Undang-Undang Kementerian Negara
Wikisumber memiliki naskah asli yang berkaitan dengan artikel ini:
Undang-Undang Kementerian Negara (secara resmi bernama Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara) adalah undang-undang yang mengatur tentang kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, menggabungkan, memisahkan dan/atau mengganti, pembubaran/menghapus kementerian, hubungan fungsional kementerian dengan lembaga pemerintah nonkementerian dan pemerintah daerah serta pengangkatan dan pemberhentian menteri atau menteri koordinator berisi penataan kembali keseluruhan kelembagaan pemerintahan sesuai dengan nomenklatur seperti departemen, kementerian negara, lembaga pemerintah nonkementerian, maupun instansi pemerintahan lain, termasuk lembaga nonstruktural. Awalnya aturan kementerian negara diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 namun pada tahun 2024, Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan revisi undang undang tersebut dengan diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2024. KetentuanDalam Undang-Undang tentang Kementerian Negara mengatur sbb:[1]
Tugas dan FungsiKementerian berkedudukan di Ibu Kota Indonesia[2] mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden [3] dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sbb:[4]
Urusan pemerintahanSetiap Menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, yang terdiri atas:
Setiap urusan pemerintahan, kecuali urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan, tidak harus dibentuk dalam satu Kementerian tersendiri. Penggabungan, pemisahan, dan pembubaranKementerian luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan tidak dapat diubah dan dibubarkan,[5] presiden dapat melakukan pengubahan Kementerian yang lain dengan mempertimbangkan, efisiensi dan efektivitas, perubahan dan/atau perkembangan tugas dan fungsi, cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas, kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas, peningkatan kinerja dan beban kerja pemerintah serta kebutuhan penanganan urusan tertentu dalam pemerintahan secara mandiri dan/atau kebutuhan penyesuaian peristilahan yang berkembang dengan ketentuan [6] pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan Kementerian presiden melakukan dengan meminta pertimbangan atau persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat dengan waktu paling lama tujuh hari kerja sejak surat presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyatsudah harus memberikan Pertimbangan bilamana Dewan Perwakilan Rakyat dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat presiden diterima belum juga memberikan Pertimbangan maka secara langsung Dewan Perwakilan Rakyat dianggap sudah memberikan pertimbangan sedangkan khusus untuk Kementerian agama, hukum, keuangan dan keamanan pihak presiden harus mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Jumlah menteri kabinetDalam menjalankan tugasnya Presiden dapat membentuk Menteri Koordinator dan Menteri dengan mempertimbangkan efisiensi, efektivitas, cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas, kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas serta perkembangan lingkungan global dengan jumlah keseluruhan paling banyak 34 (tiga puluh empat) [7] kementerian dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak Presiden mengucapkan sumpah/janji [8]. Namun jumlah maksimal kementerian telah diubah. Pada tahun 2024 Dewan Perwakilan Rakyat mengeluarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan telah disahkan oleh Presiden dimana dalam beleid baru, Pasal 15 tidak lagi membatasi presiden dalam membentuk kementerian yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemerintahan. “Jumlah keseluruhan Kementerian yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 ditetapkan sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh presiden,” dikutip dari Pasal 15 dalam beleid terbaru.[9]. Selain itu, Pasal 9A juga disisipkan di antara pasal 9 dan pasal 10, yang memberikan wewenang kepada Presiden untuk mengubah unsur organisasi kementerian sesuai dengan kebutuhan pemerintahan dan penambahan Pasal 6A, yang memungkinkan pembentukan kementerian baru berdasarkan sub-urusan pemerintahan tertentu.[10][11] Larangan merangkap JabatanMenteri dilarang mempunyai jabatan lain sebagai[12]
Jabatan wakil menteriBila dipandang perlu Presiden dapat mengangkat wakil Menteri pada Kementerian tertentu akan tetapi jabatan wakil Menteri tidak merupakan anggota kabinet melainkan sebagai pejabat karier [13] Ketentuan peralihanKementerian seperti Departemen dan Kementerian Negara tetap menjalankan tugasnya sampai dengan terbentuknya Kementerian berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Kementerian Negara [14] Referensi
Lihat pula |