NapalmNapalm adalah campuran pembakar dari bahan pembentuk gel dan petrokimia yang mudah menguap (biasanya bensin atau bahan bakar diesel). Nama napalm berasal dari gabungan dua konstituen berupa bahan pengental dan pembentuk gel: garam aluminium yang diendapkan dari asam naftena dan asam palmitat.[1] Napalm B adalah versi yang lebih modern dari napalm (memanfaatkan turunan polistirena) dan, meskipun sangat berbeda dalam komposisi kimianya, tetapi sering disebut hanya sebagai "napalm".[2] Sebuah tim yang dipimpin oleh ahli kimia Louis Fieser awalnya mengembangkan napalm untuk Dinas Perang Kimia Amerika Serikat pada tahun 1942 di laboratorium rahasia di Universitas Harvard.[3] Tujuan diciptakannya napalm adalah sebagai senjata pembakar untuk digunakan dalam kampanye pengeboman api selama Perang Dunia II; potensi napalm diproyeksikan secara koheren ke dalam aliran padat yang akan menyebar dalam jarak tertentu, mengakibatkan dampak yang luas seperti pelontar api infanteri. Napalm terbakar pada suhu[4][5] mulai dari 800 hingga 1.200 °C (1.470 hingga 2.190 °F). Selain itu, napalm membakar lebih lama dari bensin, lebih mudah tersebar, dan menempel pada targetnya. Sifat-sifat ini membuatnya efektif dan kontroversial. Napalm digunakan secara luas melalui udara dan darat, penggunaan terbesar adalah melalui bom yang dijatuhkan dari udara pada Perang Dunia II dalam serangan membakar kota-kota di Jepang pada tahun 1945. Napalm digunakan juga untuk peran bantuan udara jarak dekat di Korea dan Vietnam. Napalm juga menjadi bahan bakar sebagian besar pelontar api (berbasis tank, kapal, dan infanteri) yang digunakan sejak Perang Dunia II, memberi mereka jangkauan yang jauh lebih besar, dan merupakan senjata umum pertempuran perkotaan oleh Blok Poros dan Sekutu dalam Perang Dunia II. WujudNapalm digunakan dalam pelontar api, bom, dan tank dalam Perang Dunia II. Diyakini napalm telah diformulasikan untuk membakar pada laju tertentu dan untuk melekat pada permukaan untuk meningkatkan daya rusaknya. Selama pembakaran, napalm dengan cepat mendeoksigenasi udara yang tersedia dan menghasilkan sejumlah besar karbon monoksida dan karbon dioksida.[6] Komposisi alternatif ada untuk berbagai jenis penggunaan, misalnya trietilaluminium, senyawa piroforik yang membantu penyalaan.[7] PengembanganPenggunaan api dalam peperangan memiliki sejarah yang panjang. Api Yunani, juga digambarkan sebagai "api lengket" (πῦρ κολλητικόν, pýr kolletikón), diyakini memiliki basis minyak bumi. Perkembangan napalm dicetuskan oleh penggunaan campuran bensin kental oleh pasukan Sekutu selama Perang Dunia II.[6] Lateks, yang digunakan dalam bentuk awal alat pembakar, menjadi langka, karena karet alam hampir tidak mungkin diperoleh setelah tentara Jepang merebut perkebunan karet di Malaya, Indonesia, Vietnam, dan Thailand. Kekurangan karet alam ini mendorong ahli kimia di perusahaan AS seperti DuPont dan Standard Oil, dan peneliti di Universitas Harvard, untuk mengembangkan alternatif buatan pabrik—karet buatan untuk semua kegunaan, termasuk ban kendaraan, roda rantai tank, gasket, selang, perlengkapan medis, dan pakaian hujan. Sebuah tim ahli kimia yang dipimpin oleh Louis Fieser di Universitas Harvard adalah yang pertama mengembangkan napalm sintetis selama tahun 1942.[8] "Produksi napalm pertama kali dipercayakan kepada Produk Nuodex, dan pada pertengahan April 1942 mereka telah mengembangkan bubuk coklat kering yang tidak lengket dengan sendirinya, tetapi ketika dicampur dengan bensin berubah menjadi zat yang sangat lengket dan mudah terbakar." Salah satu rekan Fieser menyarankan untuk menambahkan fosfor ke dalam campuran yang meningkatkan "kemampuan untuk menembus jauh [...] ke dalam otot, di mana ia akan terus membakar hari demi hari."[9] Pada tanggal 4 Juli 1942, uji pertama terjadi di lapangan sepak bola dekat Harvard Business School.[9] Pengujian dalam kondisi operasional dilakukan di Jefferson Proving Ground pada bangunan pertanian yang tidak terpakai dan kemudian di Dugway Proving Ground pada bangunan yang dirancang dan dibangun untuk mewakili bangunan yang dapat ditemukan di kota-kota Jerman dan Jepang.[10][11] Campuran bahan kimia baru ini banyak digunakan dalam Perang Dunia Kedua dalam bom pembakar dan pelontar api.[12] Dari tahun 1965 hingga 1969, Dow Chemical Company memproduksi napalm B untuk angkatan bersenjata Amerika.[13] Setelah laporan berita tentang efek mematikan dan merusak napalm B diterbitkan, Dow Chemical mengalami boikot terhadap produknya, dan perekrutnya yang bertugas mencari ahli kimia baru, insinyur kimia, dll., yang lulus dari perguruan tinggi menjadi sasaran boikot dan protes kampus.[14][15] Sementara itu, napalm B telah menjadi simbol Perang Vietnam.[16] Referensi
Bacan lebih lanjut
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Napalm. |