Ujaran kebencianUjaran kebencian (bahasa Inggris: hate speech) adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnik, gender, cacat,[1] orientasi seksual,[2] warga negara, agama, dan lain-lain.[3] Dalam arti hukum, ujaran kebencian adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku, pernyataan tersebut, atau korban dari tindakan tersebut.[4] Situs web yang menggunakan atau menerapkan ujaran kebencian disebut situs kebencian (hate site). Kebanyakan dari situs ini memakai forum internet dan berita untuk mempertegas sudut pandang tertentu.[5] Para kritikus berpendapat bahwa istilah ujaran kebencian merupakan contoh modern dari novel Newspeak, ketika ujaran kebencian dipakai untuk memberikan kritik secara diam-diam kepada kebijakan sosial yang diimplementasikan dengan buruk dan terburu-buru seakan-akan kebijakan tersebut terlihat benar secara politik.[6][7][8] Sampai saat ini, belum ada pengertian atau definisi secara hukum mengenai apa yang disebut ujaran kebencian dan pencemaran nama baik dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris, pencemaran nama baik diartikan sebagai sebagai defamation, libel, dan slander yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia adalah fitnah (defamation), fitnah lisan (slander), fitnah tertulis (libel). Dalam bahasa Indonesia, belum ada istilah yang sah untuk membedakan ketiga kata tersebut.[9] Undang-undang tentang hate speechHampir semua negara di seluruh dunia mempunyai undang-undang yang mengatur tentang hate speech. Contohnya adalah Britania Raya, pada saat munculnya Public Order Act 1986 menyatakan bahwa suatu perbuatan dikategorikan sebagai tindakan kriminal adalah ketika seseorang melakukan perbuatan "mengancam, menghina, dan melecehkan baik dalam perkataan maupun perbuatan" terhadap "warna kulit, ras, kewarganegaraan, atau etnis".[10] Di Brazil, negara mempunyai konstitusi yang melarang munculnya atau berkembangnya propaganda negatif terhadap agama, ras, kecurigaan antarkelas, dll.[11] Di Turki, seseorang akan divonis penjara selama satu sampai tiga tahun apabila melakukan penghasutan terhadap seseorang yang membuat kebencian dan permusuhan dalam basis kelas, agama, ras, sekte, atau daerah.[12] Di Jerman, ada hukum tertentu yang memperbolehkan korban dari pembinasaan untuk melakukan tindak hukum terhadap siapapun yang menyangkal bahwa pembinasaan itu terjadi. Adapun di Kanada, "Piagam Kanada" untuk hak dan kebebasan (Canadian Charter of Rights and Freedoms) menjamin dalam kebebasan berekspresi namun dengan ketentuan-ketentuan tertentu agar tidak terjadi penghasutan.[13] IndonesiaSementara di Indonesia, R. Susilo menerangkan bahwa yang dimaksud dari "menghina" adalah "menyerang kehormatan dan nama baik seseorang". Yang terkena dampak hate speech biasanya merasa malu. Menurutnya, penghinaan terhadap satu individu ada 6 macam yaitu[14][15]
Semua penghinaan tersebut hanya dapat dituntut jika ada pengaduan dari individu yang terkena dampak penghinaan.[16]
Hate speech dalam internetEtika dalam dunia online perlu ditegaskan, mengingat dunia online merupakan hal yang sudah dianggap penting bagi masyarakat dunia. Namun, semakin banyak pihak yang menyalahgunakan dunia maya untuk menyebarluaskan hal-hal yang tidak lazim mengenai sesuatu, seperti suku bangsa, agama, dan ras. Penyebaran berita yang sifatnya fitnah di dunia Internet, misalnya, menjadi hal yang patut diperhatikan. Internet Service Provider (ISP) biasanya menjadi pihak yang dianggap bertanggung jawab atas segala isi yang mengandung fitnah. Sesungguhnya, isi yang mengandung fitnah berada di luar tanggung jawab ISP; terlebih ada pihak ke tiga yang memasukkannya tanpa sepengetahuan ISP. Sama halnya seperti manajemen dalam toko buku, dunia Internet membedakan peran antara distributor dan publisher. Dalam hal ini, ISP sekadar bertindak sebagai publisher yang mengontrak distributor untuk mengelola jaringan mereka. Hal di ataslah yang sering disebut dengan Libel yakni sebuah pernyataan ataupun ekspresi seseorang yang mengakibatkan rusaknya reputasi orang lain dalam komunitas tertentu karena ekspresinya itu. Ataupun bisa dalam bentuk pembunuhan karakter dan dalam dunia profesional sekalipun.[20] Contoh kasus di atas adalah salah satu contoh kasus mengenai istilah hate yang sering dihadapi oleh Amerika dan merupakan sebuah dilema dari kebebasan berekspresi dari first amandment mereka. Kejahatan Hate merupakan masalah serius yang dihadapi oleh Amerika, pada tahun 2001 sendiri terdapat 12.000 individu yang menjadi korban dari kejahatan Hate ini biasanya dikarenakan ras, etnis, negara asal, agama atau kepercayaan mereka, orientasi sex, atau bahkan karena gender mereka.[20]
IndonesiaTanpa kita sadari, sebenarnya ujaran kebencian masih banyak terjadi di Indonesia. Termasuk blogosphere (situs-situs blog) Indonesia. Contoh kasus ujaran kebencian di Indonesia adalah kasus ketika Luna Maya memaki infotainment lewat Twitter yang terjadi pada akhir tahun 2009. Kalimat yang diucapkan Luna Maya pada saat itu adalah, “Jadi bingung kenapa manusia sekarang lebih [mirip] setan dibandingkan dengan setannya sendiri...apa yang disebut manusia udah jadi setan semua?”; “Infotaiment derajatnya lebih hina daripada pelacur, [atau] pembunuh! May your soul burn in hell!” Peristiwa ini diduga ketika Luna menghadiri acara premier film “Sang Pemimpi” yang berlokasi di EX Plaza, tanggal 15 Desember malam hari. Pada saat itu, Luna sedang menggendong anak kandung dari Ariel. Meski sempat dilaporkan ke polisi, bahkan melibatkan Tantowi Yahya untuk mediasinya dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), akhirnya damai menjadi jalan tengah. PWI, atas nama Priyo Wibowo, mencabut laporan terhadap Luna Maya yang dituding telah melakukan pencemaran nama baik melalui akun Twitter.[21] Selain itu ada contoh kasus lain, yaitu kasus Prita yang dituduh mencemarkan nama baik RS Omni Internasional lewat e-mail. Kejadian dimulai pada tanggal 7 Agustus 2008 sekitar pukul 20.30 ketika Prita datang ke UGD karena keluhan panas selama 3 hari, sakit kepala berat, mual, muntah, sakit tenggorokan, tidak BAB selama 3 hari, dan tidak nafsu makan. Pada saat pemeriksaan darah, ternyata terbilang jumlah trombosit Prita 181.000/ul dan kemudian dilakukan terapi. Selama 4 hari dirawat, ternyata gejala-gejala tersebut sudah mulai menghilang, namun timbul gondongan yang muncul di lehernya. Setelah mengetahui adanya gondongan di lehernya, Prita langsung izin pulang dan mengisi formulir saran karena merasa tidak puas dengan layanan yang diberikan oleh rumah sakit. Tidak hanya lewat form saran, tetapi juga membuat surat lewat e-mail dan situs dengan judul "Penipuan OMNI Internasional Hospital Alam Sutera Tangerang", yang kemudian disebarluaskan ke berbagai alamat e-mail.[22] Lihat pula
Referensi
Pranala luar
|