Pembunuhan Muhammad ad-Durrah Artikel ini telah dinilai sebagai artikel pilihan pada 29 September 2022 (Pembicaraan artikel)
Pada 30 September 2000, hari kedua Intifadah Kedua, Muhammad ad-Durrah (bahasa Arab: محمد الدرة, translit. Muḥammad ad-Durrah) yang berusia 12 tahun terbunuh di Jalur Gaza saat kerusuhan merebak di berbagai belahan Teritori Palestina akibat agresi militer Israel. Muhammad ad-Durrah dan ayahnya, Jamal, direkam oleh Talal Abu Rahma, seorang juru kamera lepas Palestina yang bekerja di stasiun televisi France 2, saat mereka berada di tengah-tengah baku tembak antara pasukan keamanan Israel dan Palestina. Rekaman video tersebut memperlihatkan keduanya sedang meringkuk di balik sebuah pipa beton; sang anak menangis dan ayahnya melambaikan tangannya. Kemudian, terjadi baku tembak dan diikuti munculnya semburan debu. Setelah itu, sang anak terlihat terkapar di lutut ayahnya dan tak lama berselang sang anak meninggal akibat luka parah yang disebabkan oleh tembakan tadi.[2] Potongan rekaman sepanjang 59 detik pertama kali disiarkan di Prancis dengan narasi yang disampaikan oleh Charles Enderlin, kepala biro France 2 di Israel, yang tidak berada di lokasi saat terjadi baku tembak. Berdasarkan informasi dari juru kamera, Enderlin berkata kepada para penonton bahwa keduanya merupakan "target penembakan dari pihak Israel" dan sang anak tewas.[3][4] Setelah prosesi pemakaman yang berlangsung secara emosional, Muhammad ad-Durrah dihormati sebagai seorang martir di seluruh dunia Muslim.[5] Pasukan Pertahanan Israel pada awalnya menyatakan bertanggung jawab atas penembakan ad-Durrah dan mengklaim bahwa para warga Palestina menggunakan anak-anak sebagai tameng manusia,[6] tetapi mereka kemudian menarik kembali pengakuan tanggung jawabnya.[7][8] Kritik pun mencuat terhadap tayangan video yang diberitakan Enderlin setelah para kritikus mempertanyakan keakuratan rekaman yang dipublikasikan France 2. Kalangan jurnalis Prancis yang menonton rekaman mentahnya menyatakan bahwa pihak France 2 telah memotong beberapa detik terakhir saat Muhammad terlihat mengangkat tangannya dari wajahnya. Para jurnalis mengetahui Muhammad ad-Durrah memang sudah meninggal, tetapi hasil potongan rekaman tidak menampilkannya. Pada tahun 2005, penyunting berita France 2 berkata bahwa tidak ada yang mengetahui secara pasti mengenai siapa yang menembak ad-Durah.[9] Philippe Karsenty, seorang komentator media Prancis, lebih lanjut, menuduh bahwa adegan penembakan ad-Durrah memang telah dirancang oleh France 2. Stasiun televisi ini lalu menggugat Karsenty karena pencemaran nama baik. Pada tahun 2013, Karsenty akhirnya dijatuhi hukuman denda sebesar €7,000 oleh Mahkamah Banding Paris.[10] Pada bulan Mei 2013, pemerintah Israel menerbitkan sebuah laporan yang mendukung tuduhan Karsenty.[11] Jamal ad-Durrah dan Charles Enderlin lalu menyangkal tuduhan tersebut dan mendorong dilakukannya sebuah penyelidikan internasional independen.[12][13] Video yang merekam Muhammad dan Jamal ad-Durah kemudian disebut memiliki kekuatan seperti sebuah bendera perang.[9] Prangko-prangko yang diterbitkan di Timur Tengah juga memuat cuplikan-cuplikan gambar dari video. Rekaman video penembakan ini membuat Talal Abu Rahma mendapatkan beberapa penghargaan jurnalistik, salah satunya yaitu penghargaan Rory Peck Award pada tahun 2001.[1] Latar belakangPada tanggal 28 September 2000, dua hari sebelum penembakan, pemimpin oposisi Israel Ariel Sharon mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsha di Kota Lama Yerusalem, sebuah tempat suci dalam Yahudi dan Islam yang aksesnya diperebutkan. Kekerasan yang terjadi selanjutnya berakar pada beberapa peristiwa, tetapi kunjungan Ariel Sharon pada saat itu dinilai provokatif dan memicu protes yang berujung pada terjadinya kerusuhan-kerusuhan di sepanjang Tepi Barat dan Jalur Gaza.[14][15][16][n 1] Kerusuhan yang terjadi lalu dikenal sebagai Intifadah Kedua, yang berlangsung selama empat tahun dan menewaskan 4.000 orang, yang lebih dari 3.000 orang di antaranya adalah warga Palestina.[18] Persimpangan Netzarim, lokasi kejadian penembakan ad-Durrah, dikenal oleh masyarakat lokal sebagai persimpangan asy-Syuhada (persimpangan martir). Persimpangan ini terletak di Jalan Saladin, beberapa kilometer arah selatan Kota Gaza. Sumber konflik di persimpangan Netzarim adalah keberadaan permukiman Netzarim, yang dihuni oleh 60 keluarga asal Israel hingga akhirnya Israel menarik diri dari Gaza pada 2005. Tentara Israel pun mendampingi warga yang hendak keluar atau masuk permukiman Netzarim.[19] Sebuah pos militer Israel, yakni Magen-3, juga menjaga permukiman Netzarim. Kawasan ini telah menjadi tempat terjadinya sejumlah insiden kekerasan beberapa hari sebelum peristiwa penembakan ad-Durrah.[19][20] TokohJamal dan Muhammad ad-DurrahJamal ad-Durrah (lahir sekitar tahun 1963) berprofesi sebagai seorang tukang kayu dan tukang cat rumah.[21] Karena luka-luka yang diperolehnya setelah penembakan, ia kemudian bekerja sebagai sopir truk.[22] Jamal dan istrinya, Amal, tinggal di kamp pengungsian Bureij yang dijalankan Agensi Pekerjaan dan Pemulihan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat di Jalur Gaza. Pada tahun 2013, mereka memiliki empat putri dan enam putra, termasuk seorang putra, yakni Muhammad, yang lahir dua tahun setelah penembakan.[22][23] Sebelum insiden penembakan terjadi, Jamal bekerja selama 20 tahun untuk Moshe Tamam, seorang kontraktor asal Israel. Penulis Helen Schary Motro mengenal Jamal saat ia mempekerjakannya untuk membantu membangun rumahnya di Tel Aviv. Ia menceritakan bahwa Jamal bangun pada pukul 03.30 dini hari guna menaiki bus untuk melintasi perbatasan pada pukul 04.00, kemudian ia menaiki bus kedua yang keluar dari Gaza sehingga ia tiba tepat waktu untuk bekerja pada pukul 06.00. Tamam menyebut Jamal sebagai "pria yang malang," dan terkadang Tamam mempercayai Jamal untuk bekerja sendiri di rumah-rumah pelanggannya.[21] Muhammad Jamal ad-Durrah (lahir tahun 1988) adalah anak kelas lima SD, tetapi sekolahnya ditutup pada 30 September 2000 karena Otoritas Palestina menyerukan serangan umum dan hari berkabung setelah kekerasan di Yerusalem sehari sebelumnya.[24][25] Ibunya berkata bahwa Muhammad menyaksikan peristiwa kerusuhan di televisi dan bertanya apakah ia boleh bergabung ke dalam kerusuhan tersebut.[20] Muhammad dan ayahnya lalu memutuskan untuk pergi ke tempat pelelangan mobil.[26] Motro menulis bahwa Jamal berniat menjual mobil Fiat tahun 1974 miliknya dan Muhammad mengikuti ayahnya ke tempat pelelangan mobil karena ia menggemari mobil.[27] Charles EnderlinCharles Enderlin lahir pada tahun 1945 di Paris. Kakek dan neneknya adalah Yahudi Austria yang kabur dari negaranya pada tahun 1938 saat Jerman melakukan invasi.[28] Setelah sempat belajar ilmu kedokteran, ia pindah ke Yerusalem pada tahun 1968 dan kemudian menjadi warga negara Israel. Ia mulai bekerja untuk stasiun televisi France 2 pada tahun 1981, dengan menjabat sebagai kepala biro France 2 di Israel mulai tahun 1990 hingga pensiun pada tahun 2015.[29] Enderlin adalah penulis sejumlah buku tentang Timur Tengah, salah satunya menyoal tentang Muhammad ad-Durrah, yakni Un Enfant est Mort: Netzarim, 30 Septembre 2000 (terbit pada tahun 2010).[30] Ia sangat dihormati oleh rekan sejawatnya dan masyarakat Prancis.[4] Saat Philippe Karsenty menyatakan tuduhannya, Enderlin pun mendapat sebuah surat dari Jacques Chirac, yang menyanjung integritas Enderlin.[31] Pada tahun 2009, ia dianugerahi penghargaan tertinggi di Prancis, yakni Légion d'honneur.[32] Menurut jurnalis Anne-Élisabeth Moutet, liputan Enderlin terhadap konflik Israel-Palestina sangat dihargai oleh para jurnalis lainnya, tetapi dikritik oleh kelompok pro-Israel.[4] Akibat kasus ad-Durrah, ia mendapat ancaman pembunuhan, istrinya diserang di jalan,[33] anak-anaknya diancam, keluarganya harus pindah rumah, dan pada satu kesempatan sempat mempertimbangkan untuk beremigrasi ke Amerika Serikat.[3][4][34] Talal Abu RahmaTalal Hassan Abu Rahma menempuh pendidikan administrasi bisnis di Amerika Serikat dan mulai bekerja sebagai juru kamera lepas untuk France 2 di Gaza pada tahun 1988. Pada waktu penembakan, ia menjalankan kantor pers miliknya sendiri, National News Center, yang berkontribusi kepada CNN melalui Kantor Pers Al-Wataneya, dan merupakan anggota Asosiasi Jurnalis Palestina. Liputannya terhadap penembakan ad-Durrah membuatnya meraih beberapa penghargaan jurnalisme, termasuk Rory Peck Award pada 2001.[1] Menurut koresponden France 2 Gérard Grizbec, Abu Rahma tidak pernah menjadi anggota kelompok politik mana pun di Palestina, dua kali ditangkap oleh kepolisian Palestina karena mengambil gambar-gambar yang tidak mendapatkan persetujuan dari Yasser Arafat, dan tidak pernah dituduh melakukan pelanggaran keamanan oleh Israel.[35] Laporan awalSituasi pada hari penembakan
Pada hari penembakan—bertepatan dengan Rosh Hashanah, Tahun Baru Yahudi—sebuah pos penjagaan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) setinggi dua lantai yang berada di persimpangan Netzarim dijaga oleh para tentara Israel dari Pleton Teknik Brigade Givati dan Batalion Herev.[37][38] Menurut Enderlin, para tentara tersebut merupakan orang Druze.[33][39] Pos penjagaan IDF tersebut berada di barat laut persimpangan Netzarim, sementara dua pos penjagaan Palestina setinggi enam lantai (yang dikenal sebagai menara kembar dan juga dideskripsikan sebagai kantor atau apartemen) berada langsung di belakangnya.[40][41] Di selatan persimpangan Netzarim, berseberangan secara diagonal dengan pos penjagaan IDF, terdapat pos Pasukan Keamanan Nasional Palestina di bawah komando Brigadir-Jenderal Osama al-Ali, seorang anggota Majelis Nasional Palestina.[33] Dinding tempat Jamal dan Muhammad meringkuk berada di depan bangunan tersebut. Tempat tersebut berjarak kurang dari 120 meter dari titik paling utara pos Israel.[42] Selain France 2, Associated Press dan Reuters juga menempatkan juru kamera di persimpangan Netzarim.[33] Mereka merekam ad-Durrah dan Abu Rahma secara singkat.[43] Abu Rahma adalah satu-satunya jurnalis yang merekam momen saat ad-Durrah ditembak.[9] Kedatangan ad-Durrah di persimpangan dan permulaan penembakanJamal dan Muhammad tiba di persimpangan Netzarim dengan mengendarai sebuah mobil menjelang tengah hari, pada perjalanan pulang dari tempat pelelangan mobil.[44] Di tempat tersebut, para pengunjuk rasa melempari batu dan IDF menanggapinya dengan mengeluarkan gas air mata. Abu Rahma merekam peristiwa tersebut dan mewawancarai para pengunjuk rasa, termasuk Abdel Hakim Awad, kepala gerakan pemuda Fatah di Gaza.[33] Akibat unjuk rasa tersebut, seorang perwira polisi pun menghentikan mobil Jamal dan Muhammad sehingga keduanya lalu berjalan kaki di sepanjang persimpangan Netzarim. Menurut Jamal, pada saat itulah baku tembak dimulai.[44] Enderlin berkata bahwa tembakan pertama datang dari pihak Palestina dan dibalas oleh para tentara Israel.[45] Jamal, Muhammad, juru kamera Associated Press, dan Shams Oudeh, juru kamera Reuters, kemudian menyusuri tembok di bagian tenggara persimpangan jalan tersebut, yang secara diagonal berseberangan dengan pos Israel.[26][46] Jamal, Muhammad, dan Shams Oudeh lalu meringkuk di balik pipa beton setinggi tiga kaki (0,91 m), yang tampaknya merupakan bagian dari sebuah gorong-gorong, yang tergeletak di sebelah tembok. Sebuah batu beton juga berada di atas pipa beton tersebut sehingga memberikan perlindungan tambahan.[40] Abu Rahma lalu bersembunyi di balik bus mini putih yang diparkirkan di seberang jalan yang berjarak sekitar 15 meter dari tembok [33][47] Saat sedang merekam pos penjagaan Israel, juru kamera Reuters dan Associated Press juga sempat merekam Jamal dan bahu Muhammad saat sedang meringkuk, sebelum kedua juru kamera tersebut akhirnya pergi menjauh.[46] Jamal dan Muhammad tidak dapat bergerak lebih jauh dan akhirnya tertahan di balik pipa beton selama 45 menit. Dalam pandangan Enderlin, mereka terlihat ketakutan.[33] Laporan France 2Tiga hari setelah insiden penembakan, Abu Rahma menyatakan bahwa baku tembak terjadi selama sekitar 45 menit dan ia berhasil merekam 27 menit di antaranya[n 2] (durasi pengambilan rekaman juga menjadi bahan pertimbangan pada tahun 2007 ketika France 2 berkata kepada mahkamah bahwa rekaman video hanya berdurasi 18 menit.) Ia mulai merekam Jamal dan Muhammad saat ia mendengar tangisan Muhammad dan melihat bahwa lutut kanan anak itu tertembak.[26] Abu Rahma berkata bahwa ia merekam Jamal dan Muhammad selama sekitar enam menit.[49] Ia lalu mengirim rekaman sepanjang enam menit tersebut ke Enderlin di Yerusalem melalui satelit.[50] Enderlin kemudian menyunting rekaman Abu Rahma menjadi 59 detik dan menambahkan suara:
Rekaman video menampilkan Jamal dan Muhammad meringkuk di balik sebuah pipa beton, sang anak lalu berteriak dan sang ayah menenangkannya. Jamal lalu terlihat meneriakkan sesuatu ke arah juru kamera dan kemudian melambaikan tangan dan berteriak ke arah pos Israel. Terjadi rentetan tembakan dan kamera menjadi tidak fokus. Setelah tembakan mereda, Jamal terlihat duduk tegak dan terluka, sementara Muhammad terbaring di kakinya.[2] Enderlin memotong beberapa detik terakhir dari rekaman yang menunjukkan Muhammad mengangkat tangannya dari wajahnya. Pemotongan ini pun menjadi dasar dari beberapa kontroversi.[40] Rekaman mentah berhenti merekam pada titik tersebut dan kemudian dimulai kembali dengan menunjukkan seseorang sedang dimasukkan ke dalam sebuah ambulans.[51] Pada titik ini di laporannya, Enderlin berkata: "Seorang polisi Palestina dan seorang sopir ambulans juga kehilangan nyawa mereka dalam pertempuran tersebut."[45] Bassam al-Bilbeisi, seorang sopir ambulans yang menuju ke tempat kejadian tersebut, dikabarkan ditembak dan tewas, meninggalkan seorang istri dan 11 anak.[52] Abu Rahma berkata bahwa Muhammad mengalami perdarahan selama sekitar 17 menit sebelum sebuah ambulans membawa Jamal dan Muhammad secara bersamaan.[53] Abu Rahma berkata bahwa ia tidak merekamnya karena ia hanya memiliki satu baterai[54] dan tetap berada di persimpangan Netzarim selama 30–40 menit hingga ia merasa aman untuk meninggalkan tempat tersebut.[26] Ia kemudian pergi ke studionya di Kota Gaza untuk mengirimkan rekamannya ke Enderlin.[55] Bagian dari rekaman sepanjang 59 detik pertama kali disiarkan dalam berita malam France 2 pada pukul 20.00 waktu lokal (GMT+2). Setelah itu, France 2 mengirim beberapa menit rekaman mentahnya ke seluruh dunia tanpa melakukan pengubahan.[56] Luka-luka dan pemakamanJamal dan Muhammad dibawa dengan ambulans ke Rumah Sakit Ash-Shifa di Kota Gaza.[26] Abu Rahma lalu menghubungi rumah sakit tersebut dan diberi tahu bahwa tiga jenazah telah datang di sana, yakni seorang pengemudi mobil Jeep, seorang sopir ambulans, dan seorang anak, yang awalnya disebut sebagai Rami ad-Durrah.[58] Menurut Dr. Abed el-Razeq el-Masry, ahli patologi yang memeriksa Muhammad, anak itu mengalami luka parah pada bagian perutnya. Pada tahun 2002, ia memberikan foto-foto pascakematian Muhammad ke Esther Schapira, seorang jurnalis Jerman.[59] Schapira juga mendapatkan rekaman saat Muhammad dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan tandu dari seorang jurnalis Palestina.[60][61] Pada prosesi pemakaman yang emosional di kamp pengungsian Bureij, Muhammad dibalut dengan bendera Palestina dan dimakamkan pada siang hari pada hari kematiannya, sesuai ajaran Islam.[24][62] Jamal awalnya dibawa ke Rumah Sakit Ash-Shifa, Gaza. Salah satu dokter yang membedahnya, yakni Dr. Ahmed Ghadeel berkata bahwa Jamal mengalami sejumlah luka akibat peluru-peluru berkecepatan tinggi mengenai siku kanan, paha kanan, dan bagian bawah lututnya. Arteri femoralisnya juga terpotong.[63][64] Talal Abu Rahma lalu mewawancarai Jamal dan dokternya di sana sambil membawa kamera sehari setelah insiden penembakan. Dr. Ghadeel kemudian menunjukkan foto-foto sinar-X dari siku kanan dan panggul kanan Jamal.[n 3] Moshe Tamam, atasan Jamal, lalu menawarkan untuk membawa Jamal ke rumah sakit di Tel Aviv, tetapi Otoritas Palestina menolak tawaran tersebut.[21][65] Sebagai gantinya, ia dipindahkan ke Pusat Pengobatan Raja Hussein di Amman, Yordania. Di sana, ia dikunjungi oleh Raja Abdullah.[27][66][67] Jamal dikabarkan berkata kepada Tamam bahwa ia terkena sembilan peluru. Ia berkata bahwa lima peluru dikeluarkan dari tubuhnya di rumah sakit di Gaza dan empat peluru sisanya dikeluarkan di Amman.[68] Catatan juru kameraEnderlin menuduh bahwa IDF telah menembak Muhammad ad-Durrah berdasarkan laporan juru kamera, Talal Abu Rahma.[3] Abu Rahma secara jelas menyebut pasukan Israel melancarkan tembakan terhadap ad-Durrah dalam wawancara. Contohnya, ia berkata kepada The Guardian: "Mereka membersihkan kawasan tersebut. Pada saat itu, mereka melihat sang ayah. Mereka mengincar sang anak, dan yang itu membuatku terkejut, ya, karena mereka menembaknya, tak hanya sekali, tetapi beberapa kali."[20] Abu Rahma lalu berkata bahwa ada juga tembakan yang berasal dari pos Pasukan Keamanan Nasional Palestina, tetapi mereka tidak menembak saat Muhammad tertembak. Tembakan Israel diarahkan ke pos Palestina, katanya.[26] Ia berkata kepada National Public Radio:[47]
Abu Rahma lalu menuduh bahwa "Muhammad ad-Durrah secara sengaja ditembak mati dan ayahnya dilukai oleh tentara Israel."[n 4] Tuduhan Abu Rahma kemudian diserahkan kepada Pusat Palestina untuk Hak Asasi Manusia di Gaza dan ditandatangani oleh Abu Rahma dengan didampingi oleh Raji Sourani, seorang pengacara HAM.[26] Tanggapan awal IsraelPosisi IDF berubah seiring waktu, dari mengakui bertanggung jawab pada tahun 2000 menjadi mencabut pengakuannya pada tahun 2005.[8] Saat Enderlin menghubungi mereka sebelum ia menyiarkannya, tanggapan pertama IDF menyatakan bahwa warga Palestina "memanfaatkan kepolosan wanita dan anak-anak," sehingga ia memutuskan untuk tidak menyiarkannya.[69] Pada tanggal 3 Oktober 2000, kepala operasi IDF, Mayor-Jenderal Giora Eiland, berkata bahwa sebuah penyelidikan internal mengindikasikan bahwa tembakan tersebut berasal dari para tentara Israel.[7] Pada saat baku tembak, para tentara tersebut menembak dari celah-celah kecil di tembok pos mereka; Jenderal Yom-Tov Samia, kepala Komando Selatan IDF pada waktu itu berkata bahwa mereka tidak memiliki jarak pandang yang baik, dan menembak ke arah yang mereka yakini sebagai sumber tembakan.[40] Eiland pun menyatakan permintaan maaf: "Ini adalah sebuah insiden mematikan, sebuah peristiwa yang sangat kami sayangkan."[7] Sekretaris Kabinet Israel, Isaac Herzog, menyatakan bahwa Israel telah berusaha untuk berbicara dengan Palestina. Ia juga menyatakan bahwa sebenarnya pasukan keamanan Palestina dapat mengintervensi untuk menghentikan baku tembak.[70] KontroversiIkhtisarTiga narasi utama muncul setelah insiden penembakan. Pandangan pertama yang menyatakan bahwa penembak Israel telah membunuh Muhammad ad-Durrah kemudian berkembang menjadi pandangan bahwa, karena lintasan tembakan, tembakan yang menewaskan Muhammad ad-Durrah lebih mungkin berasal dari pihak Palestina. Pandangan kedua ini diungkapkan pada tahun 2005 oleh Denis Jeambar, pemimpin redaksi L'Express, dan Daniel Leconte, mantan koresponden France 2, yang menonton rekaman mentahnya.[71] Pandangan ketiga, yang diyakini oleh Arlette Chabot, editor berita France 2, adalah bahwa tidak ada satu pun orang yang dapat mengetahui siapa yang menembaknya.[9] Pandangan lainnya, yang diyakini sebagian kecil orang, menyatakan bahwa insiden penembakan direkayasa oleh para pengunjuk rasa Palestina untuk menghasilkan seorang martir cilik atau setidaknya tampak demikian.[9][72][73] Pandangan tersebut dianut oleh orang-orang yang mengikuti kasus ad-Durrah dengan sudut pandang "maksimalis", yang berlawanan dengan sudut pandang "minimalis" yang berpendapat bahwa tembakan tersebut mungkin tidak berasal dari IDF.[40][74] Penganut sudut pandang maksimalis beranggapan bahwa Jamal dan Muhammad tidak ditembak dan Muhammad tidak mati, atau bahwa ia dengan sengaja dibunuh oleh pihak Palestina.[40][75][76][77] Pandangan bahwa adegan penembakan tersebut merupakan sebuah hoaks media muncul dari hasil penyelidikan pemerintah Israel pada bulan November 2000.[40] Pandangan ini paling disuarakan oleh Stéphane Juffa, kepala editor Metula News Agency (Mena), sebuah perusahaan Prancis-Israel;[78] Luc Rosenzweig, mantan kepala editor Le Monde dan kontributor Mena,[79] dan Richard Landes, seorang sejarawan Amerika yang ikut terlibat setelah Enderlin menunjukkan rekaman mentahnya kepada Juffa saat ia berkunjung ke Yerusalem pada tahun 2003;[80] serta kepada Philippe Karsenty, pendiri situs pengamat media Prancis, Media-Ratings.[81] Pandangan tersebut juga didukung oleh Gérard Huber, seorang psikoanalis Prancis, dan Pierre-André Taguieff, seorang filsuf Prancis yang mengkhususkan diri dalam antisemitisme, yang keduanya juga menulis buku tentang peristiwa penembakan ad-Durah.[82][83] Sudut pandang ini kemudian juga mendapat dukungan tambahan pada tahun 2013 dari laporan kedua pemerintah Israel, yakni laporan Kuperwasser.[84][85] Sejumlah komentator pun menganggapnya sebagai kampanye kotor dan teori konspirasi sayap kanan.[4][86][87][88] Masalah pentingSejumlah komentator mempertanyakan kapan penembakan terjadi; kapan Muhammad datang ke rumah sakit; mengapa hanya terlihat sedikit darah di tanah saat mereka tertembak; dan apakah ada peluru yang berhasil diamankan sebagai bukti.[40] Sejumlah orang menuduh bahwa, pada adegan lain di rekaman mentah, terlihat jelas bahwa para pengunjuk rasa sedang berakting.[40] Seorang dokter berkata bahwa bekas luka Jamal tidak berasal dari luka tembakan, tetapi berasal dari cedera yang ia alami pada awal dekade 1990-an.[22] Tidak ada penyelidikan kriminal.[39] Kepolisian Palestina pun mengizinkan para jurnalis untuk memotret tempat kejadian pada keesokan harinya, tetapi mereka tidak mengumpulkan bukti forensik. Menurut seorang jenderal Palestina, tidak ada penyelidikan dari pihak Palestina karena mereka tidak ragu bahwa tentara Israel telah menewaskan anak itu.[89] Jenderal Yom Tov Samia dari IDF berkata bahwa keberadaan para pengunjuk rasa membuat tentara Israel tidak dapat memeriksa dan mengambil foto dari tempat kejadian perkara (TKP).[90] Peningkatan kekerasan di persimpangan Netzarim pun menjebak para pemukim Netzarim sehingga IDF mengevakuasi mereka dan, satu pekan setelah penembakan, meledakkan segala sesuatu dalam lingkup 500 meter dari pos Israel sehingga menghancurkan TKP.[91] Seorang ahli patologi sempat memeriksa jenazah Muhammad, tetapi tidak melakukan otopsi secara keseluruhan.[39][59] Tidak jelas apakah peluru-peluru diperoleh dari tempat kejadian atau dari tubuh Jamal dan Muhammad.[39] Pada tahun 2002, Abu Rahma mengisyaratkan kepada Esther Schapira bahwa ia mengumpulkan peluru-peluru dari tempat kejadian, dengan berkata, "Kami menyimpan beberapa rahasia untuk diri kami sendiri. Kami tak dapat memberikan segala hal."[92] Menurut Jamal ad-Durrah, lima peluru dikeluarkan dari tubuhnya oleh para dokter di Gaza dan empat peluru dikeluarkan di Amman.[68] Pada tahun 2013, ia berkata: "Peluru-peluru yang ditembakkan oleh tentara Israel kini dipegang oleh Otoritas Palestina."[12] RekamanDurasi dan hal yang ditunjukkanSejumlah pertanyaan muncul mengenai berapa lama durasi rekaman Abu Rahma dan apakah rekaman tersebut menunjukkan bahwa Muhammad ad-Durrah telah tewas. Abu Rahma berkata bahwa baku tembak terjadi selama 45 menit dan ia merekam sekitar 27 menit diantaranya.[26][93] Pada tahun 2005, Doreen Carvajal dari International Herald Tribune menyatakan bahwa France 2 telah menunjukkan "rekaman 27 menit asli dari insiden tersebut" kepada dirinya.[n 5] Pada tahun 2007, saat kasus pencemaran nama baik France 2 melawan Philippe Karsenty, Mahkamah Banding Paris meminta untuk melihat seluruh rekaman, tetapi France 2 memberikan 18 menit dari rekaman video kepada pengadilan dan menyatakan bahwa sisanya telah dihapus karena bukan mengenai penembakan ad-Durrah.[94] Enderlin kemudian juga menyatakan bahwa hanya 18 menit dari rekaman video yang menunjukkan penembakan.[95] Menurut Abu Rahma, enam menit dari rekamannya berfokus pada ad-Durrah.[49] France 2 menyiarkan 59 detik dari adegan tersebut dan merilis beberapa detik lainnya. Tidak ada bagian dari potongan video yang menunjukkan Muhammad ad-Durrah tewas.[69] Enderlin menyatakan bahwa ia memotong beberapa detik terakhir saat Muhammad tampak mengangkat tangannya dari wajahnya.[40][96] Enderlin pun berkata bahwa ia memotong adegan tersebut sesuai dengan kode etik France 2, karena adegan tersebut menunjukkan Muhammad ad-Durrah dalam keadaan sekarat ("agonie"), yang ia katakan "tak tertahankan" ("J'ai coupé l'agonie de l'enfant. C'était insupportable ... Cela n'aurait rien apporté de plus").[71][n 6][74] Mengapa rekaman Abu Rahma berhentiIsu lainnya adalah mengapa France 2, Associated Press, dan Reuters tidak merekam situasi segera setelah insiden penembakan, termasuk kematian sopir ambulans yang tertembak saat datang untuk menjemput Jamal dan Muhammad. Rekaman Abu Rahma berhenti secara tiba-tiba setelah penembakan sang ayah dan anak, dan kemudian dimulai kembali dari posisi yang sama, yakni di belakang sebuah minibus putih, dan merekam orang-orang dimasukkan ke dalam sebuah ambulans.[51] Abu Rahma berkata bahwa Muhammad mengalami perdarahan selama sekitar 17 menit sebelum sebuah ambulans akhirnya membawa Jamal dan Muhammad secara bersamaan,[53] tetapi ia tidak merekamnya sama sekali. Ketika Esther Schapira bertanya mengapa tidak direkam, ia menjawab: "Karena ketika ambulans datang, mereka tidak terlihat, kau tahu?"[98] Ketika ditanya mengapa ia tidak merekam ambulans saat datang dan pergi, ia menjawab bahwa ia hanya memiliki satu baterai.[54] Enderlin dikabarkan berkata kepada Mahkamah Banding Paris bahwa Abu Rahma sempat mengganti baterainya pada saat itu.[99] Enderlin menulis pada tahun 2008 bahwa "rekaman yang diambil oleh seorang juru kamera pada saat baku tembak tidak sama dengan rekaman kamera pengawas di pasar swalayan." Abu Rahma hanya "merekam apa yang memungkinkan untuk direkam."[100] Pandangan para jurnalis Prancis terhadap rekaman Abu RahmaPada bulan Oktober 2004, France 2 mengizinkan tiga jurnalis Prancis untuk menonton rekaman mentah, yakni Denis Jeambar, pimpinan redaksi L'Express; Daniel Leconte, mantan koresponden France 2 dan kepala dokumenter berita di Arte, sebuah jaringan televisi yang dijalankan oleh pemerintah; serta Luc Rosenzweig, mantan pimpinan redaksi Le Monde.[4] Mereka juga meminta untuk dapat berbicara dengan juru kamera, Abu Rahma, yang berada di Paris pada waktu itu, tetapi France 2 berkata kepada mereka bahwa Abu Rahma tidak dapat berbicara dalam bahasa Prancis dan bahasa Inggrisnya tidak terlalu bagus.[101] Jeambar dan Leconte lalu menulis sebuah laporan untuk Le Figaro pada bulan Januari 2005. Tidak ada adegan yang menunjukkan bahwa Muhammad ad-Durrah telah tewas, tulis mereka. Mereka menyangkal pendapat bahwa ada adegan dalam rekaman yang direkayasa, tetapi saat terdengar suara Enderlin yang mengatakan bahwa Muhammad tewas, Enderlin "tidak mungkin mengetahui apakah Muhammad benar-benar tewas, apalagi menentukan apakah ia ditembak oleh tentara IDF." Mereka berkata bahwa rekaman Abu Rahma tidak menunjukkan Muhammad ad-Durrah sedang sekarat: "Keberadaan 'agonie' yang populer dan menurut Enderlin dipotong dari montase sebenarnya tidak ada."[9][71] Menurut Jeambar dan Leconte, selama beberapa menit, orang-orang Palestina terlihat bermain perang demi kamera, jatuh sebagaimana orang terluka, kemudian bangun dan berjalan menjauh.[71] Jeambar dan Leconte kemudian menyimpulkan bahwa tembakan berasal dari pihak Palestina, sesuai arah lintasan peluru.[71] Ide penulisan mengenai rekaman mentah berasal dari Luc Rosenzweig; ia awalnya menawarkan penulisan tersebut kepada L'Express sehingga Jeambar (editor L'Express) ikut terlibat.[101] Namun, Jeambar dan Leconte akhirnya menjauhi Rosenzweig. Rosenzweig terlibat dengan Kantor Berita Metula (dikenal sebagai Mena), yang menekankan pandangan bahwa adegan dalam video itu palsu.[9][71] Rosenzweig kemudian menyebutnya sebagai "sebuah kejahatan media yang hampir sempurna."[72] Saat Jeambar dan Leconte menulis laporan mengenai rekaman mentah, mereka awalnya menawarkannya kepada Le Monde, bukan Le Figaro, tetapi Le Monde menolak untuk menerbitkannya karena Mena telah terlibat. Jeambar dan Leconte pun menjelaskan di Le Figaro bahwa mereka tidak percaya dengan pandangan bahwa adegan pada rekaman Abu Rahma dibuat-buat:
Tanggapan EnderlinEnderlin lalu memberikan tanggapan kepada Leconte dan Jeambar pada bulan Januari 2005 di Le Figaro. Ia berterima kasih kepada mereka karena telah menyangkal bahwa adegan yang ada di dalam rekaman Abu Rahma telah direkayasa. Saat mengabarkan dalam berita, Enderlin berkata bahwa arah penembakan berasal dari tentara Israel karena ia mempercayai sang juru kamera yang telah bekerja untuk France 2 sejak tahun 1988. Menurut Enderlin, beberapa hari setelah insiden penembakan, saksi mata lainnya, termasuk jurnalis lainnya, juga menawarkan untuk memberikan konfirmasi. Ia menambahkan bahwa tentara Israel tidak merespons tawaran dari France 2 untuk bekerja sama dalam penyelidikan mereka.[3] Alasan lain yang Enderlin berikan mengenai mengapa ia mengaitkan penembakan dengan tentara Israel adalah karena "gambaran itu sesuai dengan situasi nyata yang tak hanya terjadi di Gaza, tetapi juga di Tepi Barat." Dengan mengutip Ben Kaspi dari surat kabar Israel Maariv, ia menyatakan bahwa, pada bulan-bulan awal Intifadah Kedua, IDF telah menembakkan satu juta amunisi—700.000 di Tepi Barat dan sisanya di Gaza—mulai tanggal 29 September hingga akhir bulan Oktober 2000, yang mengakibatkan 118 orang Palestina tewas, termasuk 33 anak yang masih berusia di bawah 18 tahun. Sementara itu, 11 orang dewasa Israel yang tewas pada periode yang sama.[3] Keraguan tentang lini masaKeraguan juga muncul mengenai lini masa insiden. Abu Rahma berkata bahwa penembakan dimulai pada siang hari dan berlangsung selama 45 menit.[26] Kesaksian Jamal juga serupa, yakni bahwa ia dan Muhammad tiba di persimpangan Netzarim sekitar siang hari,[44] dan berada di tengah baku tembak selama 45 menit.[21] Enderlin yang melaporkan untuk France 2 menyatakan bahwa penembakan terjadi pada sore hari. Rekaman suaranya menyatakan bahwa Jamal dan Muhammad ditembak sekitar pukul 15.00 waktu lokal (GMT+3).[45][n 8] James Fallows, seorang jurnalis Amerika Serikat, setuju bahwa Jamal dan Muhammad pertama kali muncul dalam rekaman Abu Rahma sekitar pukul 15.00, sesuai komentar Jamal dan beberapa jurnalis yang ada di TKP.[40] Abu Rahma menyatakan bahwa ia masih berada di persimpangan Netzarim selama 30–40 menit setelah insiden penembakan.[26] Menurut Schapira, ia pergi ke studionya di Gaza sekitar pukul 16:00, tempat ia kemudian mengirim rekaman video ke Enderlin di Yerusalem sekitar pukul 18.00. Berita penembakan ad-Durrah lalu disiarkan untuk pertama kalinya di London oleh Associated Press pada pukul 18.00 BST (GMT+1). Beberapa menit kemudian, Reuters juga menyiarkan berita serupa.[103] Berlawanan dengan lini masa siang hari dan pukul 15.00, Muhammad Tawil, dokter yang menangani Muhammad ad-Durrah di Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza, berkata kepada Esther Schapira bahwa Muhammad tiba di rumah sakit sekitar pukul 10.00 waktu lokal, bersama dengan sopir ambulans yang tertembak di jantungnya.[104][105] Tawil kemudian berkata bahwa ia tidak ingat apa saja yang ia katakan ke wartawan mengenai peristiwa ini.[106] Catatan dari Rumah Sakit Al-Shifa menunjukkan bahwa seorang anak diperiksa di departemen patologi pada siang hari. Seorang ahli patologi, Dr. Abed el-Razeq el-Masry, memeriksanya selama setengah jam. Ia berkata kepada Schapira bahwa organ dalam anak itu terbuai ke luar tubuhnya dan ia juga menunjukkan foto-foto jenazahnya kepada Schapira, dengan sebuah kartu yang mengidentifikasikan bahwa anak itu bernama Muhammad.[107] Sebuah arloji di lengan seorang ahli patologi dalam salah satu foto menunjukkan pukul 03.50.[108] Wawancara dengan para tentaraPada tahun 2002, Schapira mewawancarai tiga orang tentara Israel yang namanya disamarkan menjadi "Ariel, Alexej, dan Idan," yang berkata bahwa mereka bertugas di pos IDF pada hari kejadian.[109] Mereka mengetahui bahwa sesuatu akan terjadi, kata salah satunya, karena juru-juru kamera berkumpul.[110] Salah satu tentara berkata bahwa tembakan dimulai dari blok-blok Palestina yang dikenal sebagai "The Twins"; sang penembak menembak ke arah pos IDF, katanya.[111] Tentara Israel menambahkan bahwa ia tidak melihat ad-Durrah.[112] Tentara Israel lalu membalas tembakan ke arah pos Palestina yang berjarak 30 meter dari ad-Durrah. Menurut sang tentara, senjata mereka dilengkapi dengan optik yang membuat mereka dapat menembak secara akurat dan mereka tidak mengalihkan senjatanya ke mode tembakan otomatis.[113] Dalam pandangan sang tentara, penembakan Jamal dan Muhammad bukanlah kecelakaan. Menurutnya, asal tembakan tidak berasal dari pihak Israel.[114] Luka JamalPada tahun 2007, Yehuda David, seorang dokter di rumah sakit Tel Hashomer di Tel Aviv, berkata kepada Channel 10 di Israel bahwa ia pernah mengobati luka akibat pisau dan kapak yang diderita oleh Jamal Ad-Durrah pada tahun 1994 di lengan dan lututnya. Luka-luka yang dimiliki oleh Jamal berasal dari serangan oleh geng. David menyatakan bahwa bekas-bekas luka yang disebut oleh Jamal diakibatkan oleh peluru, sebenarnya adalah bekas-bekas luka dari operasi perbaikan tendon yang dilakukan oleh David pada awal dekade 1990-an.[115] Saat David mengulangi pernyataannya dalam sebuah wawancara dengan "Daniel Vavinsky," yang diterbitkan pada tahun 2008 dalam Actualité Juive di Paris, Jamal pun menggugat David ke Tribunal de grande instance de Paris atas tuduhan fitnah dan pelanggaran kerahasiaan dokter dan pasien.[116] Pengadilan menyebutkan bahwa "Daniel Vavinsky" merupakan pseudonim dari Clément Weill-Raynal, seorang deputi editor di France 3.[117] Pada tahun 2011, pengadilan menyatakan bahwa David dan Actualité Juive terbukti memfitnah Jamal. Oleh karenanya, David, Weill-Raynal, dan Serge Benattar, editor pelaksana Actualité Juive, masing-masing didenda sebesar €5,000, dan Actualité Juive diperintahkan untuk menerbitkan pencabutan pernyataan.[116][118] Pemerintah Israel kemudian berkata bahwa mereka akan mendanai upaya banding David.[118] Banding diadakan pada tahun 2012 dan hasilnya David dibebaskan dari tuduhan fitnah dan pelanggaran kerahasiaan.[119] Benjamin Netanyahu, perdana menteri Israel, menelepon David untuk mengucapkan selamat kepadanya.[120] Jamal ad-Durrah kemudian berkata bahwa ia akan mengajukan banding atas putusan pengadilan.[22] Pada tahun 2012, Rafi Walden, deputi direktur rumah sakit Tel Hashomer dan anggota badan Physicians for Human Rights, menulis di Haaretz bahwa ia telah memeriksa berkas pengobatan Jamal setebal 50 halaman dan menemukan bahwa luka-luka dari penembakan pada tahun 2000 merupakan "luka-luka yang benar-benar berbeda" dengan luka-luka yang diperoleh pada tahun 1994. Walden menyebutkan "sebuah luka tembak di pergelangan tangan kanan, hancurnya tulang lengan bawah, sejumlah luka fragmen di telapak tangan, luka tembak di paha kanan, patahnya panggul, sebuah luka di pantat, sebuah sobekan di saraf utama paha kanan, sebuah sobekan di arteri dan vena utama selangkangan, dan dua luka tembak di lutut kiri bawah."[120] Penyelidikan Israel2000: Laporan ShahafMayor Jenderal Yom Tov Samia, komandan selatan IDF, mengadakan sebuah penyelidikan sesaat setelah penembakan.[121] Menurut James Fallows, para komentator Israel mempertanyakan legitimasi dari penyelidikan Israel, dan Haaretz juga menyebut penyelidikan Israel "hampir seperti aksi bajak laut."[40] Tim penyelidikan dipimpin oleh Nahum Shahaf, seorang dokter, dan Joseph Doriel, seorang teknisi, yang keduanya pernah terlibat dalam teori konspirasi pembunuhan Yitzhak Rabin.[43][121] Penyelidik lainnya meliputi Meir Danino, kepala ilmuwan di Elisra Systems; Bernie Schechter, seorang pakar balistik, yang sebelumnya bekerja di laboratorium identifikasi kriminal milik kepolisian Israel; dan Elliot Springer, yang juga berasal dari laboratorium identifikasi kriminal. Daftar lengkap dari anggota tim tersebut tak pernah dirilis.[69] Shahaf dan Doriel lalu membangun tiruan tembok, pipa beton, dan pos IDF, untuk melakukan reka ulang penembakan. Adanya tanda pada pipa beton yang dibuat oleh Biro Standar Israel memungkinkan mereka untuk mengetahui ukuran dan komposisi dari pipa beton tersebut. Mereka berkesimpulan bahwa tembakan tersebut berasal dari belakang Abu Rahma, di tempat polisi Palestina diyakini berdiri.[40] Pada tanggal 23 Oktober 2000, Shahaf dan Doriel mengundang 60 Minutes dari CBS untuk merekam reka ulang tersebut. Doriel berkata kepada koresponden, Bob Simon, bahwa ia yakin bahwa kematian Muhammad ad-Durrah tidak dibuat-buat, tetapi peristiwa tersebut dirancang untuk merusak citra Israel. Ia berkata bahwa orang-orang tahu akan hal tersebut, termasuk Abu Rahma dan Jamal ad-Durrah, walaupun sang ayah tidak menyadari bahwa anaknya akan tewas.[122][123] Saat Jenderal Samia mendengar tentang wawancara tersebut, ia pun mengeluarkan Doriel dari tim penyelidikan.[121] Laporan dari para penyelidik lalu diserahkan ke kepala intelijen militer Israel. Poin-poin penting dari laporan Shahaf kemudian diterbitkan pada November 2000 dengan tidak mengesampingkan dugaan bahwa IDF telah menembak Muhammad ad-Durrah, tetapi mendeskripsikan dugaan bahwa penembakan berasal dari peluru-peluru Palestina yang diarahkan ke pos IDF sebagai "cukup masuk akal".[124][125] Penyelidikan tersebut memicu kritik.[126] Sebuah editorial Haaretz lalu menyatakan bahwa, "sulit untuk mendeskripsikan dengan istilah yang halus akan kebodohan dari penyelidikan yang aneh tersebut."[127] 2005: Penarikan pengakuan sebelumnyaPada tahun 2005, Mayor-Jenderal Giora Eiland secara terbuka menarik pengakuan bahwa IDF bertanggung jawab atas penembakan dan pernyataan tersebut kemudian disetujui oleh kantor perdana menteri pada bulan September 2007.[8] Setahun kemudian, seorang juru bicara IDF, Kol. Shlomi Am-Shalom, berkata bahwa laporan Shahaf telah menunjukkan bahwa IDF tidak menembak Muhammad. Ia lalu meminta France 2 untuk mengirimkan rekaman mentah sepanjang 27 menit yang belum disunting kepada IDF, serta rekaman yang diambil oleh Abu Rahma pada hari berikutnya.[128] 2013: Laporan KuperwasserPada bulan September 2012, pemerintah Israel mengadakan penyelidikan lainnya sesuai permintaan dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Tim tersebut dipimpin oleh Yossi Kuperwasser, seorang direktur jenderal pada Kementerian Urusan Strategis.[129] Pada bulan Mei 2013, tim tersebut menerbitkan sebuah laporan setebal 44 halaman yang menyatakan bahwa ad-Durrah tidak ditembak oleh IDF dan mungkin tidak tertembak sama sekali.[130][131][132] Laporan Kuperwasser menyatakan bahwa klaim-klaim utama France 2 tidak sejalan dengan kejadian di lapangan pada waktu itu; bahwa Muhammad masih hidup pada akhir video; bahwa tak ada bukti yang menunjukkan Jamal atau Muhammad terluka seperti yang dikabarkan oleh France 2 atau bahwa Jamal terluka serius; dan bahwa mereka mungkin tidak tertembak sama sekali.[131][132] Laporan Kuperwasser juga berisi sebuah opini medis dari Yehuda David, seorang dokter yang mengobati Jamal pada tahun 1994.[131] Laporan Kuperwasser mengatakan bahwa "sangat diragukan bahwa peluru yang mengenai keduanya berasal dari tembakan Israel," dan bahwa laporan France 2 telah "disunting dan dinarasikan sedemikian rupa untuk membuat kesan yang menyesatkan guna memperkuat klaim yang telah dibuat." Menurut laporan Kuperwasser, narasi France 2 hanya didasarkan pada opini juru kamera.[131][132] Yuval Steinitz, Menteri Urusan Internasional, Strategi, dan Intelijen, menyebut bahwa kasus ad-Durrah adalah sebuah "fitnah darah modern terhadap Negara Israel."[132] France 2, Charles Enderlin, dan Jamal ad-Durrah pun menyangkal tuduhan dalam laporan Kuperwasser dan menyatakan bahwa mereka bersedia bekerja sama dengan penyelidikan internasional yang independen.[11] France 2 dan Enderlin lalu meminta pemerintah Israel untuk memberikan surat penunjukan, keanggotaan, dan bukti dari tim tersebut, termasuk foto-foto dan nama-nama para saksi mata.[133] Enderlin berkata bahwa tim tersebut tak mau berbicara dengannya, France 2, ad-Durrah, atau dengan saksi mata lainnya,[11] dan tidak berkonsultasi dengan pakar-pakar independen.[134] Menurut Enderlin, France 2 siap membantu ad-Durrah untuk mengotopsi jenazah putranya; ia dan ad-Durrah juga menyatakan bahwa mereka bersedia melakukan tes poligrafi.[13][135] Litigasi Philippe Karsenty2006: Enderlin-France 2 versus KarsentySebagai tanggapan terhadap klaim yang menyatakan bahwa mereka telah menyiarkan adegan yang direkayasa, Enderlin dan France 2 pun mengajukan tiga gugatan fitnah pada 2004 dan 2005.[136] Gugatan yang paling terkenal ditujukan kepada Philippe Karsenty yang menjalankan sebuah badan pengamat media, Media-Ratings.[n 9] France 2 dan Enderlin pun menerbitkan sebuah pembelaan.[137] Pengadilan dimulai pada bulan September 2006. Enderlin menyerahkan bukti berupa sebuah surat dari Jacques Chirac, presiden Prancis saat itu, yang bertuliskan tentang integritas Enderlin.[31] Mahkamah lalu mengabulkan gugatan itu pada tanggal 19 Oktober 2006 sehingga Karsenty harus membayar denda sebesar €1.000 dan memberikan ganti rugi sebesar €3.000.[4] Karsenty pun mengajukan banding pada hari yang sama.[137] 2007: Karsenty versus Enderlin-France 2Pengadilan banding pertama dibuka pada bulan September 2007 di Mahkamah Banding Paris, dengan diikuti oleh tiga hakim yang dipimpin oleh Hakim Laurence Trébucq.[138] Pengadilan lalu meminta France 2 untuk menyerahkan rekaman mentah selama 27 menit yang dikatakan telah direkam oleh Abu Rahma, untuk ditampilkan di depan sidang. France 2 lalu hanya memberikan 18 menit dari rekaman Abu Rahma; Enderlin juga berkata bahwa hanya 18 menit yang berhasil direkam.[95] Pada saat pemutaran, mahkamah melihat bahwa Muhammad mengangkat tangannya ke atas kepalanya dan menggerakkan lututnya setelah juru kamera berkata bahwa ia telah tewas, dan tidak ada darah di bajunya.[95] Enderlin berpendapat bahwa juru kamera tidak berkata bahwa Muhammad ad-Durrah telah tewas, tetapi Muhammad ad-Durrah sekarat.[2] Sebuah laporan yang disiapkan untuk pengadilan oleh Jean-Claude Schlinger, seorang pakar balistik yang diajukan oleh Karsenty, menyatakan bahwa jika tembakan berasal dari pihak Israel, maka Muhammad hanya akan terluka di bagian lutut bawahnya.[36][93] Pengacara France 2, Francis Szpiner, yang juga merupakan penasihat mantan Presiden Prancis Jacques Chirac, menyebut bahwa Karsenty adalah "orang Yahudi yang membayar orang Yahudi lain untuk membayar orang Yahudi lainnya untuk bertarung hingga tetes darah terakhir Israel," dan membandingkannya dengan teoretikus konspirasi 9/11 Thierry Meyssan dan penyangkal Holokaus Robert Faurisson. Szpiner berkata bahwa Karsenty menargetkan Enderlin karena liputan Enderlin yang adil tentang Timur Tengah.[138] Para hakim lalu membuat putusan setebal 13 halaman untuk Karsenty pada bulan Mei 2008.[139] Mereka menyatakan bahwa Karsenty telah berniat baik dalam mengkritik dan telah menunjukkan "kumpulan bukti yang koheren" kepada pengadilan.[4][140] Pengadilan juga mencatat bahwa terdapat inkonsistensi pada pernyataan Enderlin dan menyatakan bahwa pernyataan Abu Rahma tidaklah "kredibel dalam hal bentuk maupun isinya."[4][138] Élie Barnavi, sejarawan sekaligus mantan duta besar Israel untuk Prancis, dan Richard Prasquier, presiden Conseil Représentatif des Institutions juives de France lalu meminta diadakannya penyelidikan publik.[141][142][143] Le Nouvel Observateur yang berpaham sayap kiri lalu memulai sebuah petisi untuk mendukung Enderlin dan menuduh Karsenty melakukan kampanye kotor selama tujuh tahun, yang kemudian ditandatangani oleh 300 penulis Prancis.[4] 2013: Pengadilan fitnahFrance 2 lalu mengajukan kasasi ke Mahkamah Kasasi (mahkamah agung). Pada bulan Februari 2012, Mahkamah Kasasi memutuskan untuk membatalkan putusan Mahkamah Banding Paris,[144] dan memerintahkan agar Mahkamah Banding Paris tidak meminta France 2 untuk menyerahkan rekaman mentah.[145][146] Kasus ad-Durrah pun diadukan kembali ke Mahkamah Banding Paris, yang akhirnya memvonis Karsenty bersalah atas gugatan fitnah pada tahun 2013 dan menjatuhkan denda sebesar €7.000.[10][144] Dampak rekamanRekaman Muhammad disetarakan dengan gambar-gambar ikonik lain dari anak-anak yang diserang, seperti anak di ghetto Warsawa (1943), gadis Vietnam yang terkena bom napalm (1972), dan pemadam kebakaran yang menggendong seorang bayi sekarat di Oklahoma (1995).[21] Catherine Nay, seorang jurnalis Prancis, berpendapat bahwa kematian Muhammad "membatalkan, menghapus anak Yahudi, [yang mengangkat] tangannya ke udara di depan SS di Ghetto Warsawa."[147] Menurut seorang terapis di Gaza, anak-anak Palestina menjadi terganggu dengan penyiaran rekaman video secara berulang dan mereka bahkan melakukan reka ulang adegan penembakan di taman-taman bermain.[148] Negara-negara Arab juga menerbitkan prangko yang memuat cuplikan gambar dalam video tersebut. Taman-taman dan jalan-jalan pun dinamai Muhammad ad-Durah, sementara Osama bin Laden juga menyebut namanya dalam sebuah "peringatan" kepada Presiden George Bush setelah peristiwa 9/11.[149] Gambar-gambar dari rekaman Abu Rahma kemudian dituduh memicu insiden Ramallah 2000 dan membangkitkan antisemitisme di Prancis.[143] Salah satu gambarnya terlihat sebagai latar belakang, saat jurnalis Daniel Pearl, seorang Yahudi Amerika, dipenggal oleh al-Qaeda pada Februari 2002.[40] Kalangan Yahudi dan Israel, termasuk pemerintah Israel pada tahun 2013, mengeluarkan sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa tuduhan tentara IDF telah menewaskan seorang anak sebagai sebuah "fitnah darah"; istilah ini merujuk kepada tuduhan berabad-abad yang menyatakan bahwa Yahudi mempersembahkan darah dari anak-anak Kristen.[74][132] Perbandingan pun dibuat dengan skandal Dreyfus tahun 1894, saat sebuah fitnah mengakibatkan seorang kapten angkatan darat berlatar belakang Yahudi Prancis dinyatakan melakukan pengkhianatan.[150][151] Menurut Charles Enderlin, kontroversi ad-Durrah merupakan sebuah kampanye kotor yang ditujukan untuk merusak kepercayaan terhadap rekaman yang berasal dari wilayah yang diduduki oleh Palestina.[152] Doreen Carvjal juga menulis di The New York Times bahwa rekaman Abu Rahma adalah "sebuah prisma kebudayaan, dengan para penonton melihat apa yang ingin mereka lihat."[9] Catatan
Referensi
Bacaan tambahan
Buku
Rekaman peristiwa
|