Tagop Sudarsono Soulisa
Dr. Tagop Sudarsono Soulisa, S.H., M.T. (lahir 18 Maret 1968) adalah birokrat dan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Tagop saat ini berstatus sebagai Koruptor dan ditangkap KPK, karena sejumlah korupsi proyek infrastruktur di Kab. Buru Selatan.[2] yang menjabat sebagai Bupati Buru Selatan pada masa jabatan 2011–2016 dan 2016–2021.[3] Sebelum menjadi bupati, ia menjabat staf Dinas Pendapatan Provinsi Maluku (1995–1999), Kepala Subbidang Ekonomi Litbang Maluku (2001–2008), dan Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Buru Selatan (2009–2011). Ia adalah lulusan S2 Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (2001) dan S3 Ilmu Pemerintahan Universitas Satyagama (2017).[4][5][6] Lahir di Ambon, nama Tagop berasal dari peristiwa tanah goyang (gempa?) yang terjadi di Maluku. Tagop adalah akronim dari Tanah Goyang Perkasa. Kakek atau Opanya, Hi. Muhammad Kasim Soulisa, adalah birokrat yang menjabat Sekretaris Wilayah Daerah (Sekwilda) Provinsi Maluku selama 27 tahun. Pamannya, Hi. Memet Latuconsina, adalah mantan Wakil Gubernur Maluku.[6] Tagop sempat mendaftar menjadi bakal calon gubernur Maluku 2018, tetapi gagal memperoleh dukungan koalisi partai politik.[7] KorupsiPada 26 Januari 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Tagop Sudarsono Soulisa, sebagai tersangka kasus dugaan suap. Pada konferensi pers KPK, Lili Pintauli Siregar sebagai Wakil Ketua KPK, mengatakan bahwa Tagop telah menerima uang suap sebanyak Rp 10 miliar. Diduga nilai fee yang diterima oleh Tagop sekitar Rp 10 miliar, salah satunya untuk mengerjakan sebuah proyek pekerjaan dari dana DAK Buru Selatan tahun 2015.[8] Fee tersebut berasal dari beberapa proyek yang dikerjakan di Kabupaten Buru Selatan. Proyek tersebut adalah pembangunan jalan dalam kota Namrole untuk tahun 2015 dengan nilai proyek sebesar Rp 3,1 miliar, kemudian proyek peningkatan jalan dalam kota Namrole dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar. Proyek lain adalah peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar, dan juga peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 mliar. Dari proyek tersebut Tagop diduga meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7-10 persen dari nilai kontrak pekerjaan.[8] Referensi
|