Ureng, Leihitu, Maluku Tengah

Ureng
Urehena
Negara Indonesia
ProvinsiMaluku
KabupatenMaluku Tengah
KecamatanLeihitu
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Ureng adalah sebuah negeri di kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, Indonesia.

Etimologi

Nama Ureng pertama kali muncul sebagai Uring dalam Hikayat Tanah Hitu. Dalam peta Eropa tahun 1617 tidak ditemukan mengenai Ureng. Ureng baru disebutkan dalam peta yang muncul kemudian, yakni tahun 1665 dan 1753, masing-masing dengan ejaan Ourien dan Oerien.[1] Steven Adriaan Buddingh (1860) dalam publikasinya berjudul Neêrlands-Oost-Indïë menyebutkan negeri-negeri di pesisir Leihitu, yakni Assiloeloe (Asilulu), Oerin (Ureng), Lima (Negeri Lima), dan Ceith (Seith). Semua negeri yang disebutnya beragama Islam.[2]

Kondisi wilayah

Letak dan batas-batas

Secara geografis Negeri Ureng terletak di Jazirah Leihitu, pesisir Pulau Ambon bagian utara dan berada di tepian Teluk Piru. Pesisir Ureng pernah dilanda bencana alam berupa ombak besar atau gelombang pasang pada 2021, yang tidak mengakibatkan terjadinya korban jiwa.[3] Negeri yang terletak di Pulau Ambon ini adalah negeri induk, dengan luas 16 km².[4] Ureng memiliki satu pertuanan yang terletak di seberang lautan, yakni Dusun Tihulesy yang berada di Tanjung Sial, Pulau Seram. Negeri induk memiliki batas-batas sebagai berikut.

Rumphius mencatat bahwa dulu Asilulu dan Ureng berjarak 2 mil saja dari Larike. Keduanya terletak dekat sekali, sehingga seakan-akan merupakan satu negeri saja.[5] Terdapat sebuah bukit yang tidak terlalu tinggi di negeri ini, dekat muara Sungai Waipeka.[5]

Dusun Tihulesy masuk sebagai wilayah administrasi Kabupaten Maluku Tengah. Namun, pada 2009 Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat memasukkan dusun ini dan dusun-dusun tetangga di Tanjung Sial yang negeri induknya ada di Leihitu (Larike, Wakasihu, Asilulu) sebagai dasar penghitungan DAU (dana alokasi umum) tanpa memberikan pelayanan administrasi kepada penduduk di sana. Hal yang dilakukan oleh Kabupaten Seram Bagian Barat ini membuat Kabupaten Maluku Tengah rugi Rp63,1 miliar pada tahun anggaran 2009.[7]

Transportasi dan komunikasi

Ureng berjarak 12 km dari ibu kota kecamatan di Hila dan 484 km ke ibu kota kabupaten Maluku Tengah di Masohi.[8] Negeri ini dengan seluruh negeri di pesisir utara Ambon dihubungkan oleh sebuah jalan darat berasap yang dapat dilalui sepanjang tahun dan yang dilayani oleh angkot trayek tetap.[9]

Ada 1 menara BTS di Ureng dan 1 operator seluler yang beroperasi,[10] yakni Telkomsel. Kekuatan jaringan seluler terbilang kuat dan sudah di-cover oleh layanan 4G/LTE.[11]

Adat dan struktur sosial

Terdapat 12 fam atau matarumah asli Ureng yang terbagi ke dalam tiga soa, yakni sebagai berikut.

  • Soa Laitupa

Terdiri dari matarumah Laitupa dan Kotala Hata Iti.

  • Soa Nur Laisouw Pakay

Beranggotakan matarumah-matarumah berikut.

  1. Heluth (sebagian)
  2. Kotala
  3. Laisouw
  4. Mahu (sebagian)
  5. Niapele
  • Soa Uren Bessy

Beranggotakan matarumah-matarumah berikut.

  1. Heluth (sebagian)
  2. Mahu (sebagian)
  3. Mahulette
  4. Makatita
  5. Pelu
  6. Tanasy

Kepala Soa Laitupa bergelar Ali Fatan dan berkedudukan sebagai soa parentah atau raja yang memerintah negeri. Raja Ureng bergelar sebagai Upu Latu Marayase. Kepala Soa Nur Laisouw Pakay bergelar Tita Hatu dan Tota, membantu raja dalam pemerintahan adat dan menjadi marinyo. Sementara Kepala Soa Uren Bessy bergelar Bessy dan Toral, juga membantu raja dalam pemerintahan adat dan terlibat dalam pelantikan raja.

Pada tahun 2011 masyarakat Ureng mendirikan baileo yang bercirikan patalima.

Demografi

Ureng memiliki penduduk sebesar 4.609 jiwa, terdiri dari 2.282 jiwa perempuan dan 2.327 jiwa laki-laki.[12] Jumlah ini setara dengan 8,35% total penduduk Kecamatan Leihitu. Tercatat pada 2022, kepadatan penduduk Ureng sebesar 288 jiwa per km² dan angka rasio jenis kelaminnya 102.[13] Ada 1.109 keluarga pelanggan listrik PLN dan tidak ada keluarga yang belum menikmati aliran listrik.[14]

Kesehatan

Data tahun 2022 menunjukkan bahwa di Ureng tidak dijumpai kasus gizi buruk.[15]

Bahasa

Bahasa daerah yang dituturkan di Ureng adalah bahasa Asilulu yang juga dituturkan di negeri-negeri tetangga seperti Asilulu itu sendiri dan Negeri Lima.[16] Tiap negeri memiliki dialeknya sendiri, [17] dengan sedikit perbedaan. Bahasa ini statusnya terancam (threatened), walaupun demikian boleh dikatakan lebih lestari dan bertahan dibandingkan bahasa-bahasa serupa di negeri-negeri Kristen.[18] Sebagian besar penduduk saat ini berbicara pula dalam bahasa Indonesia yang diajarkan di sekolah-sekolah, serta bahasa Melayu Ambon yang merupakan basantara de facto di Maluku Bagian Tengah.

Agama

Seluruh negeri di Leihitu beragama Islam dan Ureng merupakan salah satu negeri Muslim di Pulau Ambon. Negeri ini memiliki 3 masjid dan 6 musalah,[19] yang tersebar di negeri induk maupun dusun di Tanjung Sial.

Ekonomi

Nelayan dan bertani merupakan mata pencaharian utama penduduk Ureng. Cengkih merupakan salah satu hasil bumi utama di negeri ini. Pada 2021, di Ureng terdapat satu rumah makan dan 40 toko kelontong.[20]

Hubungan sosial

Ureng memiliki hubungan pela dengan Akoon, Nalahia, Paperu, serta Tiouw-Ameth. Pela dengan Akoon, Nalahia, dan Paperu tidak diketahui jenisnya, sementara pela dengan Tiouw-Ameth berjenis tampa siri. Menurut catatan di Ameth, negeri itu memang ber-pela dengan Ureng,[21] tetapi tidak terikat hubungan apa-apa dengan Tiouw. Ureng berhubungan gandong dengan Lilibooi[22][23] dan Naku. Hubungan gandong antara Ureng dan Naku terutama melibatkan matarumah Laissouw dengan matarumah-matarumah di Naku yang tergabung dalam Soa Pessi seperti Pessiwarissa, Alfons, Warella, dan Polway. Soa Pessi berasal dari matarumah Lossow di Ureng dan mereka di kemudian hari berpindah agama dari Islam ke Kristen Protestan.[24]

Referensi

Daftar pustaka

Buku

  • BPS Kabupaten Maluku Tengah (2022). Kecamatan Leihitu dalam Angka 2023. Masohi: BPS Kabupaten Maluku Tengah. hlm. i-99. 
  • Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional (2000). Lembaga Pendidikan Kemasyarakatan dan Budaya Universitas Indonesia, ed. Lembaga Budaya Pela dan Gandong di Maluku: Latar Sejarah, Peranan dan Fungsinya (PDF). Jakarta: Proyek Pengembangan Media, Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional RI. hlm. 106. 
  • Pieris, John (2004). Tragedi Maluku: Sebuah Krisis Peradaban, Analisis Kritis Aspek: Politik, Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Keamanan, Edisi I. Yayasan Obor Indonesia. hlm. 201. 

Nonbuku

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya