Relief Tiga Perupa Kemayoran

Relief Tiga Perupa Kemayoran adalah tiga relief karya tiga perupa Indonesia, S. Sudjojono, R.M. Soerono dan Harijadi Sumodidjojo yang ada di sepanjang dinding bangunan bekas Ruang VIP Bandar Udara Internasional Kemayoran, Jakarta. Karya ini diperkenalkan oleh presiden pertama RI, Soekarno di awal kemerdekaan untuk mempercantik Ibukota Jakarta dan dikenal dengan sebutan "Wajah Muka Indonesia", melalui program Djakarta City Planning. Karya ini kemudian juga menjadi inspirasi dari empat hotel pertama di Indonesia, yaitu, Hotel Indonesia, Hotel Bali Beach, Hotel Samudra Beach dan Hotel Ambarukmo yang sekarang dinaungi oleh Hotel Indonesia Group.[1]

Metode dan teknik pengerjaan relief ini berbeda dengan pembuatan relief Candi Borobudur ataupun candi-candi lainnya. Arkeolog, membuktikan bahwa relief candi dipahat dahulu pada panil-panil batu alam, kemudian baru disusun atau disandingkan menjadi rangkaian cerita utuh. Metode ini kemudian menginspirasi metode pembuatan ornamen arsitektur, baik berupa relief maupun pelapis permukaan dinding nonrelief. Karena dapat dibuat berdasarkan pola serta ukuran tertentu berupa panil modular, tampaklah kerapiannya ketika disusun sebagai satu kesatuan utuh. Perkembangan medium relief yang semula menggunakan bahan batu alam telah diperkaya dengan bahan keramik, kayu, logam, dan kaca serat (fiber glass).[1]

Relief ini termasuk relief rendah, yaitu relief dengan ukiran yang sedikit menonjol dari dasar permukaan dindingnya.

Sejarah

Bandar Udara Kemayoran, juga dieja Bandar Udara Kemajoran merupakan bandar udara pertama di Indonesia yang dibuka untuk penerbangan internasional. Landasan bandar udara ini dibangun pada tahun 1934 dan secara resmi dibuka pada tanggal 8 Juli 1940. Namun sebenarnya mulai tanggal 6 Juli 1940 tercatat bandar udara ini sudah mulai beroperasi dimulai dengan pesawat pertama yang mendarat jenis DC-3 Dakota milik perusahaan penerbangan Hindia Belanda, KNILM (Koningkelije Nederlands Indische Luchtvaart Maatschapij) yang diterbangkan dari Lapangan Terbang Tjililitan. Tercatat pesawat ini sebagai pesawat yang terus beroperasi di bandara ini hingga akhir masa pengooperasian bandara ini.[2]

Bandar udara yang dahulu terkenal dengan nama Kemajoran ini resmi berhenti beroperasi pada tanggal 31 Maret 1985 dengan dimulainya pemindahan aktivitas penerbangan ke Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta yang baru saja diresmikan. Bandar Udara Kemayoran juga diabadikan dalam komik terkenal dari Eropa, Petualangan Tintin, dalam judul Penerbangan 714 ke Sydney. Dalam kisah itu, Tintin dan Milo, Profesor Lionel Lakmus dan Kapten Archibald Haddock mendarat di Jakarta dalam penerbangannya dari Eropa ke Australia dalam rangkan menghadiri suatu konferensi keantariksaan setelah mereka mendarat di bulan dari kisah sebelumnya.[2]

Di sisi dari terminal itu ada ruangan yang dinamai Ruang VIP. Dimana didalam bangunan dua lantai yang berukuran 11,53 meter x 11,53 meter menyimpan kesejarahan, terutama pada era Presiden Soekarno. Di sepanjang dinding bangunan itu dipajang tiga karya relief dari tiga perupa ternama Indonesia, S. Sudjojono, R.M. Soerono dan Harijadi Sumodidjojo. Relief ini bisa diketahui oleh publik atas usaha dari putra-putri seniman Harijadi Sumodidjojo, yaitu, Layung Buworo dan Santu Wirono yang mendokumentasikannya sejak 2002. Tahun 2009 hasil dokumentasinya lalu diserahkan kepada Indonesian Visual Art Archive (IVAA) sehingga informasi secara digital dapat diakses publik.[2]

Wajah Muka Indonesia

Pengalaman spasial Presiden Soekarno ketika mengunjungi berbagai bandar udara internasional di negara-negara terkemuka serta menyaksikan suguhan keindahan kotanya disampaikan di dalam pidatonya di hadapan masyarakat Indonesia. Dari pengalamannya itu, terbitlah keinginan untuk juga memiliki berbagai karya monumen, gedung-gedung bertingkat, fasilitas olahraga, dan bandara internasional yang membanggakan. Tekad itu dituangkan ke dalam persiapan Kota Jakarta sebagai ibu kota negara ke dalam satu cetak biru (blueprint) yang dinamai Djakarta City Planning. Untuk penegasan peran penting ibu kota, Presiden menyebut Kota Jakarta sebagai “Wajah Muka Indonesia”.[3][4][5]

Djakarta City Planning merupakan sebuah rancangan tentang perencanaan Tata Ruang Kota untuk mengatur Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang telah digagas oleh Presiden Soekarno. Perencanaan itu dimulai dengan embrio Djakarta Outline Plan atau Rencana Pendahuluan yang dipersiapkan sejak 1957 hingga kemudian menjadi sebuah Rencana Induk Kota (RIK) Jakarta 1965 -1985.[6] Rencana induk merupakan suatu rencana penggunaan tanah yang dalam garis besar menetapkan tempat-tempat yang berkemungkinan terbaik peruntukannya bagi perumahan, tempat pekerjaan, dan tempat hiburan untuk menyejahterakan warga kota. Persiapan untuk menjadikan Djakarta Outline Plan menjadi sebuah rencana induk (masterplan) secara definitif tersebut memperoleh bantuan teknik dari PBB yang diinisiasi oleh Prof. Clifford Holliday pada tahun 1954 yang dibantu oleh ahli tata kota, Prof. Sir Patrick Geddes.[7][5]

Pada umumnya Djakarta City Planning dan Kota Jakarta sebagai “Wajah Muka Indonesia”, diawali dengan pembuatan Jembatan Semanggi sebagai pusat yang membelah koridor utama Kebayoran Baru menuju Jalan Thamrin - Sudirman, dan membelah ke arah Jalan Gatot Subroto - MT Haryono yang berujung pada setumpu patung “Selamat Datang” di Bundaran Hotel Indonesia. Menurut Edhi Sunarso, patung perunggu yang dianggitnya, yang berupa sosok muda-mudi dengan gestur tengah melambaikan tangan ke angkasa, secara khusus diminta oleh Presiden Soekarno untuk menghadap ke arah datangnya pesawat yang akan mendarat di Bandara Kemayoran. Setumpu patung “Selamat Datang” merupakan perwujudan keramah-tamahan bangsa Indonesia kepada para delegasi Pesta Olahraga Asia 1962. Realisasi dari Djakarta City Planning dan Jakarta sebagai “Wajah Muka Indonesia” terwujud dalam berbagai bangunan di Jakarta, antara lain Jakarta City-Planning, Gedung Pola, Kompleks Stadion Utama Asian Games, Hotel Indonesia, Masjid Istiqlal, Tugu Nasional, Wisma Nusantara, Gedung Sarinah, Planetarium serta Gedung ex Conefo (Gedung DPR-MPRRI), dan sejumlah patung monumen skala kota[8]

Presiden Soekarno juga sudah mempersiapkan Bandar Udara Kemayoran (landasan udara era kolonial), menjadi Bandar Udara Internasional dilengkapi dengan ruangan VIP. Secara tekstual, prasasti relief di dinding bekas Ruang VIP Bandara Kemayoran, tertera tahun 1957. Hal tersebut menandakan bahwa bangunan dua lapis sebagai Ruang VIP sudah berdiri sebelumnya, sedangkan Terminal A bangunan di sebelahnya baru dibangun pada 1966.[9]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ a b Ardhiati 2019, hlm. xv.
  2. ^ a b c Ardhiati 2019, hlm. 1.
  3. ^ "Hotel Indonesia, Benda Cagar Budaya". encyclopedia.jakarta-tourism.go.id. 22 September 2019. Diakses tanggal 12 September 2020. 
  4. ^ "Pidato Peresmian Pembukaan Hotel Indonesia". Naskah Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia. 1962. 
  5. ^ a b Ardhiati 2019, hlm. 10 - 11.
  6. ^ Erlita, Rachman (1995). Jakarta 50 Tahun Kemerdekaan dalam Pengembangan dan Penataan Kota. Jakarta: Dinas Tata Kota Pemda DKI Jakarta. 
  7. ^ Sadikin 1977, hlm. 17.
  8. ^ Ardhiati, Yuke (2013). Bung Karno dalam Panggung Indonesia. Jakarta: PT. Wastu Adicitta. 
  9. ^ Ardhiati, Yuke (2019). Arsitektural di Lokasi Ruang VIP Room di Eks Bandara Kemayoran Jakarta. Jakarta. 

Daftar Pustaka

Baca juga

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya