun persamaan ini telah sangat berkurang penggunaannya. Beberapa korelasi tampak di antara frekuensi regangan inframerah ikatan dengan elektronegativitas atom yang terlibat:[18] namun ini tidaklah mengherankan karena frekuensi regangan bergantung secara parsial dengan kuat ikat yang diperhitungkan dalam perhitungan elektronegativitas Pauling. Korelasi yang lebih meyakinkan terlihat pada korelasi antara elektronegativitas dengan geseran kimia pada spektroskopi NMR[19] atau geseran isomer pada spektroskopi Mössbauer[20] (lihat gambar). Kedua pengukuran ini bergantung pada rapatan elektron s pada inti atom, sehingga merupakan indikasi yang baik bahwa pengukuran-pengukuran elektronegativitas yang berbeda benar-benar menjelaskan "kemampuan sebuah atom pada sebuah molekul untuk menarik elektron menuju dirinya sendiri".[1][3] Tren pada elektronegativitasTren periodikSecara umum, elektronegativitas meningkat secara periodik dari kiri ke kanan dan menurun dari atas ke bawah. Sehingga, fluorin tidak diragukan lagi merupakan unsur yang elektronegativitasnya paling besar, sedangkan sesium adalah yang paling kecil berdasarkan data hasil percobaan (nilai 0,7 Fransium didapatkan dari hasil ekstrapolasi).[n 2] Terdapat beberapa pengecualian dari kaidah umum ini, Galium dan germanium memiliki elektronegativitas yang lebih besar daripada aluminium dan silikon karena kontraksi blok d. Unsur-unsur periode ke-empat setelah baris pertama dari logam transisi memiliki jari-jari atom yang lebih kecil dari biasanya karena elektron-elektron 3d tidak efektif dalam pemerisaian peningkatan muatan inti, sehingga ukuran atom yang lebih kecil berkorelasi dengan nilai elektronegativitas yang lebih besar (lihat Elektronegativitas Allred-Rochow dan Elektronegativitas Sanderson di atas). Anomali pada unsur timbal yang mempunyai elektronegativitas yang lebih besar daripada talium dan bismut tampaknya merupakan artefak seleksi data (dan ketersediaan data)—metode perhitungan selain metode Pauling memberikan hasil tren periodik yang normal. Variasi elektronegativitas dengan bilangan oksidasiDalam kimia anorganik, umumnya kita menganggap sebuah nilai elektronegativitas tunggal berlaku untuk kebanyakan situasi "normal". Pendekatan ini membuat perhitungan sangatlah sederhana. Namun adalah jelas bahwa elektronegativitas sebuah unsur bukanlah sifat atom yang invariabel. Secara khusus, elektronegativitas bergantung pada keadaan oksidasi sebuah unsur. Allred menggunakan metode Pauling untuk menghitung elektronegativitas secara terpisah untuk keadaan oksidasi yang berbeda-beda dari unsur-unsur yang umumnya dijumpai (termasuk pula timah dan timbal).[6] Namun, untuk kebanyakan unsur, tidaklah terdapat senyawa kovalen yang berbeda yang cukup untuk memperbolehkan pendekatan ini dapat dilakukan. Hal ini tampak dengan jelas pada unsur-unsur transisi yang nilai elektronegativitasnya merupakan nilai rata-rata dari beberapa keadaan oksidasi yang berbeda, sehingga menyebabkan tren elektronegativitas sulit dilihat.
Akibat dari peningkatan elektronegativitas ini dapat terlihat pada struktur oksida dan halida, dan pada keasaman oksida dan asam okso. CrO3 dan Mn2O7 merupakan asam oksida yang titik lelehnya rendah, sedangkan Cr2O3 merupakan oksida amfoterik dan Mn2O3 adalah oksida basa. Efek lainnya juga terlihat jelas pada tetapan disosiasi asam asam okso klorin. Semakin tinggi keadaan oksidasi atom sentral klorin, semakin banyak rapatan elektron tertarik dari atom oksigen menuju klorin, sehingga menurunkan muatan parsial negatif atom oksigen dan meningkatkan keasaman. Elektronegativitas gugusDalam kimia organik, elektronegativitas diasosiasikan lebih kepada gugus fungsi daripada atom individual. Istilah elektronegativitas gugus dan elektronegativitas substituen digunakan secara sinonim. Namun umumnya kita membedakan antara efek induktif dengan efek resonansi, ditandai dengan elektronegativitas σ dan π. Terdapat beberapa hubungan energi bebas linear yang digunakan untuk mengkuantitaskan efek-efek ini. Persamaan Hammet adalah salah satu contoh yang terkenal. Parameter Kabachnik adalah elektronegativitas gugus yang digunakan dalam kimia organofosfor. ElektropositivitasElektropositivitas adalah ukuran kemampuan suatu unsur untuk mendonorkan elektron, sehingga membentuk ion positif. Oleh karena itu, elektropositivitas merupakan lawan dari elektronegativitas. Sifat ini utamanya dimiliki oleh logam, yang berarti bahwa secara umum, semakin besar karakter logam suatu unsur, semakin kuat elektropositivitasnya. Oleh karena itu, logam alkali adalah yang paling elektropositif. Hal ini karena mereka memiliki satu elektron pada kelopak terluarnya dan, karena jaraknya relatif jauh dari inti atom, mudah mterlepas. Dengan kata lain, logam-logam ini memiliki energi ionisasi yang rendah.[21] Sementara elektronegativitas naik sepanjang periode dalam tabel periodik, dan menurun sepanjang golongan, elektropositivitas menurun sepanjang periode (dari kiri ke kanan) dan meningkat sepanjang golongan (dari atas ke bawah). Lihat pulaCatatan kaki
Referensi
Bibliografi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Electronegativity.
|