Boikot, Divestasi, dan Sanksi
Boikot, Divestasi, dan Sanksi (bahasa Inggris: Boycott, Divestment and Sanctions, disingkat BDS) adalah kampanye global[1] yang menekan Israel dari segi ekonomi dan politik agar mau mematuhi tujuan gerakan ini: mengakhiri pendudukan dan kolonisasi Israel terhadap tanah Palestina, kesetaraan hak warga Arab-Palestina di Israel, dan menghormati hak pulang pengungsi Palestina.[1] Kampanye ini dimulai tanggal 9 Juli 2005 oleh 171 lembaga swadaya masyarakat Palestina yang mendukung tujuan pergerakan Palestina berupa boikot, divestasi, dan sanksi internasional terhadap Israel. Sambil mengutip resolusi PBB dan menggaungkan kampanye anti-apartheid terhadap pemerintah minoritas kulit putih di Afrika Selatan era apartheid,[2] kampanye BDS menuntut dilancarkannya "segala bentuk boikot terhadap Israel sampai negara tersebut memenuhi kewajibannya sesuai hukum internasional".[3] Muncul perdebatan soal cakupan, keberhasilan, dan moralitas gerakan BDS. Pengkritiknya berpendapat bahwa gerakan BDS mempromosikan delegitimisasi Israel.[4] Pendukung BDS berpendapat bahwa gerakan maupun kritik terhadap gerakan ini sama seperti boikot terhadap Afrika Selatan pada masa apartheid.[5][6][7] Pada awal 2014, Yair Lapid, menteri keuangan Israel, menyatakan bahwa Israel sedang mendekati "titik balik" yang sama seperti Afrika Selatan saat seluruh dunia berbalik melawan negara itu pada hari-hari terakhir apartheid.[8] Bulan Maret 2014, harian Maariv melaporkan bahwa gerakan BDS membuat Israel mengalami kerugian ekonomi sebesar 100 juta shekel (US$32 juta atau €22 juta) sepanjang tahun 2014.[9] TujuanKampanye BDS menuntut diterapkannya berbagai bentuk "hukuman tanpa kekerasan" terhadap Israel sampai negara itu "mematuhi aturan hukum internasional". BDS meminta Israel untuk:
MetodePekan Apartheid Israel adalah rangakaian kegiatan yang umumnya digelar pada bulan Februari atau Maret.[11] Lihat pulaReferensi
Catatan kaki
Pranala luarWikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Dukungan
Kritik
|