Tim Transparansi Industri Ekstraktif (disingkat EITI) adalah bekas lembaga nonstruktural yang bertugas untuk mengawasi dan menentukan mekanisme transparansi industri ekstraktif di Indonesia. Tim ini bertanggung jawab kepada Presiden. Tim Transparansi Industri Ekstraktif dibentuk untuk memastikan pendapatan negara dan daerah yang berasal dari industri ekstraktif transparan.
Sejarah
EITI dibentuk pada era Susilo Bambang Yudhoyono berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2010 tentang Transparansi Pendapatan Negara dan Pendapatan Daerah yang Diperoleh dari Industri Ekstraktif.
Tim tersebut berwenang untuk meminta informasi, data, masukan, atau konsultasi kepada instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan-perusahaan industri ekstraktif, dan pihak-pihak terkait lain.
Dengan kata lain, EITI harus mencocokkan laporan keuangan perusahaan ekstraktif yang telah diaudit oleh auditor independen dengan laporan keuangan negara. Ini adalah standar global untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pada sektor migas dan pertambangan—yang selama ini menyumbang sekitar 90 persen pemasukan negara.[3]
Organisasi
Tim Transparansi terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Pelaksana.
perwakilan dari pemerintahan daerah penghasil mineral, batubara, minyak bumi dan gas bumi (3 orang);
perwakilan dari asosiasi perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mineral, batubara, serta minyak dan gas bumi (3 orang);
perwakilan lembaga swadaya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap transparansi pendapatan negara dan pendapatan daerah yang diperoleh dari Industri Ekstraktif (3 orang)